Senin, 03 April 2017

BUKU AJAR SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL


BUKU AJAR SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL (Dari Budi Utomo 1908 Hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945) Oleh : Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si. Encep Supriatna, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2008

BAGIAN I PENDAHULUAN NASIONALISME DAN POLITIK KOLONIAL
A. Terminologi, Pendekatan dan Multidimensional
Sejarah Pergerakan Nasional adalah bagian dari Sejarah Indonesia yang meliputi periode sekitar empat puluh tahun, yang dimulai sejak lahirnya Budi Utomo (BU) sebagai organisasi nasional yang pertama tahun 1908 sampai terbentuknya bangsa Indonesia pada tahun 1945 yang ditandai oleh proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sejarah Pergerakan Nasional sebagai fenomena historis merupakan hasil dari perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interaksi. Kata ―pergerakan‖ mencakup semua macam aksi yang dilakukan dengan organisasi moden ke arah kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme sendiri mengacu pada faham yang mementingkan perbaikan dan kesejahteraan nasio atau bangsanya. Penyebutan nama ―Indonesia‖yang berfungsi simbolis dalam Sejarah Pergerakan Nasional tidak dengan sendirinya terjadi tetapi melalui proses panjang dan dengan makin majunya pergerakan nasional sebutan ―Indonesia‖ meripakan keharusan. Sejarah Pergerakan Nasional mempunyai pengertian dan menunjuk pada seluruh proses terjadinya dan berkembangnya nasionalisme Indonesia dalam segala perwujudannya., berdasarkan kesadaran, sentimen bersama dan keinginan berjuang untuk kebebasan rakyat dalam wadah negara kesatuan.
B. Nasionalisme : Arti dan Perkembangan
Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembangannya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia II yaitu dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia berarti bahwa pembentukan nasion Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. Timbulnya nasionalisme Indonesia khususnya nasionalisme Asia umumnya berbeda dengan timbulnya nasionalisme di Eropa. Jelas bahwa nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan-tekanan yang disebut Nasionalisme. Di Eropa
3
sendiri nasionalisme terjadi pada masa transisi dari masyarakat feodal ke masyarakat industri. Ada dua macam teori tentang pembentukan nation. Pertama, yaitu teori kebudayaan (cultuur) yang menyebut suatu bangsa itu adalah sekelompok manusia dengan persamaan kebudayaan. Kedua, teori negara (staat) yang menentukan terbentuknya suatu negara lebih dahulu adalah penduduk yang ada di dalamnya disebut bangsa, dan ketiga, teori kemauan (wils), yang mengatakan bahwa syarat mutlak yaitu adanya kemauan bersama dari sekelompok manusia untuk hidup bersama dalam ikatan suatu bangsa, tanpa memandang perbedaan kebudayaan, suku dan agama. Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembangannya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia II yaitu dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia berarti bahwa pembentukan nasion Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. Timbulnya nasionalisme Indonesia khususnya nasionalisme Asia umumnya berbeda dengan timbulnya nasionalisme di Eropa. Jelas bahwa nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan-tekanan yang disebut Nasionalisme. Di Eropa sendiri nasionalisme terjadi pada masa transisi dari masyarakat feodal ke masyarakat industri.
Mengenai timbul atau munculnya dan perkembangan nasionalisme Indonesia Prof. Wertheim dalam Taufik Abdullah (2001: hal 84) menjelaskan sebagai suatu bagian integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Wertheim juga menambahkan bahwa faktor-faktor perubahan ekonomi, perubahan system status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada rekasi aktif daripada nasionalisme Indonesia. Nasionalisme bukan semata-mata proses integrasi pada tahap awal, akan tetapi integrasi itu mencapai puncak tertinggi yaitu terbentuknya nasion Indonesia. Bukan sesuatu yang berlebihan kalau integrasi politik dipakai pegangan dalam melihat proses terbentuknya bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu dilihat bahwa periode post proklamasi masih ada di dalam jalinan nasionalisme. Bukankah nasionalisme
4
merupakan jiwanya nasion Indonesia yang merupaka geestelijke kracht, selama bangsa Indonesia masih ada, jadi jiwa nasionalisme ini masih melekat pada nasion Indonesia dan harus dipertahankan. Dengan demikian apa yang dimaksud dengan nasionalisme adalah expectation of basic drive. Apa yang menjadi basic drive ternyata berubah-rubah sesuai dengan jiwa jamannya. Dorongan dasar untuk memperoleh sesuatu itu sangat tergantung sosial politik yang ada, basic drive pra dan post proklamasi tentu akan sangat berbeda, periode pra proklamasi basic drivenya menekankan political integration sedangkan post proklamasi yang sesuai dengan tantangan baru menekankan national welfare state.
Ada dua factor yang mendorong segi-segi integrasi dari nasionalisme Indonesia. Pertama faktor internal yang menunjukkan persamaan perasaan karena tekanan-tekanan kolonial sehingga menciptakan perasaan senang-tidak senang, setia-melawan, setuju-tidak setuju, dan lain sebagainya. Adapun yang kedua adalah factor eksternal berupa faham-faham nasionalisme yang membuahkan nasionalisme itu sendri. Faktor-faktor eksternal maupun internal itu tidak akan banyak berpengaruh jika sekiranya kaum intlektualis tidak muncul dalam panggung organisasi politik dan organisasi pergerakan nasional. Sebagai elit baru kaum intelektualis ini tentu saja menghendaki amsyarakat yang bebas dari pengawasan kolonial, yang dengan sadar ingin mengubah kedudukan bangsanya. Jadi yang ada pada para pemimpin itu adalah national souls yang mendasari tindakan-tindakan mereka selanjutnya. Walaupun ternyata terlepas dua factor yang disebutkan di atas, pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sesederhana yang kita juga, nasionalisme juga pada derajat tertentu pasca integrasi politik. Pada sumpah pemuda dinyatakan bahwa bangsa Indonesia mempunyai wadah yang mencakup pengertian nation wide. Ternyata pasca proklamasi simbol yang diperlukan untuk memperkuat nasionalisme semakin kompleks. Lagu kebangsaan Indoensia Raya tidak lain adalah symbol pencerminan ikatan seluruh bangsa Indonesia. Dengan mengaku sebagai bangsa Indonesia maka baik identitas maupun symbol ini harus dipertahankan oleh bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensinya maka tekanan dan halangan dari pemerintah kolonial harus dihapuskan. Mengingat hal di atas bahwa tantangan nasionalisme pasca proklamasi mencari bentuknya yang baru sesuai dengan situasi dan tantangannya maka nasionalisme sangat fleksibel dalam arti bahwa nasionalisme selalu akurat dan menjawab tantangan jaman. Namun fleksibilitas inipun tidak mengurangi jiwa
5
nasionalismenya itu sendiri bahwa jiwa nasionalisme itu itu tetap menjadi bingkainya persatuan. Perubahan jaman menggeser tata nilai nasionalisme pada tata nilai baru. Bagi generasi baru yang muncul pasca proklamasi maka nasionalisme memiliki persepsi yang lain dan baru juga. Nailai lama dari nasionalisme adalah perjuangan kemerdekaan sedangkan generasi baru akan sepenuhnya mengisi nasionalisme dengan pembangunan sebagai upayamengisi hasil perjuangan generasi terdahulu. Nasionalisme yang tidak modern akan hancur, hal ini sesuai dengan konsepsi dari Benedict Anderson (1983) dalam bukunya ―Imagined Community‖, ia mengatakan bahwa nasionalisme merupakan bentuk ragam dari capitalisme yang menghasilkan teknologi dalam masyarakat yang heterogen ddan juga bahasa yang beragam, yang menghasilkan kedudukan dan bentuk masyarakat yang dibayangkan, yang mana dasar bentuknya disusun berdasarkan suatu set bangunan untuk Negara yang modern. Dan komunitas yang terbayangkan ini karena setiap anggota dari komunitas yang lebih kecil tidak pernah tahu siapa saja yang menjadi anggotanya, bertemua dengannya, atau pernah mendengar mereka, dan tidak pernah ada dalam pikiran dan kehidupan mereka tentang kemonitas mereka yang di bangun tersebut. Jadi Nasionalisme menurut Benedict Anderson tidak dapat membangunkan kesadaran bernegara itu sendiri, karena kesadaran bangsa itu hanya dapat ditemukan apabila ketika bangsa itu tidak dalam keadaan yang ada atau berada. Hal ini sejalan dengan pendapat Hans Kohn (1965); ia menjelaskan bahwa nasionalisme adalah arti daripada sejarah itu sendiri, ―Nationalism, Its Meaning and History‖, dan nasionalisme merupakan hasil dari kehidupan sejarah suatu bangsa dan ia selalu naik-turun dan tidak pernah baku dan stagnan, lebih dari itu nasionalisme juga termasuk di dalamnya terdapat factor-faktor objektif yang mendukungnya antara lain, keinginan bersama, bahasa, wilayah, agama, identitas politik, ada dan kebiasaan. Sebagai ilustrasi saja apa yang bisa kita saksikan di Afrika bagaimana orang berontak atau gerakan rakyat yang dipimpin oleh dukun, karena mereka merasa kebal, lantas maju, tetapi kaibatnya amat tragis mereka hancur dan habis dibabat. Jadi segala emosi yang tidak disinari, ditinggalkan dan dipersenjatai oleh pengertian dan pengetahuan modern akan hancur. Sekarang mari kita tengok kemampuan bangsa kita dalam eksistensi budaya di era modern sekarang ini. Kebudayaan kita sekarang ini sedang ―diuji‖, oleh dunia luar dan oleh kekuatan besar yang menggerakannya. Padahal dahulu kita memiliki kebuadayaan yang besar dan kuat. Tetapi
6
mengapa kita bias dijajah selama 300 tahun kalau memang kebudayaan kita itu memang hebat? Jadi ada kelemahan yang kita miliki yang harus kita sadari bersama, dan kita harus pelajari mengapa hal itu bias menimpa bangsa kita. Dengan segala kesadaran tentang sejarah dan kebudayaan kita sendiri kita memahami posisi diri kita, ujian yang sedang melanda kita terutama bagaimana menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, supaya kita tidak menjadi budak atau korban dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. C. Faktor Obyektif dan Subyektif yang Mendorong Munculnya Nasionalisme Tinjauan para sarjana ilmu-ilmu sosial itu dapatlah dikelompokan ke dalam kedua kategori yakni : ( 1 ) Tinjauan secara obyektif tentang nation dan nationalisme berkaitan dengan suatu kenyataan obyektif sebagai ciri-ciri khas. Faktor-faktor obyektif yang paling lazim dikemukakan umpamanya ialah persamaan bahasa, etnik, agama, peradaban, atau kebudayaan, wilayah negara dan kewarganegaraan (Kohn, 1960: 18-19). Akan tetapi para sarjana ilmu-ilmu sosial umumnya berpendapat bahwa nation dan nationalisme tidak hanya ditentukan oleh faktor–faktor obyektif tersebut sebagai contoh, bangsa Swiss, Kanada, Amerika Serikat, India, Indonesia, Malaysia yang terdiri dari bermacam-macam ras, suku bangsa, bahasa dan agama. Meskipun demikian tidaklah berarti factor-faktor obyektif tersebut tidak berperan sama sekali. Dapatlah dikatakan bahwa faktor-faktor obyektif itu merupakan faktor-faktor obyektif itu menunjang proses pertumbuhan nationalisme dan nation ke arah perkembangannya dalam pembentukan negara nasional. (2) Tinjauan secara subyektif :
Apakah hakikat bangsa (nation) itu? Berbicara apakah hakikat bangsa (nation) maka mau atau tak mau kita sudah memasuki tinjauan subyektif. Karena banyak teori tentang bangsa (nation) yang dikemukakan oleh para sarjana atau ahli menurut sudut pandang masing–masing sehingga menghasilkan konsep atau definisi yang berbeda-beda. Ada bermacam–macam teori tentang bangsa (nation) antara lain ialah teori psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah, politik, hukum, filsafat, dan lain-lain. Di tengah wacana
7
mengenai nasionalisme yang pada umumnya dimulai dari tengah yakni langsung membicarakannya sebagai fenomena masyarakat modern yang dikaitkan dengan fenomena negara penulis coba mengangkat isu yang masih kurang dibicarakan orang, yakni membicarakannya dalam konteks kondisi-kondisi dasar yang di dalamnya dibangun bangsa (nation), kebangsaan (nasionalitas), dan rasa kebangsaan (nasionalisme) Indonesia. Kondisi dasar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suku bangsa. Membicarakan suku bangsa sebagai kondisi dasar berarti menempatkan konsep-konsep bangsa, negara, dan nasionalisme secara posteriori. Dengan memahami suku bangsa sebagai kondisi dasar, diharapkan pemahaman kita tentang bangsa, kebangsaan, dan nasionalisme akan menjadi lebih sistematik dan jernih. Corak kebangsaan dan nasionalisme sedikit banyak ditentukan oleh kondisi dasar tersebut, meskipun dalam perjalanan zaman niscaya ada distorsi-distorsi yang dapat mengubah sosok maupun muatan nasionalisme itu. Selanjutnya, dengan menempatkan negara dalam konteks ini, maka negara dipandang sebagai bagian dari wilayah analisis yang lebih luas, yakni sebagai external agent yang saling memengaruhi dengan kondisi-kondisi lokal. Karena titik tolak pembicaraan ini adalah dari perspektif tradisional suku bangsa—suatu kesatuan sosial yang hidup di suatu teritorial tertentu, dan yang memiliki suatu kebudayaan—maka pergeseran konsep ini menjadi konsep kelompok etnik, sebagai konsekuensi dari proses menjadi kompleks masyarakat, menjadi penting dibicarakan.
Para ahli antropologi sependapat bahwa suku bangsa adalah landasan bagi terbentuknya bangsa. IM Lewis (1985: 358), misalnya, mengatakan bahwa ―istilah bangsa (nation) adalah satuan kebudayaan… tidak perlu membedakan antara suku bangsa dan bangsa karena perbedaannya hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural atau fungsinya… segmen suku bangsa adalah bagian dari segmen bangsa yang lebih besar, meski berbeda ukuran namun ciri-cirinya yang sama. Meski pernyataan ini menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan isu ―homogenitas‖ ini, jelas bahwa para antropolog sangat peduli bahwa suatu konsep sosial budaya harus memiliki dasar empirik dalam kenyataan, bukan konsep yang dibangun di awang- awang. Konsep bangsa tentulah memiliki akar empirik, yakni dari suku bangsa. Di dunia Barat modern, paham kebangsaan (nasionalisme) yang bangkit pada abad ke-18 adalah merupakan suatu
8
gerakan politik untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak warganegara. Lagi pula gerakan ini untuk membina masyarakat sipil yang liberal dan rasional. Kebangkitan nasional negara-negara Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Latin berbeda-beda coraknya. Nasionalisme di beberapa negara di Eropa adalah suatu usaha membuat batas-batas negara dan bangsa yang tinggal di wilayah tersebut. Di Afrika pemerintahan kolonial menarik batas-batas politik wilayah kolonialnya yang memotong batas-batas sukubangsa dan etnis. (K.R. Minogue, 1967:13). Negara-negara jajahan di Afrika tersebut melihat adanya praktek kolonial, seperti diskriminasi dan ketidakadilan antara kulit hitam, semi kulit hitam dan penguasa atau masyarakat kulit putih. Kegelisahan orang-orang Afrika yang utama lainnya untuk menentang kolonial adalah tentang pendidikan dan eksploitasi eonomi. (John Gunter, 1955:14-15). Nasionalisme di Afrika harus dikembalikan pada unsur-unsur praktek kolonial dan tradisi masa lampau yang telah dimiliki oleh bangsa-bangsa Afrika tersebut. Di negara-negara Asia di jaman modern ini nasionalisme merupakan hasil yang sangat penting daripada pengaruh kekuasaan kolonial bangsa Barat. Bangsa Belanda di Indonesia mempraktekan politik kolonial yang mementingkan subyek negeri induk. Bagi Blanda daerah koloni adalah sumber ekonomi untuk memakmurkan negeri induk. Dari politik kolonial kuno, seperti pada masa VOC hingga perubahan politik modern, seperti tanam paksa, politik liberal dan politik etis, tidak dapat disangkal lagi bahwa politik kolonial Belanda sangat mementingkan subyek negeri induk. Hal ini berbeda dengan politik otonomi yang dipraktekan Inggris di Semenanjung Malaya menciptakan suatu hubungan ekonomi dan sosio-politik di mana daerah koloni diberi kesempatan untuk memerintah sendiri dalam mana pemerintah koloni dan pemerintah induk membentuk pemerintahan ‗commonwealth‘.
Kebangsaan (nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling berkaitan satu sama lain. Rasa kebangsaan, biasanya juga disebut nasionalisme, adalah dimensi sensoris meminjam istilah Benedict Anderson (1983) Imagined Communities merupakan konsep antropologi yang tidak semata-mata memandang nasionalisme sebagai prinsip politik. Dimensi sensoris yang tak lain adalah kebudayaan ini memperjelas posisi antropologi yang berangkat dari konsep suku bangsa, kesukubangsaan, bangsa, dan kebangsaan,
9
sebagaimana dibicarakan di atas. Inilah akar-akar bagi membicarakan rasa kebangsaan (nasionalisme)itu. Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi. Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah. Perhatian antropologi terhadap nasionalisme menempuh jalur yang berbeda dari disiplin-disiplin tersebut yang menempatkan negara sebagai titik awal pembahasan. Sejalan dengan tradisinya, antropologi menempatkan nasionalisme bersamaan dengan negara karena kesetiaan, komitmen, dan rasa memiliki negara tidak hanya bersifat instrumental yakni keterikatan oleh prinsip politik melainkan juga bersifat sensorik yang berisikan sentimen-sentimen, emosi-emosi, dan perasaan-perasaan. Dalam dimensi ini, bangsa, kebangsaan, dan rasa kebangsaan menjadi suatu yang ―imagined‖ (meminjam istilah Benedict Anderson), yang berarti ―orang- orang yang mendefinisikan diri mereka sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar. Namun, dalam pikiran mereka hidup suatu bayangan (image) mengenai kesatuan bersama. Itulah sebabnya ada warga negara yang mau mengorbankan raga serta jiwanya demi membela bangsa dan negara. Tak seorang pun menyangkal bahwa bangsa Indonesia tersusun dari aneka ragam suku bangsa. Jelas bahwa tidak hanya suku bangsa yang beraneka ragam, melainkan juga ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi. Belum lagi fakta bahwa penduduk Indonesia yang jumlahnya kira-kira 250 juta itu hidup tersebar di kepulauan yang paling luas di dunia. Maka, keanekaragaman adalah kondisi dasar bangsa dan negara kita. Bilamana kita hendak membicarakan nasionalisme Indonesia, maka isu keanekaragaman itu patut menjadi landasan pertama pemahaman kita. Nasionalisme kita adalah suatu konstruksi yang dibangun dan dipelihara posteriori. Sejarah perjuangan bangsa penuh heroik dalam mencapai kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah salah satu bagian konstruksi terpenting sehingga selama 62 tahun bagian ini menjadi perekat integrasi bangsa.
C. Politik Kolonial, 1800-1900
1. Politik Kolonial Konservatif (1800-1870)
Setelah VOC gulung tikar pada tahun 1799 semua kegiatannya, terutama perdagangan, diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan sejak itu usahanya
10
ditekankan pada eksploitasi ekonomi yang dibarengi penetrasi politik. Sampai dengan tahun 1830 pemerintah masih mencoba-coba jenis eksploitasi mana yang sesuai dan banyak menghasilkan keuntungan. Diperkenalkan sistem administrasi yang birokrasi guna menunjang pemasukan uang melalui sistem sewa tanah. Akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan dan keuangan pemerintah habis untuk membiayai Perang Diponegoro (1925-1830). Tahun 1830 pemerintah melaksanakan Tanam Paksa (cultuurstelsel) dengan mengitensifkan sistem tradisional yang terdapat dalam ikatan feodal. Pada tahun 1848 Tanam Paksa mendapat serangan hebat melalui perdebatan parlemen Belanda dan tulisan-tulisan yang mengutuk praktek yang tidak manusiawi. Pada tahun 1870, empat puluh tahun pelaksanaan Tanam Paksa, Belanda menerima keuntungan sebesar 823 juta gulden. Keuntungan ini digunakan untuk membangun perdagangan dan pelayarannya lumpuh, membangun industri yang macet, dan memperkaya pemilik pabrik.
2. Politik Kolonial Liberal (1870-1900)
Kemajuan perdagangan Belanda diperoleh dari penjualan hasil perkebunan di Indonesia menyebabkan perkembangan di sektor lain, seperti lahirnya industri, pelayaran dan perbankan. Kemajuan ini diperoleh dari keuntungan Tanam Paksa, padahal penduduk menderita karena beratnya pelaksanaan Tanam Paksa. Sementara itu, golongan liberal berupaya mengadakan perubahan, antara lain dengan peraturan anggaran dalam Undang-Undang. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah tahun 1854 maka koloni diatur secara liberal demi kemajuan koloni. Penyelewengan dan penekanan dari sedikit mulai berkurang dan Tanam Paksa bagi tanaman yang kurang komersial mulai dihapuskan. Ide liberal mendorong usaha perseorangan dan pemerintah tidak turut campur tangan. Tanam Paksa akhirnya diganti dengan kerja bebas. Kepentingan politik golongan liberal membawa dampak ekonomi di koloni dengan didirikannya infrastruktur dan keuntungan pun diperoleh dengan mudah. Akan tetapi, semua usaha golongan liberal mendapat jalan setelah Hindia Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870. Undang-undang ini pada dasarnya melarang penjualan tanah kepada orang asing, tetapi mereka hanya diperkenankan menyewanya dalam waktu 75 tahun.
11
3. Politik Kolonial Etis (1900-1942)
Perdebatan antara golongan-golongan politik di Belanda mengenai bagaimana cara dan dengan cara apa mengeksploitasi koloni tidak kunjung selesai. Politik kolonial konservatif yang dianggap kuno itu diserang oleh golongan liberal yang akan menguntungkan kedua belah pihak, penjajah dan terjajah, tetapi kenyataannya pihak terjajah tinggal terbelakang. Selanjutnya politik kolonial liberal itu tidak lepas dari kritikan golongan etis yang tengah muncul di panggung politik. Sebagai golongan baru yang mewakili zamannya maka idenya disesuaikan dengan kepentingan zaman. Eksploitasi dan kesejahteraan koloni harus dilakukan bersama tanpa berat sebelah. Kemudian muncullah Van Deventer yang mengatakan bahwa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda memulihkan keuangannya meskipun dengan penuh pengertian, oleh sebab itu sudah sewajarnya kalau kebaikan orang Indonesia itu dibayar kembali. Oleh karena itu menurut Van Deventer ―hutang budi‖ itu harus di bayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui triasnya yang terdiri dari ―Irigasi, Edukasi dan emigrasi‖. Keuntungan yang dipoeroleh oleh pemerintah colonial Belanda dari dari hasil eksploitasi kekayaan Nusantara begitu besar. Keuntungan yang terutama diperoleh darai tanam paksa ini dipergunkan untuk kepentingan pemerintah di negeri belanda, seperti untuk melunasi utang –utang, menurunkan pajak, membangun rel kereta apai, dan untuk kepentingan pertahanan. Van deventer dalam majalah De Gids menyebutkan jutaan gulden yang dihasilkan dari Hindia –Belanda itu sebagai Een Ereschuld, atau ― utang kehormatan ―. Menurut tokoh liberal ini, negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia atas semua kekayaan yang telah diperas dari hindia Belada dan ― utanag kehormatan ― itu sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Hindia Belanda di dalam kebikana kolonoal
Tulisan Van deventer dan para pengecam dari kelompok politisi liberal lainnya seperti Van dedem, Van kol, De Waal, dan Van den Berg, ternyata berpengaruh besar. Proses politik pun terus bergulir, hingga tahun 1901 ratu Wilhemina mengumumkan perlunya suatu penyelidikan tentang kesejahtraan rakyat Jawa. Inilah yang disebut politik etis. Van Deventer yang kemudian dikenal sebagai ‖Bapak Pergerkan Politik Etis‖ telah menempatkan kesejahtraan penduduk pribumi diatas segala-galanya dan ia menjadi
12
penentang kemiskinan di jawa sebagai akibat tanam paksa. Politik etis memberikan edukasi ( pendidikan ), emigrasi ( Pemindahan penduduk ), dan Irigasi ( pengairan) bagi penduduk pribumi Pendidikan yang diberikan kepada rakyat pribumi ternyata telah melahirkan kelompok elite intelekltual. Mereka yang mendapat yang mendapat pendidikan abrat ini bukan saja menyerap ilmu pengetahuan barat, tetapai sekaligus juga dinagkitkan kesadrannya sebagai bangsa. Jadi, pendidikan Barat yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial ternyata bagai senjata makan tuan. Dari kalangan intelektual inilah muncul tokoh –tokoh pergerakan kebangsaan yang melahirkan berbagai organisasi pergerakan Hindia –Belanda
D. Masyarakat Kolonial dan Kebangkitan Bangsa
Bangunnya rakyat terjajah dan penolakan terhadap hubungan kolonial disebut nasionalisme yang memiliki unsur-unsur kebangunan politik, ekonomi, sosial, kultural dan religius. Unsur-unsur itu semua dikembangkan untuk mencapai pembaharuan ke arah kemandirian dan kesatuan bangsa. Sehubungan dengan lahirnya Budi Utomo yang dianggap sebagai manifestasi lahirnya jiwa nasionalisme, maka jelas kiranya bahwa kekuatan dari dalam masyarakat itu sendiri yang memberi kekuatan dan pergaulan hidup kolonial itulah yang memberi corak nasionalisme Indonesia. Sementara itu, lahirnya Budi Utomo banyak dihubungkan dengan ―Timur telah sadar‖, kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia tahun 1904-1905, dan akibat perkembangan politik etis. Dari alasan-alasan di atas tidak ada satupun yang dianggap tepat. Akan yang lebih penting adalah munculnya kaum elit baru sebagai produk politik etis dan ilham dari luar negeri bahwa kekuatan asing dapat dilawan dan supremasi bangsa Barat dapat dikalahkan. Pengaruh politik etis sedikit demi sedikit membawa perubahan ke arah perbaikan nasib dan usaha untuk melepaskan dari dari belenggu penjajahan, meskipun tidak dapat diingkari bahwa kaum etikus sebenarnya adalah para kapitalis yang menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meningkatkan daya beli dan kesejateraan penduduk Indonesia. Lahirnya organisasi pergerakan nasional merupakan tanda dan dorongan tamatnya sejarah politik etis.
13
E. Pendidikan Kolonial
sejalan dengan kepentingn politik liberal maka politik pendidikan kolonial yang sudah berjalan dianggap tidak sesuai lagi dan harus dsesuaikan dengan kepentingan baru. Pengajarn untuk anak-anak golongan atas bumiputera ternyata tidak menguntungkan pemerintah dan dengan berkembangnya agroindustri menuntut tersedianya tenaga kerja yang berpendidikan rendahan. Jadi, hasil pendidikan anak-anak bumiputera ditujukn untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan dan industri. Pendidikan kolonial yang menekankan perlunya perluasan pendidikan anak-anak bumiputera setelah pertengahan abad XIX dirintis oleh Fransen van der Putte. Dikatakannya bahwa pengajaran yang sudah berjalan hanya untuk memenuhi kebutuhan aparatur kolonial, tetapi yang terpenting adalah melalui pengajaran yang akan memajukan penduduk bumiputera (Brugman, 1938:136). Maka diperlukan suatu pengajaran untuk anak-anak pribumi, tidak hanya anak-anak penguasa saja. Dengan begitu, anak-anak pribumi yang telah mendapatkan pendidikan dapat membantu pemerintahan kolonial. Dengan adanya pendidikan untuk bumiputera, maka muncullah elite-elite baru pendidikan yang semestinya menduduki jabatan dalam birokrasi kolonial, tetapi tempat mereka telah diambil oleh orang-orang Belanda. Mereka kemudian membuka usaha baru yang brsifat swasta, karena mereka merasa dengan bekerja kepada pemerintah kolonial berarti mereka mengabdi pada penjajah. Dengan usaha baru tersebut masyarakat pribumi dapat menegakkan prinsp berdiri di atas kaki sendiri. Elite baru berusaha mendapat tempat di hati masyarakat. Sebagai kekuatanm sosal politik baru pada mulanya pemerintah belum banyak memberikan perhatian. Akan tetapi ternyata mereka ini adalah pendukung semangat kebangsaan dan dari merekalah semangat nasionalisme berkembang.
14
BAGIAN II MASA KOLONIALISME BELANDA (1900-1942) BAB II EMANSIPASI DAN ORGANISASI AWAL
A. Emansipasi Wanita dan Nasionalisme
Mengenai keadaan wanita Indonesia pada masa kolonialisme Belanda masih ada dalam konservatisme dan sangat terikat oleh adat. Penddikan di sekolah-sekolah hanya diperuntukkan bagi anak-anak laki-laki, sedangkan anak-anak perempuan hanya mendapat pendidikan di rumah atau di lingkungan keluaga dan penddikan yang diperolehnya tidak lebih dari persiapan untuk menjadi seorang Ibu rumah tangga yang baik. Memasak, menjahit dan membatik merupakan sebagian besar kegiatan anak-anak perempuan. Ikatan adat sangat kuat yang tidak memungkinkan mereka lepas dari kungkungan adat dan keluarga, dan kalau dibanding dengan anak laki-laki mereka jauh ketinggalan. RA Kartini (1879-1904), pelopor gerakan emansipasi, menyerukan agar bangsa Indonesia diberi pendidikan, khususnya kepada wanita Indonesia mereka yang memikul tugas suci. Kalau wanita mendapat mendapat pendidikan maka kemajuan wanita hanya soal waktu saja. Sebenarnya buah pikiran Kartini untuk memajukan wanita Indonesia sudah ada di dalam kumpulan surat-surat ―Habis Gelap Terbitlah Terang‖ yang ditulisnya tahun 1899-1904, yang berisi tentang kehidupan keluarga, adat istiadat, keterbelakangan wanita, cita-cita terhadap kebahagiaan bangsanya, dll. Dalam waktu yang singkat, cita-cita Kartini mulai terealisasikan, sekolah-sekolah putri mulai didirikan dan emansipasi wanita selalu dibicarakan. Pada tahun 1912 didirikan sekolah Kartini di Semarang atas dorongan Van Deventer. Selain di Semarang didirikan pula di Malang, Jakarta, Madiun, Bogor dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan di Cirebon, Rembang, Pekalongan, Indramayu, Surabaya dengan bahasa Jawa dan lain-lain.
Konservatisme dan ikatan adat dapat ditembus dan wanita Indonesia sudah dapat kebebasan yang dikejarnya terus melalui organisasi wanita. Pada tahun 1915 Dewi Sartika (1884-1947) mendirikan perkumpulan pengasah budi di Bandung dan di
15
Semarang didirikan Budi Wanito yang memperjuangkan kemajuan dan emansipasi wanita
B. Budi Utomo
Pada tahun 1907 Dr. Wahidin seorang tokoh cendikiawan yang merasa bertanggung jawab atas kebodohan dan keterbelakangan bangsanya melakukan kunjungan ke sekolah STOVIA (salah satu lembaga pendidikan yang menghasilkan priyayi rendah Jawa). Siswa di sana sangat bersemangat dan memberikan tanggapan yang baik atas kedatangan Dr. Wahidin. Bersama beberapa siswa STOVIA seperti Soetomo dan Goenawan Mangunkusumo, Dr. Wahidin mengadakan perjalanan keliling Pulau Jawa untuk menghimpun dana pendidikan. Usaha yang dilakukan oleh Dr. Wahidin itu mendapat simpati yang besar dari semua kalangan. Mereka yang kebetulan memiliki uang dengan sukarela memberikan sumbangannya. Setelah diadakan rapat-rapat untuk membicarakan lebih jauh rencana mereka, pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di jalan Abdulrahman Saleh 26 Jakarta terbentuklah suatu perkumpulan yang dinamakan Budi Utomo, yang diketuai oleh Soetomo. Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern, dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota. Lahirnya Budi Utomo, telah merangsang berdirinya oragnisasi-organisasi pergerakan lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan sosio-politik Indonesia. Budi Utomo bersifat kooperatif dengan pemerintah kolonial, karena BU menempuh cara dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu itu sehingga wajar jika BU berorientasi kultural. Dalam perjalanannya, BU dengan fleksibilitasnya itu mulai menggeser orientasinya dari kultur ke politik. Edukasi barat dianggap penting dan dipakai sebagai jalan untuk menempuh jenjang sosial yang lebih tinggi. BU bukan hanya dikenal sebagi salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi terpanjang usianya sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. BU memang mempunyai arti yang penting meskipun anggotanya sangat sedikit diabnding dengan Sarikat Islam. Akan tetapi kehadiran BUlah yang menyebabkan berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya integrasi nasional.
16
Dr. Wahidin Soedirohusodo (1857-1917), lulusan STOVIA, sekolah dasar dokter Jawa, antara tahun 1906-1907 berkeliling pulau Jawa untuk berkampanye meningkatkan martabat rakyat. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan membentuk dana pelajar. Usaha ini ternyata tidak begitu berhasil. Pada akhir tahun 1907, Dr. Wahidin Soedirohusodobertemu dengan pemuda Soetomo, siswa STOVIA di Batavia. Perbincanagan tentang nasib rakyat ternyata mengugah Soetomo untuk mendiskusikan hal ini dengan teman –temanya, akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdirilah Boedi Oetomo dengan Soetomo sebagai ketuanya. Organisasai yang bertujuan ― Kemajuan Bagi Hindia –Belanda ― ini terbuka bagi siapa saja, penduduk Jawa, Madura dan akhirnya meluas untuk seluruh penduduk Hindia, tanpa membedakan keturunan, agama, maupun jenis kelamin. Pada bula Juli 1908, Boedi Oetomo telah memilki 650 anggota yang tersebat di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Mereka yang bukan mahasiswa juga menggabungkan diri Boedi Oetomo secara resmi menetapkan bahwa yang menajdi perhatiannya adalah penduduk Jawa dan Madura. Bahasa yang dipergunakan secara resmi dalam organisasi adalah bahasa melayu. Orang –orang sunda pun ikut dalam organisasi ini. akan tetapi, lama –kelamaan peranan mahasiswa mulai tersingkirkan oleh kaum priyayi yang semakin menguasai organisasi. Sementara itu, rasa keunggulan budaya Jawa sering muncul ke permukaan sehingga dalam Boedi Oetomo cabang Bandung, organisasi terbagai dua menjadi bagian Jawa dan bagian sunda. Setelah boedi Oetomo, bermunculan organisasi lainnya. Pada bulan September 1908 orang –orang Ambon mendirikan asosiasi yang disebut Ambonsch Studiefonds. Pada tahun 1909dana lain –lain. Selajutnya pada tahun 1911 Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam. Organisasi yang kemudian menjadi Sarekat Islam ini berkembang pesat. Kemudahan persyaratan menjadi anggota dan orientasi organisasi yang mengutamakan kepentingan rakyat kecil menarik minat banyak orang. Jumlah anggotanya di berbagai kota besar di jawa meningkat secara mencolok. Pada tahun 1916, jumlah anggota mencapai 800.000 orang dantahun 1919 jumlah anggota mencapai dua juta orang.
C. Sarekat Islam
17
Organisasi Serikat Islam didirikan pada akhit tahun 1911 atau awal tahun 1912 di Surakarta. Secara umum diterima bahwa gerakan ini dibentuk H. Samanhudi, seorang pengusaha batik terkenal di kampung Lawean. Yang merupakan salah satu pusat terpenting kerajinan batik di Indonesia yang dalam abad ke 19 berhasil menyaingi kerajinan tekstil Eropa, dengan keberhasilannya ditemukannya metode cap. Kerajinan batik Surakarta berada dalam tangan penguasaha – pengusaha Jawa, Arab dan Cina. Jumlah pengusaha Jawa yang mayoritas, dengan tenaga kerjanya dari orang – orang Jawa juga. Dalam sejarah dinyatakan bahwa pembentukan SI ini adalah reaksi terhadap kegiatan orang Cina dalam perdagangan batik. Sebagai akibat digantikanya tekstil pribumi dengan bahan – bahan Cina yang diimpor, sehingga hal ini mengakibatkan seluru industri batik jatuh kedalam tangan orang Cina. Untuk mempertahankan diri, mereka para pedagang Jaw ini akhirnya bersatu pada tahun 1911 dan mendirikn SI. Tetapi hal tersebut harus kita pertimbangan lagi terutama mengenai latar belakang pendirian SI yang dikaitkan dengan kegiatan perdagangan orang Cina. Ada beberapa fakta yang menyangakalnya seperti bahwa konstatsi oranga Cina ini telah mengeluarkan telah mengeluarkan para penguasa Jawa dari kerajinan batik ini. Dalam beberapa kasus memang terjadi tapi itu hanya terjadi di pusat batik kecil saja. Dan hal ini tidak benar karena di Surakarta sendiri, jumlah produsen batik orang cina pada akhir tahun 1920 – an masih saja lebih kecil dari pengusaha Jawa. Kedua, orang cina telah menguasai perdagangan bahan baku batik sejak tahun 1890. jadi, peraliahn dari bahan – bahan cat alamiah ke kimiawi pada awal abad 20 ini hampir tidak membawa perubahan.sebabnya perdagangan perantara toh sudah mereka kuasai.
Ketiga, ini fakta yang terpenting yang tidak sesuai dengan kterangan bahwa faktor ekonomilah yang melatar belakangi pendirian SI. Menurut pnelitian, antara pedagang Cina dengan pedagang Jawa terutama jarang sekali timbul perselisihan. Hal ini dikarenakan mereka sudah saling kenal dan percaya satu sama lain sehingga mereka melakukan perdagangan ini bisa dengan secara lisan dan tertulis. Dan akhirnya bisa dikemukakan tujuan asal mula pendiriannya ini tidak semata – mata ataupun terutama faktor ekonomis saja. Jadi sulit untuk mempertahankan pendapat bahwa pembentukan SI ini merupakan reaksi dari penguasaan orang Cina dalam sektor batik. Namun ada keterangan lain yang menyebutkan, adanya bentrokan antara polisi dengan warga Cina di
18
Surabaya dan Jakarta yang menimbulkan korban jiwa. Yang berakibat dengan pemogokan masal perdagangan orang Cina, hal ini melumpuhkan seluruh kegiatan ekonomi. Rinkes menyebutkan peristiwa ini terjadi karena adanya persaingan anatar pengusaha Jawa dengan Cina terutama Firma Sie Dhian Ho. Selain itu tindakan sombong orang Cina terhadap bangswan Indonesia pada masa itu di sinyalir sebagai salah satu penyebabnya juga. Tampaknya ini merupakan akibat dari adanya emansipasi yang juga timbul di kalangan warga Cina, apalagi setelah terjadinya revolusi Tiongkok. Dalam perkembangannya, bentrokan terjadi tahun 1912 antara anggota SI dengan perwakilan orang Cina. Berkali – kali mereka ( SI ) menyerang pemuda – pemuda Cina. Tetapi para tokoh SI menganggap hal ini sudah keterlaluan sehingga diambil tindakan untuk mencegah bentrokan dengan cara menjaga kegiatan pesta – pesta orang Cina oleh pengurus SI. Tetapi dalam bulan juli terjadi lagi kekacauan yang berhubungan dengan penganiayaan terhadap orang yang melakukan perzinahan. Hal ini dijadikan alasa bagi residen Surakarta untuk melarang kegiatan SI untuk sementara waktu dan menyita dokumennya. Pelarangan ini malah menimbulkan lagi bentrokan dengan orang – orang Cina karena SI menaruh curiga bahwa yang menyebabkannya itu adalah orang Cina. Kembali lagi ke permasalahan tentang terbentuknya SI yang banyak menimbulkan berbagai latarbelakang pendiriannya. Salah satunya lagi bahwa sudah sejak lama terdapat perkumpulan rahasia Jawa – Cina yang termasuk didalamnya itu H. Samanhudi . tetapi dalam perkembangan selanjutnya, Orang – orang Cina berubah akibat adanya emansipasi di kalangannya. Yang mengakibatkan orang – orang Jawa keluar dan mendirikan perkumpulan sendiri bernama Rekso Rumekso yang akhirnya berubah menjadi SI.
Perjalanan dan perkembangan SI yang awal didirikannnya ini sering bentrok dengan orang Cina berkembang dan telah pula menyebar keluar Surakarta bersamaan dengan gerakan emansipasi, sehingga semakin banyak cabang dan anggota SI. Pada 26 januari 1913, diadakan kongres Si di Surabaya. Dalam pertemuan ini H Samanhudi dia sambut besar – besaran oleh para anggota SI. Pada 23 maret diadakan lagi kongres umum yang kedua di Surakarta. Yang memilih H Saman hudi sebagai ketua dan Tjokroaminoto sebagai wakil ketuanya. Dalam kongres ini diperkirakan puuhan ribu
19
yang mengikutinya, yang datang dari berbagai daerah. Ssudah kongres di Surabaya dan Surakarta perkembangan Si semakin pesat. Propaganda secara massal dilakukan oleh perkumpulan baru ini. Perkembangan SI yang pesat ini menimbulkan sikap pamong praja yang berbeda – beda. Mulai mereka yang mempertimbangkannya secara obyektif sampai kepada yang keras menolak. Sementara dikalangan pegawai Indonesia sendiri juga terjadi perbedaan sikap dalam terhadap SI ada yang menerima dengan baik dan menolak sampai kepada yang sangat bermusuhan. Para bupati yan menolak Si ini pada umumnya cemas dengan adanya kekhawatiran kehilangan wibawa dan posisi mereka terancam. Sementara gubernur Jendral sendiri yang sebagian besara di rangkap oleh Rinkes ini bersika hati – hati dalam mempertimbangkan usul dan pendapatnya mengenai keberadaan SI ini. Dia bersikap pragmatis dimana dia sepertinya setuju dengan tujuan – tujuan yang di usung oleh Si ini tapi di sisi lain dia mengecam gerakan ini. Rinkes menulis sepucuk surat kepada Tjokroaminoto yang mengungkapkan bahwa banyak unsur – unsur busuk yang disusupkan ke dalam gerakan ini seperti banyaknya orang yang memanfaatkan nya untuk keuntungan sendiri.secara keseluruhan dia mengagap bahwa gerakan ini tidak menggembirakan. Tahun 1912 diajukan permohonan oleh Tjokroaminoto agar SI diakui sebagai badan hukum kepada gubernur Jenderal yang pada waktu itu dipegang oleh Idenburg,tetapi dia belum mengambil keputusannya. Tujuannnya yaitu agar SI ini mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan hukum perdata dan dengan pengakuan badan hukum berarti pemerintah kolonial Belanda menyetujui secara resmi perkumpulan ini.
Kongres SI tahun 1913 dilangsungkan di Yogyakarta dari tanggal 18 -20 April, yang dihadiri oleh berbagai utusan dari 80 perkumplan setempat. Yang bertujuan untuk menetapkan anggaran dasar dan memilih Centraal Comite. Pemilihan memberikan kemenangan definitif Tjokroaminoto terhadap H. Samanhudi, yang dijadikan sebagai ketua kehormatan. Tahun 1916 timbul benih perpecahan ditubuh SI, yang disesalkan oleh pers Indonesia.hal ini timbul dikalangan atas tokoh – tokoh SI seperti terutama antara Tjokroaminoto deangan Goenawan. Tetapi akibat perpecahan ini dalam jangka panjang tidak begitu berat seperti kelihatan pada awal mulanya. Karena Goenawan yang
20
mendapat dukungan dari cabang SI di Jawa Barat ini bersedia memperbaiki perpecahan ini dengan CSI. Yang terjadi dalam kongres di Bandung pada tanggal 17 – 24 juni 1916. kongres ini mendapat perhatian besar dari masyarakat. Mereka yang hadir dpada rapat – rapat umum dialun – alun sangat banyak. Dalam pelbagai pikiran tentang emansipasi yang berlaku dikalangan SI dapat dibedakan unsur – unsur berikut :
a. penolakan akan bermacam – macam prasangka negatif terhadap golongan pendudukan indonesia dan perlakuan yang tidak sama antara bangsa indonesia dengan bukan Indonesia
b. penghargaan positif tehadap identitas sendiri
c. cita – cita penentuan nasib sendiri dalam politik
d. anti kapitalisme
Perlawanan akan prasangka negatif terhadap bangsa Indonesia yang terutama seringa di jabarkan dalam reaksi – reaksi keras terhadap ucapan yang mengandung penghinaan dalam kalangan pers Eropa. Yang sering dilukiskan sebagai gerombolan orang dungu, pemalas, terbelakang, tidak mempunyai kemampuan berpikir atau sifatnya primitif. Yang sangat menghina dan menginjak harga diri bangsa Indonesia. Soal lain yang peka dalam kalangan SI adala masalah pergundikan ( konkubinat) wanita Indonesia dengan lelaki Eropa atau Cina. Orang menggap lembaga ini sebagai penghinaan terhadap wanita Indonesia dalam banyak kasus ini umumnya nyai Eropa menjadi korbannya. Pembedaan penetapan gaji orang Eropa dengan Indonesia dengan ijazah yang sama juga semakin diprotes. Pada kongres SI tahun 1915 diterima sebuah mosi yang menyatakan keberatan pihak Indonesia terhadap pembedaan standar gaji tersebut. Perlawanan terhadap perbedaan perlakuan juga tidak hanya tertuju pada kedudukan orang Eropa saja tetapi kalangan priyayi atas juga dikecam oleh SI terutama terhadap kehidupan pribadi kalangan priyayi tinggi. Yang hidup mewah, tinggi minum dan main perempuan. Sehingga menimbulkan kebencian dari kalangan SI. Dalam segi moral juga SI menganggap orang Indonesia harus menjadi manusia yang baik agar perjuangan untuk emansipasi dapat berhasil. Sehingga mencita- citakan peningkatan moral rakyat Indonesia. Dalam kongres di Surakarta tahun 1913, Tjokroaminoto melancarkan kampanye gerakan moral.
21
Keanggotaan SI ini cukup ketat, bila seseorang hendak masuk anggota itu harus bersih kelakuannya. Kepada mereka yang reputasinya buruk dikenakan masa percobaan setengah tahun, selam itu mereka harus membuktikan telah memperbaiki kelakuannya. Dan ketika masuk anggota di sumpah janji untuk tidak melakukan tindakan – tindakan yang dilarangan partai. Ada laporan gejala- gejala puritan dari cabang – cabang di Cirebon, sibuk dengan pengawasan para anggotanya. Sementara di Surabaya, orang Madura ditolak masuk anggota karena mereka umunya suka mabuk – mabukan dan cepat mengeluarkan pisau. Sementara, contoh baik tentang penghargaan akan identitas diri dalam kalangan SI terdapat dalam diri wartawan Marco. Yang dalam suatu peristiwa menimbulkan kehebohan digedung kesenia Surakarta dengan memakai pakaian Jawa bersama wanita Eropa. Sejak abad 16 di jawa telah tumbuh tiga akar yang akan menjadi sendi-sendi kekuatan masyarakat pada kemudian hari. Kekuatan pertama adalah kelompok kaum priyayi (aristocrat), kelompok ini berakar dari kebudayaan jawa-hindu. Kelompok kedua adalah kaum santri (ortodoc), keberadaannya dilatarbelakangi oleh perkembanga islam di Jawa. Kelompok ketiga adalah kaum abangan yaitu masyarakat pedesaan jawa yang masih mendukung nilai-nilai kebudayaan pada masa pra-Hindu, meski tak dapat dipungkiri bahwa islam dan hindu tetap ada dalam karekteristik kelompok ketiga ini.
Buku ini membahas tentang pergolakan yang terjai di Semarang, Khususnya perubahan-perubahan yang terjadi pada Sarekat Islam di semarang sekitar tahun 1917-1920. Perubahan yang terjadi pada Sarekat Islam semarang dilatar belakangi oleh kedaan social masyarat Indonesia yang buruk, khusunya keadaan penduduk Semarang. Pada tahun 1870 pemerintah hindia belanda membuat beberapa peratuaran baru, dimana dalam peraturan itu ada perubahan system jajahan. Yang pada awalnya seluruh kekayaan Indonesia dimonopoli oleh VOC, namun dengan adanya peraturan ini maka ada kebebasan ―menjajah‖. Modal-modal asing diperbolehkan masuk ke Indoneisa, liberalisme menjalar di Indonesia. Namun model penjajahan seperti apaun tidak dapat mememperbaiki keadaan social masyarat Indonesia. Penjajahan tetap sebuah penjajahan. Struktur masyarakat Indonesia dijawa, menjadi sebuah alat mempermudah model penjajahan ini. Para pemebesar daerah, sebuat saja lurah, bupati dan lainnya. Bukana malah membela rakyat mereka malah menjadi antek-antek penjajah. Tanah-tanah
22
pertanian yang ada di desa-desa dipakasa beralih fungsi sebagai sebuah perkebuanan, sedangkan para penduduknya secara masal dijadikan kuli. Hal itu biasanya dilakukan dengan memberikan sedikit premi pada para lurah. Sebagai dampak dari perubahan lahan tersebut, maka turunlah produksi pangan (beras), banyak sekali rakyat Indonesia yang kelaparan, wabah penyakit pun memperparah keadaan, di Semarang wabah pes menjadi salah satu penyakit yang menelan banyak korban khususnya disekitar tahun 1917. Itulah beberapa hal yang memicu ketidak percayaan masyarakat pada para aristocrat. Secara kongkrit, hal itu terlihat dari berubahanya struktur organisasi Sarekat Islam semarang pada 6 Mei 1917. struktur organisasi yang awalnya dikuasai oleh para aristocrat, kini berubah. Para pengurus sarekat islam semarang adalah orang-orang yang berasal dari kaum tani dan buruh. Komposisi kepunguruan tersebut adalah : Presiden : Semaoen Wakil presiden : Noorsalam Sekretaris : Kadarisman Komisaris : Soeparedi, Aloei, Jahja, Aldjoefri, H.Boesro, Amathadi, Mertodidjojo, Kasrin Setelah perubahan kepengurusan pada Sarekat islam. Tidak langsung ada perubahan pada system gerak kelompok tersebut. Semaoen harus mempengaruhi para pemebesar Sarekat Islam lainnya. Sebagai usaha puncak merevolusionerkan gerakan SI semarang, mulai 19 November 1917, merubah harian Sinar Hindia menjadi Sinar Djawa. Dan memasukan kaum muda mulitan sebagai pengelaola harian tersebut. Dan memutuskan bahwa harian Sinar Jawa kan lebih radikal, karena rakyat Indonesia membutuhkan cambuk untuk melakukan pergerakan dan cambuk itu adalah artikel-artikel yang berani dan terang-terangan. Agara pergerakan rakyat dapat bertambah militant dan tegas.
Sarekat Islam Semarang, berfikiran bahwa pemerintahan yang seharusnya memihak rakyat banyak malah memihak kaum kapitalis.. Kekayaan dan juga rakyat Indonesia diperas habis oleh agen-agen kapitalis barat ini. Sebagai dampak dari monopolisasi para kapitalis ini maka munculah kemiskinan di Indonesia yang melahirkan kriminalitas dikalangan rakyat Indonesia. Maka beberapa kalangan politik Indonesia, khususnya sarekatr Islam Semarang berpendapat untuk mengatasi semuanya diperlukan adanya
23
sosialisme yaitu adanya nasionalisasi perusahan-perusahan yang penting bagi hidup orang banyak Aksi-aksi sarekat islam semarang, diantaranya adalah berupaya mengngkat permasalahan tanah partikelir, Volksraad, dan maslah nasib buruk kedalam kongres nasional sentral sarekat islam (CSI) ke-2 di Jakarta, yang diselenggarakan pada 20-27 Oktober 1917. disinilah Semaoen dan pengikut SI Semarang berupaya menyebarkan fahm-faham Marxistis kepada pengikit Sarekat Islam yang lain. Hal ini mendapat pertentangan keras dari Abdoel Moeis. Namun pada kongres kali ini SI Semarang berhasil mempengaruhi setengah dari para peserta sidang. Pengaruh kelompok semarang, nampak jelas dalam program kerja yang dihasilkan dalam kongres ini. Mereka juga mengusahaka nasionalisasi perusahan-perusahan bersar. Desember 1917, SI Semarang mengadakan rapat anggota, kaum buruh diorganisasikan agar lebih militant dan mengadakan pemogokan-pemogokan terhadap perusahan-perusahan yang bertindak sewenang-wenang. Korban pertama adlah sebuah perusahan mebel yang memecat 15 orang buruhnya. Atas nama sarekat Islam, Semaoen dan kadarisman mempoklamasikan pemogokan. Mengajukan tiga tuntutan yaitu pengurangan jam kerja, selama mogok gaji dibayar penuh, setiap buruh yang dipecat diberi pesangon sebesar tiga bulan gaji. Dalam lima hari pemilik perusahan menerima tuntutan Sarekat Isalm Semarang. Pemogikan menjadi sebuah snjata ampuh bagi Sarekat islam Semarang. Selain usaha didalam, Sarekat islam semarang juga tetap aktif menentang pemerintahan kaum kapitalis seperti Indie Weerbaar dan Volksraad
Pada April 1918 SI Semarang kembali dihapi dengan masalah yang rumit, kali ini SI Semarang memotori pemogokan di sebuah harian. Tetpi pemogokan kali ini tidak berjalan baik. Ternya majikan tidak peduli dengan aksi ini, alahasil tuntutan pun tak digubris. Sampai bulan juni pemogokan masih berlangsung, SI Semarang sampai harus menurunkan dana bagi para buruh yang masih mogok, akhirnya satu persatu buruh kembali bekerja. Itu merupakan kegagalan SI Semarang secara moral. Kegagalan selanjutnya adalah ketika SI Semarang berkolaborasi dengan ISDV, dalam pemilihan Gemeente Raad. Sebagai calon adalah Senaoen, Mas Marco, Darsono, Soepardi, Kadarisman, Moh.Joesoef, Moh.Ali. kekalahan dalam pemilihan dikarenakan persyaratan memilih didasarkan atas pembayaran pajak. Hanya mereka yang memilki penghasilan
24
f600 yang memiliki hak suara. Maka rakyat kecil yang menjadi tulang punggung SI Semarang tidak memilki hak suara. Ini lah yang menjadi factor penyabab kekalahan SI Semarang dalam pemilihan. Selain menghadapi masalah-masalah diatas SI Semarang juga harus mempersiapkan diri dalam Kongres Nasional Central Sarekat Islam ke 3 yang akan diselenggarakan di Surabaya pada 29 September-6 Oktober. Wakil dari SI Semarang adalah Semaoen, Darsono, Kasrin, Kadarisman, Soepardi dan Soegeng. Dalam Kongres Nasional CSI ini juga terjadi pertentangan kembali antara abdul muis dengan Semaoen. Namun kongres tetap bias berjalan baik karena kepemimpinan Tjokroaminoto. Dari sekian banyak keputusan yang diambil dalam kongres, hal yang sangat penting adalah tekat untuk menekan kapitalisme dengan mengorganisasikan buruh-buruh di kota-kota. Ini merupakan akar perjuangan kaum sosialis refolusioner. Dari tahun ketahun kelaparan makin marak, Tjipto Mangoenkoesoemo yang merupakan anggota dari Volksraad. Menuntut pengurangan area tebu dan perbaikan nasib rakyat. Tetap tetap saja hasil dari kepurtusan Volksraad bahwa ide tersebut ditolak. Padhal sudah jelas bahwa rakyat sudah sangat menderita. Penolakan tersebut membenarkan pemikiran semaoen bahwa tidak ada gunanya percaya pada pemerintah yang jelas-jelas mendukung agen kapitalis. Bulan September 1918 Sarekat Islam kembali melaksanakan sidang, kali ini hanya dihadiri oleh 10 orang. Dalam sidang ini diputuskan membentuk sebuah badan yang menyokong tokoh-tokoh pergerakan rakyat, termasuk mereka yang berada diluar Sarekat Islam. Selain itu sidang ini ini juga menghasilakn konsep-konsep dari buah pemikiran semaoen, diantaranya penolakan atas Indie Weebaar, perdamaian dengan kaun tionghoa, dan pengangkatan Sneevliet sebagai perwakilan SI di Nederland. Pada peretemuan ini SI semarang yang diwakili oleh Semaoen telah mendominasi jalannya rapat.
Pergerakan memang mulai beraling ke arah kiri, ini merupakan kemenangan SI Semarang. Sekaligus menekankan bahwa perjuangan mereka akan semakin berat. Pemerintah semakin waspada terhada SI Semarang, pemerintah mulai mengadakan penangkapan–penangkapan kepada para aktivis sosialis-revolusioner. Desember 1918, Sneevliet dikembalikan ke eropa, kemudian menyusul Darsono, douwes dekker,
25
semaoen, mas Marco. Mereka dituduh telah menyebarkan tulisan-tulisan yang menyatakan kebencian terhadap pemerintah. Keadaan rakyat yang semakin buruk, penindasan yang semakin keras, dan aktivitas-aktivitas luar biasa SI Semarang, dengan sendirinya berjalan beriringan dan munculah letupan-letupan dari kesemuanya itu. Peristiwa Toli-Toli dan Cimamere. Dalam peristiwa Cimamere, Sostrokardono yang merupakan sekretaris central sarekat islam dituduh terlibat. Maka Sarekat Islam dituduh terlibat dalam gerakan untuk menumbangkan kekuasaa belanda. SI semarang memanfaatkan peristiwa tersebut untuk semakin mengerahkan massa, Maka tekanan terhadap Sarekat Islam semarang pun semakin keras pula. Melihat para anggota SI semarang yang telah ditangkap akibat peristiwa ini (Semaoen, darsono, Partoatmodjo) maka dapat diperhitungkan bahwa mereka tidak akan bisa hadir dalam Kongres Nasional CSI yang ke 4. Namun diluat perkiraan, ternya mereka yang tidak hadir tetap memperoleh tempat dalam kepengurusan yang baru. Tak hanya itu, masuk juga Alimin, soekarni yang merupakan tokoh ISDV masuk sebagai pimpinan dalan CSI. Ini membuktikan bahwa kerjakeras Semaoen dalam CSI telah menuai hasil. Dan ini merupakan salah satu bukti SI telah bergeser, menjadi sebuah organisasi pergerakan nasional. Selain itu hubungan dengan Tionghoa pun membaik, padahal jelas SI pada awalnya adalah sebuah organisasi perdagangan yang melindungi para pedagang pribumi dari para peagang asing (tionghoa). Pada gera selanjutnya orang-orang Tionghoa ini akan menjadi donatur bagi pergerakan SI Semarang. SI Semarang dibawah asuhan Semaoen merupakan salah satu cikal bakal gerakan sosialis di Indonesia. Sebagai perwujudan resmi dari gerakan sosilis di Indonesia dibentuklah PKI yang merupakan kelanjutan dari ISDV. Dalam pembentukan ini pun Semaoen, Darsono, Sneevliet turut ambil bagian. Maka merekalah yang merupakan agen sosilis-revolusioner yang memimpin pergerakan kaum sosilis di Indonesia .
Sekitar tahun 1914, atas prakarsa BO diselenggarakan pertemuan sejumlah perwakilan dari organisasi Indonesia. Yang membicarakan langakah apa yang harus dilakukan apabila terjadi agresi terhadap Indonesia. Terjadi perbedaan sikap mengenai hal tersebut. Tjokroaminoto sebagai perwakilan Si bersikap hati – hati terhadap ususl – usul BO. Sementara dalam pers SI sendiri terdapat perbedaan, ada yang mendukung BO
26
dengan memberikan bantuan kepada Belanda tapi ada juga yang menolak secara keras usul tersebut. Selain itu, masalah Dewan Rakyat yang akan dibentuk pada tahun 1917, beliau berkata bahawa dewan itu tidak bisa disebuat ideal. Sikap para pemimpin SI, yang selalu mengemukakan perlunya perjuangan dengan menempuh jalan revolusi dalam mencapai cita – cita. Tetapi Oetoesan Hindia menulis artikel bahwa perjuangan ini tidak harus dengan jalan revolusi yang sering menmbilkan kekerasana adan anarki tetapi ada cara lain yaitu dengan perjuangan damai secara diplomatis. Dalam aspek keagamaan , SI ini sudah terlihat sejak awal dengan cita – cita pebaruan agama. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan, sampai sejauh mana SI ini sebagai gerakan keagamaan dan peranannya?menuurut sebagian besar pengamat Eropa, agama dalam Si ini tidak merupakan faktor penting. Snouck H. menganggap SI bukan perkumpulan keagamaan, tetapi hanyalah lembaga yang berfungsi sebagai alat pengikat sosial politik yang membedakan bangsa Indonesia dengan bukan Indonesia. Tetapi pendapat – pendapat tersebut tidak mempunyai dasar. Dala kalangan SI terdengar banyak ucapan yang memperkuat kesan – kesan Snouck dan kawan. Di Indonesia sendiri kebanyakan gerakan milenarisme ini bersifat mesianistis, yaitu percaya akan tercipta suatu negara yang tentram dan damai oleh seorang juru selamat. Di tradisi Jawa sendiri tokoh tersebut dikenal dengan Ratu Adil, yang pada suatu ketika akan membawa kemakmuran yang berlimpah ruah. Selanjutnya gerakan milinerisme di Indonesia ini mempunyai ciri dalam kepustakaan tentang gerakan primitif di sebut juga dengan istilah ― Nativisme ―. Pengertian ini mencakup berbagai hal yang menunjukan adanya kebencian yang kuat terhadap penguasa asing, yang dianggap bertanggung jawab akan keruntuhan masyarakat sekarang berlangsung. Milenarisme Indonesia juga telah mengalami pengaruh Islam yang kuat. Agama Islam mengenal ajaran eskatologi yang menyatakan bahawa masyarakat yang sempurna akan dibawa oleh mesis Islam yaitu Imam Mahdi. Harapan akan kedatangannya ini telah merasuk agak dini, kira – kira sejak abad ketujuh belas dan berbaur dengan ajaran dan harapan agama Hindu.
Banyak berita mengenai gejala milenarisme dalam gerakan Sarekat Islam juga mempunyai sifat ― didaerah ini tedapat macam – macam desas – desus ―; disini beredar
27
macam – macam kabar burung ― ; dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar keterangan tentang aspek milenarisme gerakan tersebut menjadi agak kabur dan mungkin sekali juga tidak selalu diandalkan. Yang akhirnya ini bukan saja disebabkan oleh tingginya sumber tetapi juga karenakeadaan bahwa banyak berita mengenai segi – segi milenarisme gerakan ini berasal dari kalangan swasta Eropa atau Cina. Justru para informan ini rupanya ada kecenderungan untuk menambahi segi negatif gerakan ini , dan seperti itu pulalah terutama gerakan nativisme – milenarisme ini dianggap berlebihan. Bagaimanakah reaksi sikap pemimpin SI terhadap gejala milenarisme dalam gerakan tersebut ? pada umumnya mereka menolak, ada laporan tentang penyambutan Tjokroaminoto oleh rakyat Situbondo merupakan bukti bahawa beliau tida menerima peranan mesiah yang diberikan orang kepadanya. Pada kesempatan yang sama para pemimpin SI yang lain memperingatkan jangan mempercayai omongan para propagandis milenaristis. Ia mengingatkan kepada suatu pemberontakan milenaristis terkenal yang, ― banyak menumpahkan darah orang yang tak berdosa ―. Dibandingkan dengan gerakan emansipasi lainnya, SI sangat aktif dan menunjukan sifat yang luar biasa dinamis. Kegiatan SI praktis dapat dibagi dalam kategori berikut. Pertama, kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kedudukan para anggota, seperti pembentukan toko – toko koperasi dan usaha lainnya. Inilah kegiatan Si yang paling menonjol dalam periode awal berdirinya. Para anggota dianjurkan mengumpulkan uang untuk membentuk toko – toko koperasi, agar mereka memperoleh kebutuhan sehari – hari dengan haraga murah.disamping itu juga merencanakan proyek yang hebat seperti mendirikan perusahaan bank dan asuransi, serta perusahaan ekspor – impor. Yang dimaksudkan untuk menyaingi kantor dagang Eropa dan Cina. Pada tingkat SI lokal pun terdapat proyek – proyek demikian, tetapi pada umumnya kegiatan ekonomi ini kurang berhasil. Kebanyakan perusahaan itu dalam jangka waktu yang tidak lama jatuh pailit. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pengetahuan ekonomi pada pemimpin Si, pengurusan perusahaan yang buruk, terlalu mudahnya memberikan kredit, langkanya modal dan hanya sedikit peredaran. Kadang – kadang juga korupsi dan penyelewengan.
28
Kedua meniadakan keluhan dan memperjuangkan perubahan dalam bidang pemerintahan, peradilan, pendidikan umum dan politik keagaman pemerintah. Bentuk kegiatan untuk meningkatkan derajat rakyat Indonesia ielah memajukan pendidikan yang memekarkan SI. Walaupun usaha ini pada awal periode agak dipinggirkan, karena lebih fokus pada kegiatan ekonomi. Rencana untuk perbaikan pendidikan, berangsur – angsur berkembang dan sesudah tahun 1914 kian mendapat perhatian. Dalam kalangan SI terdapat perhatian yang besar untuk kegiatan pendidikan ini yang diusahakan perkumpulan Arab Djamiat Chair.yang apada kesempatan pada pertemuan di cabang SI Jakarat, mereka menyampaikan uraian tentang pendidikan dan kemajuan.dikemukakannya, sekolah – sekolah perkumpulan sebagai contoh bagi SI. Pada perkembangan selanjutnya, banyak didirikan sekolah – sekolah Si, sehingga hal ini menimbulakn adanya kekurangan tenaga – tenaga guru. Sejak tahun 1915 didirikanlah suatu pendidikan guru berdasarkan agama untuk mendidik jenis tenaga pengajar seperti ini, yang merupakan program utama tingkat CSI di bidang pendidikan. Jenis kegiatan yang dilakukan SI untuk meningkatkan anggotanya dalam memajukan kehidupan beragama. Dengan program yang diusulkan oleh CSI Ardiwinata pada kongres 1916, yang mengusulkan untuk mendirikan langgar – langgar dan menggaji pegawai yang diperlukan untuk ini;menyelengarakan ceramah soal – soal agama dan menerbitkan karya keagamaan dala bahasa daerah diIndonesia. Sementara untuk meniadakan keluhan dan mengusahakan perubahan dibidang pemerintahan, peradilan, pendidikan umum dan politik agama pemerintah.yang petrtama ialah perbaikan dalam pemerintahan desa, karena arti masyarakat desa memiliki arti penting dalam perkembangan politik pemerintahan Indonesia.seperti peningkatak pendidikan nya dengan di bangunya sekolah desa yang disesuaikan dengan kebutuhan rakyat petani. Dibidang peradilan, keluhan mengenai pengadilan kepolisisn yang diIndonesia dilakukan oleh pamong praja. Hal ini mnyebabkan tiadak adanya pemisahan anatar kekuasaan hakim dan administrasi. Tahun 1914 terjadi perubahan reorganisasi mengeni hal tadi diatas. Tapi menurut CSI pelaksanaan perubahan tesebut masih sangat lambat. Sehingga mereka meminta agar dengan segera melakukan perubahan secara cepat, karena hal inimenyebabkan adanya ketidakpastian dikalangan rakyat Indonesia.
29
Yang ketiga, meniadakan keluhan – keluhan dalam bidang keuangan dan ekonomi.alam , kegiatan SI lebih fokus pada masalah pajak dan kerja rodi yang banyak terjadi diluar Jawa. Pada kongres Bandung Tahun 1916, dibicarakanlah masalah tersebut. Berbagai keluhan banayk dikemukankan oleh para peserta. Dan meminta agar pemerintah segera membentuk cokite untuk menyelidiki masalah tersebut. Sementara di Jawa sendiri terdapat masalah dan keluhan mengenai tekana dan intervensi oleh perusahaan swasta untuk menyewa tanah mereka dengan harga yang murah kepada pabrik. Tetapi, sebagian besar besar kegiatan dan rencana SI ini gagal. Gerakan koperasi tidak banyak hasilnya. Kebanyakan perusahan pailit. Contoh yanglain, dalam bidang pendidikan . rencana sekolah guru tidajk juga dimulai walaupun telah dikemukakan dengan begitu semangat. Banyak persoalan yang menyebabkan hal tersebut tidaka berjalan. Seperti ketiadaan dana dan tidak adanya kader yang mampu. Bagaimana halnya dengan sukses yng dicapai dalam bidang mengatasi keluh – kesah, persoalan yang merupakan tanggung jawa pemerintah, disini pun tidak terdapat hasil yang hebat. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak cepat tanggap kepada permasalahan yangdiajuakn oleh SI. Akibatnya, banyak pemimpin dan anggota tahun demi tahun menjadi lebih kecewa. Mereka yang belakangan ini menyatakan perasaan kedongkolannya dengan cara meningalkan gerakan tersebut.hanya sedikit yang diperoleh dari jerih payah yang dilakukan oleh pemimpin – pemimpin SI. Tindakan permusuhan yang dilakukan oleh para pengikut sarekat Islam bermcam-macam bentuknya dan berbeda-beda, mulai dari melontarkan ejekan kecil sampai kepada melakukan tindakan-tindakan kekerasan jasmani yang gawat. Ini ditunjukan baik kepada wakil-wakil golongan penduduk sendiri maupun terhadap golongan penduduk lain, terutama orang cina. Memang konflik anatar mereka dan orang-orang SI rata-rata lebih dasyat sifatnya daripada antara pengikut SI dan wakil golongan penduduk yang lain.
Upaya pertama SI untuk melakukan penyebaran adalah dengan membentuk dan mnyempunakan anggaran organisasi pada tahun 1912 di Surabaya. Pada kongres 1913 di Surabaya SI lebih menyempurnakan lagi oragnisasinya. Selanjutnya di Jawa perkumpulan ini terbagi menjadi tiga cabang utama yang disebut departemen masing-masing yaitu jawa barat, jawa tengah dan jawa timur. Pada juni 1913 SI mendapat badan hukum dari Gubernur Jenderal Idenburg. Luas cabang dari SI biasanya sama dengan luas
30
kabupaten. Organisasi ini memiliki tingkatan dalam organisasi dan juga penyebarannya semakin kecil lingkungannya semakin rendah tingkatannya.
D. Indische Partij
Keistimewaan IP adalah usianya yang sangat pendek, tetapi anggaran dsarnya dijadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ni didirikan oleh E.F.E Douwes Dekker di Bandung pada 25 Desember 1912. IP adalah organisasi campuran yang menginginkan kerjasama orang Indo dan Bumiputera. Gerakan IP sangatlah mengkhawatirkan pemerintah Kolonial Belanda, karena IP brsifat radikal dalm menuntut kemerdekaan Indonesia. Keadaan itu yang menyebabkan pemerintah bersikap keras terhadap IP permohonan IP untuk mendapatkan badan hukum sia-sia belaka dan organisasi ini dinyatakan sebagai partai terlarang sejak 4 Maret 1913. para pemimpin IP pun ditangkap dan dibuang ke tempat-tempat yang jauh. Usia IP sangat pendek, namun ―bagaikan sebuah tornado yang melanda Jawa‖. Oleh penerusnya setelah IP dibubarkan dan pimpinannya di buang kemudian organisasi itu bernama Insulinde. Pada decade 1920-an kondisi pergerakan nasional telah mengalami berbagai perkembangan. Perkembangan tersebut, bukan saja karena usia pergerakan nasional telah belasan tahun, akan tetapi bidang-bidang yang dimasuki oleh kaum pergerakan sudah menekuni bidang-bidang politik yang pada periode sebelum Perang Dunia I tidak banyak dibicarakan, atau lebih tepat dikatakan belum menjadi perhatian utama, kecuali bagi Indische Partij yang sejak awal berdirinya telah cenderung ke arah politik. Sedangkan bagi Boedi Oetomo (BO) dan Sarekat Islam (SI) pada masa pembentukkannya belum menyentuh program politik. Sebab-sebab khusus dari pembentukan kedua organisasi tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat yang belum memungkinkan melakukan pembicaraan-pembicaraan politik. Baik BO maupun SI memang orientasinya masih di luar lapangan politik.
Jika membandingkan BO dan SI secara khusus keduanya dilatarbelakangi oleh hal-hal yang berbeda. Yang pertama dilatarbelakangi oleh mendesaknya bidang pendidikan, sedangkan bagi yang kedua, factor ekonomi pada mulanya sangat dominant. Oleh karena itu, BO orientasinya ke bidang social budaya dengan tujuan ―kemajuan yang harmonis buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian,
31
peternakan, dan dagang, teknik, industri, kebudayaan‖ (Pringgodigdo, 1980: 1). Sedangkan SI memiliki tujuan ―mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan, dan tolong menolong (Pringgodigdo, 1980: 5). Walaupun keduanya berangkat dari adanya perbedaan-perbedaan, akan tetapi peristiwa Perang Dunia I telah mengubah haluan keduanya. Indie Weerbaar yang membawa dampak politik bagi kaum pergerakan, yaitu dibentuknya Volksraad merupakan contoh adanya perubahan garis kebijakan organisasi. Di samping itu, BO, SI, Insulinde, dan ISDV mendirikan Radicale Concentratie dalam Volksraad yang menuntut dibentuknya Majeis Nasional sebagai ―parlemen pendahuluan‖ untuk menetapkan Undang-Undang Dasar Sementara. Radicale Concentratie ini pada hakekatnya merupakan konsentrasi yang pertama pada masa pergerakan nasional. Meskipun anggota-anggotanya terbatas pada beberapa organisasi, akan tetapi konsentrasi tersebut telah melakukan hal-hal yang terbaik khususnya bagi kaum pergerakan, dan bagi rakyat Indonesia pada umumnya. Tambahan pula, badan tersebut merupakan cikal bakal bagi berdirinya konsentrasi nasional pada decade berikutnya. Beberapa kejadian penting yang melatarbelakngi pendirian konsentrasi nasional adalah apa yang dikatakan Kartodirdjo (1990) sebagai radikalisasi pergerakan nasional. Radikalisasi ini oleh Pringgodigdo (1980: 25), terlihat pertama kali ketika pada tanggal 23 Mei 1920 berdiri Partai Komunis Indonesia (PKI). Pendirian PKI sendiri sesungguhnya banyak didukung oleh Komunistische Internationale pasca Revolusi Rusia. Oleh karena itu, sesuai dengan sikap dan aksi gerakan, PKI dengan orang-orangnya yang mantan anggota SI yang dipecat karean berlakunya disiplin partai, dalam gerakan radikalisasinya bukan cuma ditujukan kepada pemerintah colonial, akan tetapi juga ditujukan kepada organisasi lain. Pada kongres istimewa, 24 Desember 1920, Semaun sebagai pemimpin PKI menuduh SI sebagai pergerakan rakyat yang menyokong kapitalisme (Pringgodigdo, 1980: 26).
Aksi-aksi PKI oitu mencapai puncaknya pada tahun 1926 dengan melakukan pemberontakan. Pringgodigdo (Pringgodigdo, 1980: 32) menulis, kaum komunis melakukan pemberontakan di Jakarta dan Tanggerang (12 – 14 November 1926), di Banten (12 November – 5 Desember 1926), di Priangan (12 – 16 November 1926), di
32
Solo (17 – 23 November 1926), di Kediri (12 November – 15 Desember 1926), dan baru pada tahap rencana untuk daerah-daerah Banyumas, Pekalongan, dan Kedu. Sedangkan di Sumatera pemberontakan ini biasa disebut Pemberontakan Silungkang, Januari 1927 (Dimjati, 1951: 23). Meskipun pemberontakan itu gagal, akan tetapi dampaknya sangat besar, yang kena hukuman pembuangan ke Digul misalnya, buka hanya orang-orang PKI, melainkan banyak anggota pergerakan yang bukan PKI kena getahnya. Akibat pemberontakan itu pula PKI beserta onderbouwnya dilarang Pemerintah Kolonial. Bagi PKI sendiri, tidak ada kata menyesal atas kegagalan itu; tidak ada korban yang percuma (Dimjati, 1951: 25). Terlepas dari aktivitas yang dilakukan PKI, Pemerintah Kolonial melakukan berbagai tindakan yang reaksioner. Sebagaimana dikatakan di atas, banyak orang yang bukan komunis pun ditangkap dan dibuang. Hal ini berarti ada jalan bagi Pemerintah Kolonial untuk bertindak semena-mena terhadap kaum pergerakan. Dalam artian, bahwa Pemerintah Kolonial mencari-cari kesalahan siapa saja yangmenentang kebijakannya. Sementara itu, hal yang tidak bias dikesampingkan juga dalam periode ini adalah kebijakan Gubernur Jenderal (GJ) yang memerintah selama dasawarsa ini. Oleh karena itu, pembahasan mengenai kebijakan GJ dan terutama mengenai sikapnya terhadap kaum pergerakan akan memperjelas kondisi pergerakan nasional selama tahun-tahun 1920-an. Sepeninggal GJ Van Limburg Stirum (1916 – 1921) yang terkenal dengan November belofte-nya, Hindia Belanda diperintah oleh GJ Mr. Dirk Fock (1921- 1926). GJ yang baru ini sengaja didatangkan ke Batavia dalam rangka mengatasi maslah keuangan dan politik. Da;lam bidang keuangan, GJ Van Limburg Stirum dianggap sebagai Gj yang gagal karena borosnya pengeluaran uang. Karena keborosannya, pada akhir jabatannya dalam keadaan yang rugi, sehingga harus menutupi kekurangan itu dengan sejumlah uang yang tidak sedikit (Koch, 1951: 93 – 94). Namun demikian, keadaan yang demikian itu juga tidak sepenuhnya merupakan kesalahannya sendiri, melainkan kebijakan atasannya, Menteri Simon de Graaf yang tidak menggubris rencana Van Limburg Stirum untuk melakukan perubahan dalam pengaturan pemungutan pajak. Adapun usul Van Limburg Stirum itu baru di laksanakan oleh de Graaf setelah Van Limburg Stirum habis masa jabatannya.
33
Kedaan keuangan ini nyata sekali sangat menguntungkan Dirk Fock. Berdasarkan komisi penyeidik mengenai tekanan atas pajak terhadap rakyat Jawa dan madura, maka sejak tahun 1922 pemerintah telah mendapat keuntungan yang besar. Komisi yang diketuai oleh Meyer Ranneft-Huender (Koch, 1951: 94 – 97) melaporkan bahwa, pajak yang dipungut dari rakyat dalam tahun 1919 – 1920 hanya sebesar f 23,5 – f 24 juta. Sedangkan tahun 1922 naik menjadi f 28,1 juta; tahun 1923 mencapai f 31,7 juta dan tahun 1924 memperoleh f 32,8 juta. Angka-angka di atas merupakan jumlah yang besar karena memang di balik penderitaan rakyat itu, pemerintah memungut pajak rata-rata 4 % dari penghasilan untuk daerah luar Jawa dan Madura, dan sampai 5 % atau rata-rata 10 % untuk Pulau Jawa dan Madura. Di samping intensifikasi pajak, keuntungan yang diperoleh pemerintah menunjukkan angka kenaikan, yaitu dari f 32,8 juta pada tahun 1919 menjadi f 59,3 juta pada tahun 1924. bahkan, keuntungan dari minyak, kayu api, dan tembakau kenaikannya mendekati 100%, yaitu sebanyak f 13,3 pada tahun 1919 juta, sedangkan pada tahun 1924 keuntungan mencapai 24,9 juta. Selanjutnya, Komisi Meyer Ranneft itu melaporkan bahwa, kenaikan financial yang diperoleh itu tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sungguh ironis sekali, ketika rakyat sedang tertindas oleh beratnya berbagai kewajiban, termasuk pajak, pemerintah malah ingin segera menutupi kekurangan anggaran. Akibatnya, semakin lebarlah gap antara Nederland dan Hindia Belanda. Seorang anggota Volksraad, Wessing, dalam siding tahun 1926 menggambarkan kondisi keuangan Hindia Belanda bahwa, jika dipandang dari kas negara, boleh dikatakan bahwa pemerintah telah melakukan hal yang semestinya. Akan tetapi, janganlah lupa bahwa, keuntungan yang diperoleh dengan menjerumuskan rakyat ke lembah kemiskinan (Koch, 1951: 94 – 97).
Dari laporan di atas, jelas sekali bahwa, kebijakan GJ Dirk Fock itu benar-benar telah membawa kesengsaraan bagi rakyat. Hal itu dilakukan juga pada bidang politik. Dalam bidang tersebut, dia terkenal sebagai seorang yang bertangan besi. Meskipun pada mulanya ia menamakan seorang etisch, akan tetapi pada kenyataannya bertolak belakang dengan idealismenya. Sebagai contoh dapat dikatakan kritiknya terhadap GJ Van Limburg Stirum bahwa, segala kekacauan dan kegelisahan yang terjadi di Hindia Belanda adalah karena ucapan pemerintah yang tidak masuk akal. Pernyataan Van Limburg
34
Stirum yang menjanjikan perubahan dalam struktur Volksraad pada tanggal 18 November 1918 – November belofte dikritik Dirk Fock sebagai telah membangkitkan semangat rakyat untuk memberontak. Ucapannya itu dilaksanakan secara nyata pada masa pemerintahannya dengan membungkam berbagai gejolak: pemogokan-pemogokan buruh buruh antara tahun 1922 dan 1923, baik di pegadaian maupun pegawai kereta api segera ditumpasnya. Demikian pula pada tahun 1925 terhadap pemogokan pegawai pabrik mesin kapal di Surabaya. Akibatnya, Dirk Fock mengeluarkan instruksi kepada setiap residen yang disebut ―mandate blanko‖ yang tujuannya boleh melakukan tindakan seperlunya tanpa harus menunggu perintah GJ. Gambaran di atas menunjukkan Dirk Fock sebagai GJ yang reaksioner terhadap kaum pergerakan nasional dan kemajuan rakyat Hindia Belanda. Sementara itu, pengganti Dirk Fock adalah Mr. Andries Cornelis Dirk de Graeff, seorang GJ bangsawan yang berperasaan halus. Oleh karena itu, kebijakannya diharapkan tidak seperti pendahulunya, demi menarik simpati rakyat Hindia Belanda. Seperti yang dijelaskan di atas, Dirk Fock telah banyak mengorbankan rakyat. Sebaliknya, de Graeff berpendirian bahwa, dia akan memperkenankan kehendak kaum nasionalis asal tidak membahayakan Nederland. Akan tetapi, ketika baru beberapa bulan bertugas, dan terjadi pemberontakan yang dilakukan PKI, maka de Graeff segera mengambil tindakan yang sangat bertentangan dengan pendiriannya semula. Bahkan, sesunggunya dialah yang menciptakan pembuangan Digul, di samping menghukum mati beberapa pemberonyak (Koch, 1951: 117). Kejadian ini merupakan suatu pertanda bahwa, idealisme setinggi apa pun untukmemajukan rakyat Hindia Belanda, khususnya kaum pergerakan nasional, tidak pernah terjadi karena semua GJ mempunyai tugas yang sama, yaitu menomorsatukan kepentingan Kerajaan Belanda. Konsekuensinya adalah setiap pergerakan yang ada, yang sudah tentu membahayakan pemerintah kolonial, akan ditumpas. Kebijakan lain yang sangat nyata adalah penangkapan terhadap para pimpinan PNI, Ir. Soekarno dan kawan-kawan yang dianggap sebagai orang-orang radikal.
Walaupun demikian, pada dasawarsa 1920-an ini ada beberapa kemajuan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kehendak untuk bersatu di kalangan kaum pergerakan
35
muncul pada bulan September 1926 melalui Komite Persatuan Indonesia, yang di dalamnya bergabung studieclub-studieclub, SI, Muhammadiyah, JIB, Pasundan, Persatuan Minahasa, sarekat Ambon, dan Sarekat Madura. Tantangan yang datang dari pemerintah kolonial yang reaksioner merobek-robek persatuan Indonesia dijawab dengan munculnya konsentrasi nasional pada pertengahan Desember 1927, Permufakatan Perhimpunan Partij-partij Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang dipelopori oleh PNI. Di samping itu kalangan pemuda menyelenggarakan kongres tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda, juga pada tanggal 27 Januari 1930, Moh. Husni Thamrin dalam Volksraad mendirikan Fraksi Nasional. Kesemuanya itu merupakan upaya kaum nasionalis dalam menentang kebijakan pemerintah kolonial. Kondisi ini, sudah barang tentu, menjadi preseden bagi periode 1930-an. BAB III ORGANISASI AGAMA
A. Reformasi dan Modernisme
Reformisme dan modernisme timbul pada abad XIX di negara-negara Islam Asia Barat, yang merupakan reaksi atas tantangan Barat. Gerakan ini berpusat di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir dan pimpinannya adalah Jamaluddin al Afghani. Gerakan ini datang di Indonesia berkat tokoh-tokoh berpengaruh bernama Muhammad Iqbal dan Amir Ali. Gerakan ini ingin mencari nilai-nilai yang dianggap sesuai dengan zaman modern. Reformisme Islam dapatlah dianggap sebagai gerakan emansipasi keagamaan dan agamanya dihargai sepenuhnya oleh orang Barat. Akibatnya nasionalisme berdasarkan agama Islam meluas, termasuk Indonesia. Reformisme dan modernisme Islam masuk ke Indonesia pada abad yang lalu dan awal abad ini. Di Indonesia, reformisme dilakukan oleh sekelompok masyarakat Arab Hadramaut dan orang Muslim India.
1. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Akhmad Dahlan di Yogyakarta tanggal 18 Nopember 1912, organisasi ini bertumpu pada cita-cita agama. Sebagai aliran modernis Islam, organisasi ini ingin memperbaiki agama umat Islam Indonesia. Agama Islam sudah tidak utuh dan murni lagi karena pemeluknya terkungkung dalam kebiasaan yang menyimpang dari asalnya yaitu Kitab Suci Al Qur‘an. Dorongan dari
36
luar yang melahirkan organisasi modernis Islam itulah politik kolonial sendiri terhadap pengembangan agama Islam yang menginginkan agar agama Islam tetap tidak murni dan utuh. Karena itu kembalinya ke agama yang murni dan utuh mengkhawatirkan pemerintah karena pemerintah tidak dapat mencampuri dan mengawasi perkembangan organisasi sesuai dengan kepentingan pemerintah. Muhammadiyah menekankan perjuangan sosio-religius, segi-segi pengembangan masyarakat pada organisasi yang terakhir itu menjadi perhatian utama karena pada dasarnya kehidupan sosio masyarakat masih sangat terbelakang. Untuk memajukkannya diperlukan perbaikan yang mencakup bidang keagamaan, pendidikan dan kemasyarakatan. Pembaharuan di bidang keagamaan adalah memurnikan dan mengembalikan sesuai dengan aslinya sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Al Qur‘an. Pendidikan mempunyai fungsi penting karena dengan pendidikan pemahaman tentang Islam mudah diwariskan kepada generasi berikutnya. Sistem pendidikan dibangunnya dengan cara sendiri dengan menggabungkan cara tradisional dan modern. Bidang kemasyarakatan yang ditempuhnya adalah dengan mendirikan rumah sakit, poliklinik, rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial ini ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923 dan ini merupakan bentuk kepedulian sosial dan tolong menolong sesama muslim.
2. Ahmadiyah
Organisasi modernis Islam Gerakan Ahmadiyah Indonesia didirikan oleh Mirza Wali Ahmad Beid pada bulan September 1929. Organisasi ini mendasarkan pada Qur‘an sebagai kitab suci yang menjadi sumber dan arah hidup terbaik, adanya keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi penutup dan manusia harus mengikuti contoh perbuatannnya, dan mengakui adanya pembaharu (mujaddid) setelah Nabi Muhammad yaitu mihrad Mirza Ghulam Ahmad adalah salah seorang mujaddid.
Organisasi ini timbul karena adanya pengaruh dari Ahmadiyah Kadian, India yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang mengakui sebagai mujaddid pada tahun 1884. Ahmadiyah menekankan kewajiban manusia untuk bertindak baik dengan penuh persaudaraan, hormat-menghormati, ramah, dan lain sebagainya.
37
Ahmadiyah di Indonesia tidak mencampuri politik dan hanya mempersoalkan prinsip-prinsip keagamaan dalam Islam dan pengaruhnya banyak di kalangan pemuda dan pelajar yang berpendidikan Barat. Ahmadiyah di Indonesia banyak mendapat pengaruh dari Lahore karena keduanya mencari titik temu dalam mengembangkan nasionalisme masing-masing.
3. Al-Irsyad dan Partai Arab Indonesia
Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab. Kelompok sayid yaitu kelompok yang mengaku keturunan Nabi tetap mengelola Khai , sedangkan kelompok yang bukan keturunan sayid mendirikan perkumpulan Al-Irsyad pada tahun 1914. Dengan bantuan seorang alim bernama Syekh Ahmad Surkati, asal Sudan, yang semula mengajar di Jamiyatul Khai meneruskan usaha di bidang pendidikan Al-Irsyad. Keturunan Arab di Indonesia jumlahnya cukup banyak sehingga perlu diberi wadah dalam partai khusus, lebih-lebih karena mereka merasa di lahirkan di Indonesia dari wanita Indonesia pula. Karena itulah AR Baswedi mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934.
4. Aliran-aliran Islam Modern Lain
Pada awal abad XX di Saudi Arabia terjadi gerakan wahabi yang dipimpin oleh Raja Abdul Aziz Ibn Saud. Pada tahun 1914 Syekh Akhmad Surkati mendirikan perkumpulan Al Irsyad. Sementara itu ada pihak yang tidak sependapat dengan Akhmad Surkati tentang madzhab mendirikan organisasi sendiri yang disebut Ar Rabithah Al ‗Alawiyah. Organisasi yang sehaluan dengan Al Irsyad yaitu Muhammadiyah, Persis, Thawalib sedangkan yang bersimpati dengan Ar Rabithah yaitu Persatuan Tarbiyatul Islamiyah, Jam‘iyatul Washliyah, Musyawaratut Thalibin (Chadidjah Nasution, 1970).
Thawalib. Keadaan masyarakat di Sumatera Barat awal abad XX sangat menyedihkan karena pencemaran terhadap Islam makin meluas. Faktor internal dan eksternal menyebabkan perlunya pemurnian ajaran agama Islam. Sekelompok pemuda yang belajar pada Syekh Akhmad Khatib di Mekah membawa pemikiran Islam modern yang digerakkan oleh Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh. Majalah dan surat kabar dari luar berhasil masuk dan mem pengaruhi anak- anak yang mengaji di surau. Semua ini merupakan penyebab lahirnya Sumatera Thawalib
38
pada tahun 1918. Organisasi ini bertujuan untuk mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan dan pekerjaan yang berguna bagi kesejahteraan dan kemajuan dunia dan akhiratmenurut Islam. Kemudian organisasi itu berubah menjadi Persatuan Muslim Indonesia yang memperluas tujuannya ―Indonesia Merdeka dan Islam Jaya‖. Islam dan kebebasan dijadikan azas partai ini karena; pertama, organisasi itu ingin merebut anggota dari partai yang sangat besar pengaruhnya pada waktu itu, yaitu PSII yang berazaskan Islam dan PNI yang berazaskan kebangsaan. Kedua, Islam dan kebangsaan tidak bertentangan sama sekali dan ―cinta tanah air‖ adalah ―bagian dari iman‖, dan ketiga, organisasi ini berharap memperoleh dukungan dari anggotanya untuk membasmi kemungkaran dan penindasan sampai tercapai tujuan politiknya ―Indonesia Merdeka dalam Islam Jaya‖. Organisasi Sumatra Thawalib khususnya bergerak di bidang pendidikan dan politik dengan cepat meluas ke seluruh Sumatra Barat. Sebagai organisasi terbesar dengan politiknya yang radikal terpaksa menghentikan kegiatannya pada tahun 1936 karena terkena larangan pemerintah. Perjuangan organisasi itu diteruskan secara perseorangan baik di Sumatra Barat maupun di tempat lain. Persatuan Tarbiyatul Islamiyah (Perti). Organisasi ini didirikan oleh ulama-ulama di Sumatra Barat yang tidak setuju dengan Thawalib antara lain Syekh Sulaiman ar Rasuly. Ia mengatakan bahwa pendalaman bahasa Arab diperlukan untuk memenuhi panggilan ijtihad. Organisasi ini bermadzab Syafi‘i dan mematuhinya secara konsekuen. Kegiatan utamanya dalam bidang pendidikan adalah mendirikanmadrasah. Komunikasi dengan anggotanya dilakukan melalui majalah SUARTI (Suara Tarbiyatul Islamiyah), Al Mizan (bahasa Arab) dan Perti Bulletin. Organisasi ini tidak bergabung dengan organisasi lain dan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia berdiri sebagai politik dengan nama Partai Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Persatuan Muslimin Tapanuli (PMT). Organisasi ini didirikan dengan alasan yang sama dengan PERTI, berupa penolakan terhadap pemakaian madzhab dalam Thawalib pada tahun 1930. Syekh Musthafa Purbabaru adalah pendirinya dan setelah kemerdekaan organisasi ini bergabung dengan Nahdlatul Ulama yang menebar di Sumatra Utara.
39
Persatuan Islam (PERSIS). Akibat dari pembatasan gerak Jamiyatul Khai di Jakarta maka berdirilah PERSIS di bawah Kiai Hasan di Bandung pada tahun 1923. Organisasi ini berusaha meningkatkan kesadaran beragama dan semangat ijtihad dengan mengadakan dakwah dan pembentukan kader melalui madrasah dan sekolahan. Pemberantasan kemaksiatan merupakan tujuan utama PERSIS. Musyawaratut Thalibin. Organisasi ini timbul di Kalimantan Selatan sebagai pewaris dari SI yang sudah dicurigai oleh pemerintah. Usaha SI di bidang pendidikan dilanjutkan dengan mendirikan madrasah Daru salam. Pada tahun 1930, setelah Syekh Abdurrasyid Amuntai kembali dari Mesir diadakan modernisasi di bidang pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan Ma‘had Rasyidiyah yaitu lembaga pendidikan lengkap dari taman kanak-kanak sampai sekolah tinggi, dan juga membuka sekolah guru. Al jam „iyatul Wasliyah. Persoalan madzhab pernah terselesaikan di dalam Thawalib, PERTI, dan PMT. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai pendapat di antara organisasi yang ada. Oleh karena itu organisasi ini berusaha mempertemukan pendapat yang berbeda-beda dari berbagai macam aliran yang timbul di Sumatra Utara. Organisas ini diresmikan pada tahun 1930 menekankan pada madzhab Syafi‘I, tetapi bagi anggotanya bebas mengamalkan ilmunya dan mengembangkan ilmunya masing-masing. Dengan demikian al Wasliyah menjadi tempat berhimpunnya ummat yang tidak menyukai pertentangan dan perdebatan. Organisasi ini juga kemudian bergabung dalam MIAI. Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Tidak jauh beda dengan daerah lain, kegagalan SI dilanjutkan oleh PUSA di Aceh. Organisasi ini dibentuk pada tanggal 5 Mei 1939 di Peusangan, Bereuen yang diketuai oleh Tengku M. Daud Beureuh berusaha meningkatkan syi‘ar Islam dalam masyarakat. Dalam perjuangannnya organisasi ini bergabung dalam MIAI. Nahdlatul Wathan. Organisasi ini timbul sebagai lanjutan dari SI di Nusa Tenggara barat, yang berusaha meningkatkan kesadaran beragama. Tekanan utama dari usaha organisasi itu adalah membuka sekolah-sekolah. Dalam perjuangannya ia menggabungkan diri dalam MIAI.
B. Nahdlatul Ulama
40
NU adalah organisasi sosial keagamaan atau jam‘iyyah diniyah Islamiyah yang didirikan oleh para ulama, pemegang teguh salah satu dari empat madzhab berhaluan Ahlusunnah wal jam‘ah, yang bertujuan tidak saja mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam tetapi juga memperhatikan masalah sosial ekonomi, dan sebagainya, dalam rangka pengabdian kepada umat manusia. Pada dasarnya NU tidak mencampuri urusan politik dan dalam kongresnya pada bulan Oktober 1928 di Surabaya diambil keputusan untuk menentukan reformasi kaum modernis dan perubahan-perubahan yang dilakukan Wahabid Hijaz. Di dalam kongres NU di Menes, Banten pada tahun 1938 jelas bahwa NU berusaha meluaskan pengaruhnya ke seluruh Jawa. Di dalam kongres tahun 1940 di Surabaya diputuskan berdirinya bagian wanita Nahdlatul Ulama Muslimat dan bagian pemuda Ansor, sudah beberapa tahun sebelumnya dibentuk. Selama sepuluh tahun setelah berdirinya, NU menunjukkan kegiatan sendiri terutama dalam menghadapi desakan aliran Wahabi yang dianggapnya akan merapuhkan faham Ahlusunnah wal jam‘ah. Namun karena terdesak kebutuhan untuk mengadakan persatuan umat Islam maka pada tahun 1937 NU bergabung dalam MIAI. Hal ini dapat dimengerti bahwa kerjasama kolektif akan lebih menguntungkan dalam menghadapi tantangan dari luar khususnya ancaman Jepang yang mulai bergerak ke Selatan. NU atau kebangkitan ulama ternyata bukan saja gabungan ulama ortodoks tetapi juga ulama modern. BAB IV ORGANISASI SEKULER
A. Sarekat Islam Afdeling B
SI Afdeling B yang mendapat pengaruh komunis terdapat di Priangan, Jawa Barat yang mulai melakukan kegiatannya pada bulan April 1918. Sebagai penyalur aspirasi dan wadah kepercayaan lokal, Afdeling B bertujuan menjalankan ketentuan agama Islam secara murni, berdasarkan prinsip ―billah fisabili haq‖ yang berarti akan diperangi setiap orang yang menghalangi agama Islam. Sementara itu pada bulan Januari 1919 gerakan yang dipimpin oleh H. Ismail mendapat izin dari SI pusat untuk menyebarkan organisasinya ke daerah Priangan. Hingga terjadinya peristiwa Cimareme yang dipimpin oleh H. Hasan pada tahun 1919, Afdeling B masih sebagai gerakan rahasia. Permusuhan dilakukan terhadap pejabat pribumi dan Eropa, dan orang Cina. Komunikasi sesama
41
anggota dilakukan dengan sandi dan tanda-tanda rahasia. Anggota organisasi itu terdapat di Jakarta, Ciamis, Tasikmalaya, Garut dan Sukabumi. Pada umumnya Afdeling B muncul sebagai akibat perubahan sosial yang menyebabkan kemerosotan ekonomi dan disintegrasi sosiokultural. Penderitaan dan kesengsaraan rakyat memberi peluang besar bagi timbulnya gerakan. Untuk mengatasi keadaan itu diperlukan susunan dan tatanan baru yang telah dirusak oleh pemerintah kolonial. Adanya anggapan dan prasangka yang buruk terhadap golongan sosial dalam masyarakat serta keyakinan akan terjadinya perang suci dan harapan akan datangnya Ratu Adil mendorong organisasi ini banyak mendapat pengikut di kalangan masyarakat pedesaan.
B. Partai Komunis Indonesia
Sosialisme dipandang sebagai lambang kemodernan yang akan membawa keadilan sosial, kemakmuran, dan kemerdekaan bangsa terjajah. Tanggung jawab memperkenalkan pikiran dilimpahkan pada sekelompok kecil marxis Belanda yang pada waktu itu organisasi itu adalah Sneevliet, Brandsteder, dan Dekker, sedangkan dari pihak Indonesia yang terkenal adalah Semaun. ISDV berusaha mencari kontak dengan IP dan SI untuk mendekati rakyat tetapi tidak berhasil. Cepatnya peningkatan pengaruh komunis mencerminkan buruknya keadaan ekonomi dan buruknya hubungan antara gerakan politik dan pemerintah Belanda. Revolusi Rusia 1917 mendorong pergerakan Indonesia waktu itu menjadi radikal dan sebagai bukti bahwa pemogokan yang terjadi setelah tahun 1922 dikendalikan oleh kaum komunis. Radikalisme kaum komunis menyebabkan pemerintah mengusir orang-orang Belanda pendiri ISDV dari Indonesia yang kemudian terjadi peralihan kepemimpinan yang diserahkan kepada orang Indonesia. Pada bulan Mei 1920 organisasi ini diganti namanya menjadi Perserikatan komunis Hindia dan pada tahun 1924 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1920 PKI bergabung dengan Comintern (Communist International) yang merupakan forum dan pusat eksekutif bagi partai-partai komunis seluruh dunia. Sementara itu juga PKI mendapat kekuatan di kalangan buruh, sebagai akibat dari depresi ekonomi. Namun pada akhirnya, PKI hancur dalam proses perebutan kekuasaan dan pemerintah melakukan penindasan secara besar-besaran.
C. Radicale Concentratie dan gerakannya
42
ISDV memprakarsai didirikannya suatu fraksi dalam Volksraad yang disebut Radicale Concertratie. Organisasi-organisasi yang ikut di dalamnya yaitu ISDV, BU, SI, dan NIP. Tujuan fraksi ini untuk mengajak anggota-anggotanya menuntut berbagai kepentingan kepada pemerintah. Tuntutan ini dilakukan dengan cara yang radikal yaitu dengan pemogokan dan pemberontakan. Periode radikal yang dikoordinasikan oleh komunis berlangsung dari tahun 1918-1926. Gerakan radikal mendapat iklim yang baik untuk berkembang karena didukung oleh situasi. Selain itu, pemimpin yang tangguh yang mempraktekan teori perjuangannnya didukung pula oleh situasi ekonomi yang buruk sehingga memudahkan rakyat turut serta di dalam gerakannya. BAB V ELITE BARU
A. Kelompok Studi Mahasiswa
Dampak daripada politik etis yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda ialah terbentuknya kaum-kaum muda terdidik baru, hanya dalam dua dekade saja sekolah bentukan pemerintah kolonial Belanda itu telah mampu menghasilkan tenaga-tenaga terdidik dari berbagai bidang sesuai yang dibutuhkan oleh lapangan. Akan tetapi keluaran sekolah-sekolah kolonial ini rupanya mengalami kesulitan tersendiri dimana pada saat mereka lulus tidak semua lulusan dapat terserap kedalam lapangan kerja yang disediakan pemerintah kolonial akan tetapi mereka harus bisa berpikir kreatif dengan kata lain berusaha sendiri. Disamping hal-hal diatas generasi baru ini juga rupanya telah terbangkitkan rasa nasionalismenya selama mereka menempuh pendidikan disekolah-sekolah kolonial tersebut intelektual mereka terbuka untuk berusaha memecahkan masalah-masalah sosial. Seperti contohnya mulai menjamurnya kelompok-kelompok studi dari berbagai daerah yang mana mereka semua sama yakni menginginkan persamaan kedudukan dan pemerataan pendidikan, menjamurnya kelompok-kelompok studi ini sebagai akibat dari kurang puasnya mereka terhadap organisasi kepemudaan Budi Utomo yang dianggap tidak berorientasi pada rasa kebangsaan. Adapun kelompok-kelompok studi tersebut berasal dari Surabaya dan yang menonjol adalah kelompok studi Bandung yang dipelopori oleh Soekarno, dan ternyata kelompok ini ternyata menjadi barisan terdepan dalam kekuatan nasionalis baru.
43
B. Perhimpunan Indonesia
Dampak politik etis ternyata sangat besar keberadaan IV (indische vereeniging) pada tahun 1922 kemudian berganti nama menjadi PI (perhimpunan indonesia) pada tahun 1925 adapun tokoh-tokoh PI yang muncul pada saat itu adalah Iwa Kusumasumantri, Moh Hatta, JB Sitanala, Sastramulyana, D.Mangunkusomo dan mereka pun kemudian menerbitkan majalah Indonesia Merdeka penerbitan majalah itu adalah suatu usaha menciptakan identitas baru bagi kekuatan nasionalis diluar tanah air. Propaganda yang dilancarkan PI mampu para pengikutnya sehingga dari waktu ke waktu semakin bertambah kekuatannya dan perjuangannya PI pun ialah perjuangan kesetaraan, persamaan hak, dan himbauan agar seluruh organisasi politik di tanah air agar mau bersatu padu. PI merupakan organisasi radikal sebagai akibat pemikiran Moh Hatta, dialah yang menyebabkan PI berkembang dan dialah yang merangsang intelektual rekan-rekannya. Oleh karena itu PI mempunyai beberapa tujuan pokok dalam perjuangannya: Membentuk suatu negara Indonesia merdeka Partsipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan terpadu untuk mencapai kemerdekaan Konflik kepentingan antara penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah Pengaruh buruk penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis bangsa Indonesia harus segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara terus berjuang mencapai kemerdekaan
Aktivitas PI senantiasa gencar dilakukan baik oleh mahasiswa ditanah air maupun yang ada dinegeri Belanda. Para mahasiswa ini secara teratur melakukan diskusi dan mengkritik pemerintah Belanda serta menuntut kemerdekaan Indonesia dengan cepat.
Propaganda dan seruan PI terhadap organisasi-organisasi yang ada ditanah air mendapat sambutan yang cukup baik dan salah satu diantaranya adalah PKI. Hal revolusioner yang dilakukan PKI adalah pemberontakan di Jawa Barat 1927, PKI juga mengulangi aksinya di Sumatra Barat. Namun aksi ini gagal sehingga mempengaruhi
44
gerakan nasionalis lainnya, selain itu juga mengakibatkan penangkapan para tokoh PI yang ada di Belanda.
a. Tuntutan serta kalimat-kalimat yang dituduh melanggar
Beberapa kalimat yang disebut hasutan sehingga membuat para mahasiswa Indonesia ini dituntut, diambil dari Indonesia Merdeka terbitan Maret-April 1927, yaitu dari tulisan berjudul ‖Memasuki tahun yang baru‖ halaman 1 dan 2 yang berbunyi: ‖Berkala kita ini bukan lagi merupakan suara dari sekelompok kecil pemuda pelajar Indonesia saja. Dia sudah merupakan pencerminan perasaan dari berjuta-juta penduduk yang tertindas jauh di Timur sana. Bangsa kita harus menelan segala perasaan yang dikandung di dalam hatinya. Ketentuan sensor di samping bermacam-macam peraturan yang dibuat penguasa asing telah menghapus segala kesempatan bagi rakyat untuk mengungkapkan perasaan yang bergejolak dalam benaknya. Oleh sebab itu, jikalau hak lamanya untuk mengadakan protes secara massal ditindas dan diberangus, tidak terdapat lagi cara bagi mereka selain menyatakan protes terhadap penindas-penindas asing itu dengan suara dentuman senjata. Suatu cara yang tidak terelakan, yang sekali-kali terpaksa digunakan oleh rakyat sebuah masyarakat jajahan yang tertindas.‖ Di sini penuntut umum memotong sitat itu, padahal dari lanjutan tulisan itu jelas nyata, bahwa maksudnya bukan menghasut atau mengajak orang supaya berontak. Tetapi hanya suatu tinjauan yang menggarisbawahi suatu keadaan yang berlaku. Hal itu langsung dapat diketahui dalam lanjutan naskah tersebut, yang berkata:
‖Di mana massa kami tidak dapat bergerak secara leluasa, Indonesia Merdeka senantiasa merasa wajib untuk mencerminkan dan menerjemahkan perasaan yang hidup dalam kalangannya. Kami selalu dapat menyelami dan memahami apa yang dirasakan dan apa yang terdapat dalam hati bangsa kami. Dan untuk kesekian kali telah terbukti, bahwa kami tidak pernah salah menafsirkannya. Kerap kali kami ini
45
secara blak-blakan memberi peringatan kepada penjajah yang kejam mengenai suatu pergolakan yang segera dapat terjadi di sana. Kami hidup bersama bangsa kami, karena itu secara naluri kami merasakan, kalau mereka sudah terpaksa berbuat sesuatu dalam waktu dekat. Hal itu sudah terjadi. Pemberontakan rakyat telah berkobar melawan kekejaman penguasa‖ Kalimat kedua yang disebut menghasut juga diambil dari terbutan yang sama, yaitu dari tulisan berjudul: ‖Hak-hak Eksorbitan‖, halaman 8, yang mengatakan: ‖Sebenarnya bangsa Indonesia tidak perlu lagi membela keadaannya terhadap kekuasaan Belanda. Untuk bangsa Indonesia hanya terdapat kemungkinan untuk menolak mengakui kekuasaan, peraturan, ketetapan dan undang-undang Belanda; untuk menganggap dirinya terikat pada ketentuan-ketentuan itu jelas-jelas merupakan khayalan belaka. Bangsa Indonesia hanya mengenal satu jenis pembelaan, yaitu pembelaan diri sebagai bangsa yang diserang dan ditindas, pembelaan dengan mengobarkan revolusi bersenjata melawan penguasa Belanda.‖ Kalimat ketiga yang disebut dalam tuntutan itu diambil dari tulisan berjudul ‖irian‖ halaman 13. ‖Jikalau di Irian bendera revolusi yang dikibarkan, maka kita yang tertawa belakangan akan lebih puas ketawa. Maka semoga penguasa-penguasa Belanda semakin kejam-kejam; perhitungan akan semakin cepat terjadi.‖ Pertama sekali, tentang kalimat tersebut, orang akan segera bertanya, apakah kata-kata itu tidak boleh diucapkan? Pelanggaran apakah sebenarnya yang dapat ditemukan pada kalimat itu? Hasutan? Ajakan memberontak?
Mr. J.E.W. Djuis mengungkapkan, kalau saya pada zaman pemerintahan Colijn dalam sebuah rapat umum berkata: ‖Sekarang, biarlah dia membawa negara kita ke arah yang lebih reaksioner, maka perhitungan akan lebih tuntas dilakukan kelak.‖ apakah saya sudah dapat dihukum? Mengahsutkah saya? Ataukah saya hanya mengungkapkan pendirian saya dalam soal-soal politik? Paling banter hal itu dapat disimpulkan dalam kata-kata yang menurut pendapat
46
saya hanya menunjuk pada keyakinan yang pasti tentang akibat tindakan dan cara-cara perlakuan penguasa terhadap ‖tata-laku yang digariskan‖, yang dalam nota-nota tentang undang-undang tersebut dipertukarkan dan sedianya telah disetujui oleh menteri swendiri. Hal itu akan saya ungkapkan kemudian. Ini, kalau hanya didasarkan pada kalimat-kalimatnya saja.
2. Faktor-faktor Yang Harus Diperhitungkan Untuk menentukan Tingkat Hukuman yang Dijatuhkan
Tuan ketua yang terhormat, Setelah menguraikan prinsip-prinsip ―segi-segi‖ yuridis tentang soal wewenang menghukum‖, sebagai dasar pengadilan terhadap keempat pemuda ini, pengambilan keputusan ini dipengaruhi berbagai faktor yang sangat menentukan tingkat hukuman yang tuan-tuan akan jatuhkan. Oleh sebab itu saya merasa wajib mengemukakan pendapat saya juga dalam persoalan ini. Dalam kasus yang terkecil sekalipun tuan-tuan hakim masih wajib memperhitungkan faktor-faktor sebab dan akibat, situasi dan kondisi serta keadaan terjadinya pelanggaran, karena diakui, bahwa hal-hal itu amat penting artinya dalam pengambilan keputusan. Faktor keyakinan, arah kesetiaan tertuduh, kemungkinaan baha pihak penguasa kurang memperdulikan harmoni antara hukum dan keadilan, pengabaian penanganan masalah-masalah sosial yang memerlukan penyelesaian segera, kemungkinana bahwa pemerintah dan pelaksana undang-undang sendiri yang menjadi penyebab kejadian: itulah beberapa masalah yang memerlukan penelitian yang oleh para pendahulu kita diminta untuk kita perhatikan.
A. Faktor-faktor yang disebut “memberatkan”.
Berdasarkan bahan-bahan bukti yang diserahkan pihak penuntut pada tuan hakim ditambah dengan tuduhan-tuduhan yang dihidup-hidupkan pihak-pihak tertentu di depan umum di luar ruang pengadilan ini jelas, bahwa usaha yang dilancarkan memang diarahkan ke situ.
Selanjutnya menteri kehakiman, Tuan Donner pada tanggal 26 Oktober 1927 menjelasakan kepada Dewan bahwa kerusuhan-kerusuhan yang dikobarkan bermaksud menarik perhatian liga internasional dimana Perhimpunan Indonesia
47
tergabung dalam perjuangan melawan kolonialisme. Pandangan serta pendapat para menteri hanya menggambarkan bagian sempit dari permasalahannya. Jika mereka benar-benar beranggapan bahwa peristiwa itu hanya perbuatan segelintir orang yang menyebut dirinya komunis maka jelaslah bahwa mereka tidak mau melihat dan sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi di depan mata Indonesia. Februari 1927 Dr. Kraemer dalam Koloniale Studien mengatakan kebangkitan di Timur hanyalah merupakan kebangkitan lapisan masyarakat yang sangat tipis karena hanya mencakup segelintir orang intelektual. Padahal hakikatnya massa yang tidak bersuara yang menopang kebangkitan itu. Tanggal 16 November 1918 Tuan Cramer dalam sidang Dewan Rakyat mengutarakan sudah terlalu sering orang menyimpulkan apa yang terkandung dalam hati sanubari rakyat jelata. Orang-orang itu sudah berbuat suatu kesalahan besar. Satu kesalahan yang juga sering terjadi dalam sejarah manusia. Para pemuda yang disebut-sebut sebagai pengacau itu sebenarnya telah menggambarkan apa yang terpendam dalam lubuk hati rakyat. Mereka telah menyuarakan suara hati nurani massa yang belum sepenuhnya terjaga. Disini prosesnya akan berjalan seperti kebangkitan kelas buruh di Eropa. Pertama-tama hanya beberapa orang saja yang mendukungnya. Mereka diejek dan dimaki sebagai pengacau yang harus disingkirkan. Tetapi tak lama kemudian jumlah pendukungnya bertambah banyak dalam waktu yang relatif singkat sehingga mereka berkuasa menuntut perbaikan perawatan hidupnya. Peristiwa besar yang terjadi di Indonesia tidak dapat diabaikan kita harus berani mengakui dalam proses ini terdapat unsur-unsur proses emansipasi seperti di daerah Timur lainnya. Satu proses yang tidak dapat dibendung. Kiranya tuan-tuan hakim masih meragukan bahwa tindakan para terdakwa yang dihadapkan ini benar-benar tidak mempunyai sangkut paut dengan kerusuhan yang terjadi di Hindia Belanda pada tahun 1926. Di dalamnya jelas disebut tanpa kecuali semua anggota bangsa Indonesia menuduh pemerintah Hindia Belanda dengan peraturan-peraturan ekonomi dan tindakan-tindakan pejabatnya yang angkuh, kasar, dan keji sehingga menyebabkan timbul kerusuhan.
Yang terakhir, dengan tajam mereka mencela cara-cara yang dilakukan pemerintah. Dan mungkin dianggap ―omong kosong‖ tetapi nyatanya pemerintah
48
Hindia Belanda seperti biasa dilakukan terhadap orang-orang yang mengkritik dan mencela kebijaksanaan, terlebih seorang intelektual sehingga mereka dianggap sebagai komunis. Padahal sesungguhnya pemerintahlah yang menjadi sebab utama timbulnya kerusuhan-kerusuhan itu. Kalau kita tidak ingin mendengar keterangan-keterangan dari pihak ketiga maka dalam dua buah laporan resmi tentang kerusuhan itu, tiap-tiap halaman dapat dilihat beberapa dakwaan yang sangat tajam terhadap pemerintah Hindia Belanda. Jadi bukanlah seperti keterangan Menteri Koningsberger yang memastikan satu-satunya penyebab kerusuhan di Hindia Belanda adalah agen-agen Sovyet. Dalam laporan bagian tentang kerusuhan di Bantam pada Bulan November 1926 ditemukan kalimat yang berbunyi ―Dalam waktu dekat kerusuhan-kerusuhan serupa masih mungkin terjadi.‖ Tuan-tuan hakim yang terhormat, usaha untuk menghubungkan para mahasiswa ini atau Perhimpunan Indonesia dengan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia dengan alasan bahwa perkumpulan ini sudah berdiri sejak beberapa tahun sebelum peristiwa dan seolah-olah denagn sendirinya berkala Indonesia Merdeka sudah cukup lama menanamkan bibit-bibit kerusuhan di sana, sekalipun baru sekarang diadakan tindakan terhadapnya, sama sekali tidak dapat menghapuskan pokok-pokok penyebab yang sebenarnya. Dengan demikian, jikalau tuduhan; bahwa para pemuda ini adalah penghasut-penghasut yang menyebabkan timbulnya kerusuhan di Hindia Belanda, dengan tambahan, bahwa mereka adalah agen-agen Uni Sovyet, tidak beralasan lagi, maka dari seluruh tuduhan yang dituntut tidak ada lagi yang tersisa untuk diadili. Tetapi, jikalu cara penulisan atau anlisa mereka dianggap tetap menyalahi ketentuan yang berlaku, masih perlu diteliti berbagai faktor yang mempengaruhi dan menjadikan mereka terpaksa mengutarakannya dalam bensut dan cara itu. Oleh sebab itu, jikalaupun mereka masih dianggap bersalah, dan sekalipun hukuman terkecil menurut ketentuan yang berlaku dijatuhkan atas mereka, masih harus dianggap terlalu berat.
Menghadapi kemungkinan tersebut dan mengingat, bahwa sesuai dengan ketentuan hukum, tuan-tuan haki mempunyai pilihan antara hukuman minimum
49
f.0.50 atau 50 sen denagn 5 tahun penjara, izinkanlah saya membahas hal-hal serta faktor-faktor yang memaksa mereka menulis dan mengadakan analisis dengan gaya dan cara tersebut secara terinci, supaya dapat diperoleh gambaran yang lebih gamblang. Jadi dalam mengambil keputusan dipengaruhi beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat hukuman yang akan dijatuhkan. Dalam kasus sekecil apapun hakim harus memperhitungkan faktor-faktor sebab dan akibat, situasi dan kondisi, serta keadaan terjadinya pelanggaran. Para pemuda sebenarnya tidak akan melakukan ―pemberontakan‖ andai saja pemerintah Hindia Belanda tidak berlaku angkuh, kasar dan keji. Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menuduh orang-orang yang mengkritik kebijakan mereka sebagai seorang komunis, terlebih lagi seorang intelektual. Jadi sebenarnya penyebab utama dari kerusuhan-kerusukan itu bukanlah disebabkan oleh agen-agen Sovyet melainkan dari pihak pemerintah Hindia Belanda sendiri yang tidak berlaku adil.
3. Masalah Penahanan Sementara
Sebelum menetapkan hukuman atas diri para terdakwa, lebih dulu saya meminta perhatian tuan-tuan hakim sudi memberi pertimbangan tentang kejadian, bahwa atas diri mahasiswa-mahasiswa ini secara sembarangan telah dilakukan penhanan sementara yang berkepanjangan, yang dalam negeri ini sudah lama dipandang sebagai tindak ketidakadilan. Rupanya hanya secara formal saja Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bari dikeluarkan. Kenyataannya tuan-tuan dari kantor kejaksaan dan para hakim dari Pengadilan Negeri di Den Haag ini, yang menjadi pelaksana-pelaksana undang-undang, tidak menganggap perlu menghiraukannya. Pada halaman 79 dalam catatan penjelasan KUHP baru itu dapat dibaca demikian: ―Menetapkan pedoman dan peraturan yang baik untuk penindakan yang menyangkut penahanan sementara, sejak semula menjadi tujuan pokok atau perbaikan Kitab Undang-Undang ini.‖
50
Dan dalam pasal 64 penjelasan tersebut dapat dibaca: ―dalam dua paragraf pertama pasal 64 ditetapkan dasar-dasar materil yang membenarkan diadakan penahanan sementara. Harus benar-benar diusahakan, supaya pertimbangan untuk penahanan sementara itu hanya, karena besar kemungkinan tersangka akan melarikan diri atau karena berdasarkan pertimbangan akan timbul bahaya yang mengancam keselamatan negara, jikalau dia bebas bergerak. Dalam keadaan seperti itu penahanan sementara wajib dilakukan. Maka, bedanya hanyalah dengan pasal 86 KUHP lama, dalam pasal baru ini di tetapkan, bahwa alasan-alasan penahanan harus dirinci dan dibuktikan kemungkinannya berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada. Pada tahun 1911, waktu itu KUHP lama masih berlaku, ketua sidang pengadilan yang sekarang, pada saatitu berkedudukan sebagai hakim anggot, Mr. Du Mosch, dalam Tijdschrift voor Strafrecht (halaman 371-372) melancarkan kritik yang tajam terhadap kesewenang-wenangan dalam kasus penahanan sementara. Kecaman yang ditulis pada waktu itu, secara aktual mengena pada kejadian yang kita sama-sama hadapi sekarang. Jadi apakah pelanggaran mereka? Apakah karena mereka ―menghasut‖ sehingga mereka dikenakan tahanan sementara berdasarkan pasal 131. Memang tindakan seperti itu dibenarkan menurut pasal 64 tetapi perintah penahanan untuk pemeriksaan sudah lama selesai. Dalam buku catatan pemeriksaan dengan jelas disebut bahwa seluruh pemeriksaan telah selesai pada tangggal 29 September 1927. dengan demikian perintah penahanan untuk pemeriksaan sudah berakhir. Tetapi tidak demikian, para mahasiswa itu dibiarkan meringkuk dalam tahanan tanpa pernah ditanyai sampai 8 November 1927. Pada tanggal 7 Februari kasus pemuda-pemuda ini diajukan ke pengadilan tetapi setelah mengadakan pertimbangan mereka sadar bahwa tuntutan berdasarkan pasal 140 tidak mungkin dipertahankan sehingga disusunlah suatu dakwaan baru yang diajukan pada tanggal 8 Maret 1928. Inikah yang disebut keadilan di negeri ini? Kembali pada masalah pokok, saya ingin mengulangi penahanan sementara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan karena:
a. Bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang sama sekali tidak terbukti ada.
51
b. Penahanan itu dilakukan berdasarkan tuduhan untuk mana menurut undang-undang tidak boleh diadakan penahanan sementara.
Saya menggaris bawahi satu hal betapa besar kerugian yang diderita para mahasiswa yang sampai berbulan-bulan meringkuk dalam tahanan tanpa berbuat suatu pelanggaran yang harus diganjar dengan penahanan. Sesungguhnyalah, tuan ketua yang terhormat, banyak yang harus diperbaiki. Dan saya percaya, tuan ketua beserta tuan-tuan hakim anggota akan mempertimbangkan semua faktor dan segi yang telah saya kemukakan sebelum memberi jawaban pada permohonan saya, supaya segera mengakhiri penderitaan para mahasiswa ini akibat ketiakadilan penahanan sementara. Penahanan sementara para mahasiswa sebenarnya tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku yaitu syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang sama sekali tidak terbukti ada. Para mahasiswa menderita kerugian denngan meringkuk berbulan-bulan dalam tahanan tanpa berbuat satu pelanggaran pun.
4. Tulisan Fasis Tidak Diruntut
Pada bab ini banyak menjelaskan tentang semakin menyebarnya tulisan-tulisan fasis yang tidak ditindaklanjuti atau dituntut untuk dihukum sesuai dengan yang seharusnya diberikan pada pihak yang melakukan provokasi sesuai dengan Undang-Undang Kerajaan Hindia Belanda. Tetapi pada kenyataannya tulisan-tulisan yang telah diterbitkan itu lebih berbahaya daripada apa yang dipermasalahkan di pengadilan saat itu dan disiarkan secara bebas yang juga mengganggu ketentraman rakyat banyak khususnya rakyat pribumi. Banyak tulisan-tulisan yang dikutip dari berbagai sumber yang isinya tulisan-tulisan kasar seperti pada media berikut ini :
1. Katholeke Staatkunde, Tulisan yang ditulis oleh E. Verviers yang isinya mengajak pada pemuda-pemuda generasi yang akan datang untuk bersiap-siap dalam mengakhiri penindasan dengan cara kekerasan dan mengangkat senjata.
2. Surat Kabar Het Volk 11 September 1923, tulisan yang memprovokasi untuk menggulingkan pemerintahan yang demokrasi dengan kekuatan senjata. Dan sebagainya ini adalah sebagian kecil dari tulisan-tulisan yang begitu banyak
52
mengsisi surat-surat kabar saat itu yang mengajak dan mengorbankan semangat fasis yang mengandalkan kekerasan dan kekuatan senjata.
Tulisan-tulisan tesebut begitu besar pengaruhnya sehingga anggota dewan Mr. Marchant menganggap perlu mengajukan pertanyaan kepada kaum Heemskerk, menteri kehakiman, pembela dan pendekar undang-undang anti-revolusi dan pasal 131. jelas sekali bahwa tulisan-tulisan tersebut belum dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap pasal 131 juga menurut kejaksaan, khususnya Departemen Kejaksaan Den Haag. Terdapat ketidakadilan yang dirasakan penulis terhadap orang-orang yang menyebarkan fasisme lewat tulisan itu tetapi tidak mendapatkan hukuman yang seharusnya diterima padahal tulisan-tulisan yang ditulis oleh pemuda itu sangatlah ringan tidak seperti yang ditulis oleh van Houten dan mengharapkan bahwa hakim dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. Mr. S. van Houten dalam kuliah gratisnya dalam Staatkundige Brief menganjurkan supaya di negeri ini diadakan peraturan pemilihan anggota parlemen yang baru. Ditambahkan lagi pada anjurannya satu peringatan, bilamana pemimpin partai politik yang disebut partai daftar dari pabrik-pabrik, tidak menyetujui sarannya mereka harus besiap-siap menghadapi kemungkinan timbul gerakan-gerakan yang akan melaksanakannya dengan cara mereka sendiri. Sampai sekarang tidak ada dakwaan terhadap tulisan-tulisan tersebut jug atidak pernah terjadi penahanan sehari pun atas diri penulisnya apalagi selama enam bulan. Tidak ada tuntutan penjara enam tahun, malah sebaliknya yang mereka terima adalah sambutan hangat dari meja-meja pengadilan, penghargaan Menteri Kehakiman dan seterusnya dan seterusnya. Padahal dalam perbandingannya karangan-karangan yang ditulis orang-orang seperti Treub, van Houten dan lain-lain, sekurang-kurangnya sepuluh kali lebih keras dan lebih tajam daripada tulisan para pemuda ini. Sedangkan alasan-alaan pembelaan yang dikemukakan oleh Treub dan van Houten itu sebenarnya belum sepermil dari alasan yang dimiliki oleh keempat orang Indonesia yang karena turut merasakan penderitaan dan kesengsaraan bangsanya yang sudah berabad-abad mengalami ketidakadilan merasa wajib mengungkapkannya.
Hal ini semacam ketidakadilan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia bukan saja masalah penderitaan yang sudah berabad-abad lamanya terjadi tetapi
53
kepada para pemuda yang menulis tentang ketidakadilan yang dirasakan bangsa harus diadili selayaknya orang yang bersalah padahal ada beberapa orang yang jelas-jelas menyebarkan benih fasisme tidk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya oleh karena alasan itu pula penulis mengharapkan agar hakim yang sedang mengadili para pemuda itu membebaskannya dari segala tuntutan karena apabila pemuda itu tetap dihukum maka akan mengecewakan banyak orang.
5. Fitnahan Pers Belanda di Indonesia
Dalam bab ini menjelaska tentang fitnahan pers Belanda terhadap bangsa Indonesia, hal ini tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan karena Bangsa Belanda khususnya Pers Belanda di Indonesia telah memfitnah dan menjelek-jelekkan rakyat Indonesia dengan begitu puasnya. Bukan hanya cara-cara yang mereke gunakan untuk menyuburkan kebencian tetapi kebohongan dan fitnahan yang mereka sebarkan yang telah menjadikan orang-orang bumiputera dibenci dan dihina sampai sekarang benar-benar belum pernah ditegur ataupun dituduh melanggar hukum. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Karena Pers Belanda di Indonesia itu dengan mudah mengandalkan perlindungan para pelaksana hukum di Indonesia saat itu dan dengan itu mereka dengan bebas dapat menulis apapun yang bersifat menjelek-jelekkan gerakan-gerakan atau bahkan para pemimpin mereka (Belanda) sekali pun tanpa adanya suatu halangan. Dalam Kitab Undang-Undang Hindia Belanda terdapat beberapa pasal yang melarang penyebaran tulisan-tulisan tajam terutama tulisan-tulisan yang menyebarkan bibit permusuhan dan kebencian yaitu Pasal 145 ―seseoarng yang mengutarakan kebencian, permusuhan atau penghinaan terhadap pemerintah Belanda atau Hindia Belanda di depan umum akan dijatuhi hukuman penjara setinggi-tingginya tujuh tahun atau denda sebesar 3000 gulden‖. Kemudian dalam Pasal 155 menyebutkan tentang hukuman bagi orang yang menyebarkan penghinaan, permusuhan dan kebencian terhadap pemerintah Belanda baik dalam bentuk tulisan dan lukisan dengan tujuan disebarluaskan dikalangan umum akan dijatuhi hukuman setinggi-tingginya empat tahun enam bulan atau denda setinggi-tingginya 300 gulden.
Tetapi dalam prakteknya di Hindia Belanda Pers Barat bisa setiap saat bebas menyebarluaskan pernyataan dan ucapan yang menghinan dan merendahkan
54
rakyat Indonesia dengan cara bagaimanapun tanpa ditegur atau dihukum. Mereka merdeka dan bebas dalam menghidupkan rasa kebencian dan permusuhan terhadap bangsa Indonesia tanpa diganggu pelaksana undang-undang malah kepada orang yang paling berjasa dalam usaha kepahlawanan yang melawan hukum itu oleh pemerintah atas rekomendasi Gubernur Jenderal Fock diberi bintang penghargaan. Sungguh sangatlah ironis Indonesia menjadi korban dari banyak ketidakadilan.. Dari semua tulisan yang telah banyak diterbitkan di berbagai media massa itu tidak mendapatkan tindakan atau teguran sekalipun terhadap orang-orang penyebar fitnah dan kebencian itu tidak pernah ada. Sebaliknya sebuah tanda penghargaanlah yang menjadi upahnya. Hal itu juga merupakan ketidakadilan yang dirasakan lagi oleh rakyat Indonesia karena fitnahan, permusuhan dan kebencian itu tidak ditindaklanjuti sesuai dengan pasal yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hindia Belanda tetapi pemerintah Belanda malah seolah-olah Belanda mendukung tindakan itu dengan cara memberikan penghargaan. Berbeda kalau pers Indonesia yang melakukan pelanggaran akan langsung ditinaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu. Hal itu perlu dikritisi karena sebagai negara yang disatukan dalam Hindia Belanda harus diperlakukan sama berdasarkan undang-undang yang sama. Tetapi pada akhirnya ditambahkan pasal pada KUHP Hindia Belanda khususnya tentang pembatasan pers yang dianggap penyebarluasan kerusuhan. Tetapi secara prakteknya pers bumiputera sajalah yang harus siap mengahadapi dakwaan mengganggu ketertiban, berkomplot dan memancing kerusuhan dan sebagainya. Apabila masalah pemberitaan ini diajukan ke pengadilan khususnya pers Hindia Belanda atau pers barat pemerintahan saat itu akan menjawab dengan penuh keyakinan bahwa undang-undang saat itu belum cukup untuk mengahadapi kemungkinan-kemungkinan ke arah itu sehingga akan membuat hasil yang kurang memuaskan. Sungguh jawaban yang kurang memuaskan, tetapi apabila yang berada dalam kasus itu adalah pers bumiputera justru akan semakin dipersulit dan semakin diperpanjang. Terdapat kesenjangan yang jauh berbeda apabila dibandingkan antara pers Hindia Belanda dan pers bumiputera di Indonesia, mungkin karena saat itu pemerintah yang ada lebih mengutamakan pers Hindia Belanda dan pers Barata sehingga kepedulian terhadap pers bumiputera pun semakin rendah.
55
6. Kebijaksanaan Kolonial Belanda
Penelitian tentang kemungkinan tentang ada tidaknya provokasi secara langsung menempatkan kita di tengah-tengah permasalahan yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah Belanda selama tiga ratus tahun di daerah jajahannya, Hindia Belanda. Dalam penelitian ini saya selalu berpegang pada petunjuk-petunjuk orang-orang secara luas diakui dalam bidang itu. Maka selanjutnya sedapat mungkin saya akan membiarkan mereka, yang berasal dari kalangan politik dan agama yang berbeda-beda, sendiri berbicara. Dalam kesempatan ini, saya tidak akan membahas seluruh kebijaksanaan yang telah kita lakukan di Hindia Belanda selama tiga ratus tahun. Juga saya tidak hendak membicarakan betapa besar ― keuntungan ― yang diperoleh bangsa bumiputera, berkat kedatangan kita disana. Tidak perlu saya perinci, betapa besar ― rasa kemanusiaan ― nenek moyang kita, yang dengan senjata kekristenan telah menyebarkan ― peradaban ― kita yang tinggi secara ― cuma-cuma ―, hanya dengan ― memungut ― upah dalam bentuk cengkeh, lada, pala, dan lain-lain hasil bumi, dan juga tidak perlu saya utarakan betapa ― baiknya ― bangsa kita memikul beban pemerintahan karena bangsa-bangsa disana belum sanggup memerintah dirinya sendiri. Saya hanya akan membiarkan tokoh-tokoh pengetahuan yang diakui memiliki wewenang menarik kesimpulan-kesimpulan tentang pertumbuhan kebijaksanaan kolonial kita dari zaman ke zaman. Zaman berikutnya yang akan disoroti ialah zaman cultuurstelsel ciptaan Van den Bosch, suatu stelsel yang telah menjadikan pulau Jawa sengsara, berikutnya kita tiba pada zaman Batige-Sloten-Politiek yang menciptakan keseimbangan finansial antara Negeri Belanda dan Hindia Belanda, tetapi segera setelah semua hasil bumi dan sumber-sumber lain terkuras habis, para pemimpin segera merencanakan mengadakan perpisahan antara keuangan Negeri Belanda dan daerah jajahan Hindia Belanda.
Pada saat itulah terdengar suara-suara yang mendesak bangsa Belanda, supaya mau melunasi ― utang budi ― kepada Indonesia, tetapi sampai sekarang utang itu belum dibayar. Kemudian timbulan desakan untuk melakukan politik yang lebih manusiawi di Hindia Belanda, yang disebut ― politik etis ―. Bangsa kita
56
mempercakapannya dibawah pimpinan Van deventer dan Van kol, tetapi mereka yang berkuasa mengambil keputusan lebih suka berbicara tentang etik daripada berbuat sesuatu kearah perwujudannya. Pada ― zaman politik etis ―, ditandai dengan tindakan-tindakan untuk memberi kedudukan yang aman dan terjamin dalam salah satu maskapai besar kepada setiap gubernur jenderal yang dipensiun, dalam kerangka ― politik etis ―, mencapai puncaknya dengan didirikannya sebuah sindikat yang disebut nederlandsch indische landsyndicaat oleh bekas Gubernur Jenderal van Heutz bersama-sama bekas kepalanya, bekas perdana menteri Colijn. Dalam catatan-catatan Vergetan Jubile‟s dapat ditemukan beberapa pendapat tentang ― politik etis ― pada zaman sebelumnya yang berasal dari Prof. Snouck Hurgronje, yang dijelaskan beberapa cara bagaiman kita menindas pemberontakan yang terjadi di Cilegon dan berbagai alasan yang menjadi penyebabnya yaitu pada saat itu terutama pada zaman sprenger van Eyk-van Rees, diberlakukan suatu ketentuan perpajakan yang sangat mencekik rakyat, sehingga terjadilah kemiskinan di seluruh negeri. Dalam pada itu sudah diminta perhatian terhadap perlakuan para pejabat yang sewenang-wenang yang menyimpang dari peraturan yang ada, oleh sebab itulah ketidakbecusan pemerintahlah yang sebenarnya harus mempertanggungjawabkan bagian terbesar dari kesusahan dan kesengsaraan dalam peristiwa itu. Kesalahan-kesalah pemerintah kolonial sudah lama ada, sebelum peristiwa ini pun hal itu telah menimbulkan kemarahan dalam hati orang Bumiputera, dalam pada itu, seluruh sistem pemerintahan diatur dan disusun sedemikian rupa supaya jangan sampai terdengar ada protes terhadap pemerintahan. Kita telah mengurung diri dalam kerangka peraturan ― etis ―, sehingga kawan saya, yang sudah mendahului kita, van Kol, seorang diantara para ahli yang tidak banyak jumlahnya dalam masalah Hindia Belanda meramalkan di hadapan Senat pada tanggal 8 april 1924, bahwa pada sutu ketika Hindia Belanda setiap penduduk asli akan berteriak " ― lebih baik ke neraka daripada dengan Belanda ke sorga ―.
Alasan-alasan seperti itu sudah terlalu sering terdengar tuan ketua yang terhormat, dengan demikianlah orang-orang berusaha membenarkan keadaan zaman ini berikut kesalahannya yang paling besar, dan apakah kita sekarang benar-benar
57
sudah ada ― kesadaran baru ―, yang tidak pernah dikenal selama tiga abad yang lampau? Dalam suatu zaman, dimana nenek moyang kita disebut sebagai orang-orang kristen yang lebih baik dan taat daripada generasi sekarang ?, dalam Indishe Gids tahun 1914, Tuan Dijkstra memberi gambaran yang lebih obyektif dan jujur mengenai ― kesadaran baru ― itu katanya : ― dalam abad-abad pertama ini penduduk tidak dapat mengharapkan, bahwa peradaban imperialis kita kan memakai kekuasaan dan pengetahuannya demi kebangunan, kebudayaan, dan kebangkitan mereka ― Apakah selama 10 tahun terakhir ini ― kesadaran baru ― itu sudah terwujud dalam tindak tanduk para pejabat pemerintah, dan ataukah ― pembaharuan ― itu sudah terungkap dalam keterangan P. Staal, Konsul jenderal Belanda di Kalkuta, dan ataukah ― kesadaran ― itu sudah terlaksana dalam usaha-usaha orang-orang seperti Fock, Karel Wijbrands, Karens, Trip, Treub dan lain-lain yang diwarnai dengan ejekan dan hinaan yang secara bertubi-tubi mereka lancarkan dibawah pimpinan Trip terhadap pembaharuan yang diadakan dalam susunan keanggotaan rakyat di Batavia. Hampir setahun lalu, Dr Kraemer, memberi gambaran tentang ― kesadaran baru ― itu dalam kolonial studien, pebruari 1927, yang isinya dalam sebuah daerah jajahan segala-galanya harus datang dari pemerintah, disana para pejabat lebih dihormati daripada di negara-negara lain, usaha-usaha perkebunan besar serta badan-badan modl swasta tidak mempunyai kekuasaan yang berarti, dengan demikian pengetahuan dan pengertian mereka terhadap situasi sosial di Timur serta sikap mereka dalam soal ekonomis yang pada dasarnya telah memberi kesempatan pada mereka untuk menikmati keuntungan, jauh lebih menetukan daripada sikap pemerintah sendiri. Dalam kesempatan ini, saya tidak hendak mengupas keadaan perekonomian yang pada hakikatnya sangat menentukan kebijaksanaan politik kolonial kita, karena tanpa penjelasan itu gambaran yang diperoleh tidak mungkin lengkap.
Sekarang kita akan melihat segi lain dari medali kebijaksanaan pemerintahan kolonial Belanda, bagaiman kita melaksanakan tugas kewajiban kita yang dalam pasal 22, pakta Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut ―
58
kekuasaan kolonial ― sebagai ― missi peradaban ― terhadap bangsa-bangsa bumiputera, dan perhatikanlah tuan-tuan hakim, hasil-hasil apa yang telah kita capai dengan ― missi peradaban kristen ― kita, yang sudah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada 3 April 1919, anggota dewan, Tuan Fock, berbicara tentang bidang pendidikan. Tiga abad pemerintah kolonial memindahkan kekayaan dari negeri itu ke negeri ini dan selama waktu itu penduduknya dibiarkan tetap hidup di dalam kebutaan, bahwa mereka mungkin hanya memperoleh perlakuan adil berdasarkan kemampuan sendiri, yang pengembangannya selama ini sengaja dihalangi dan di tentan, supaya kita mau melanjutkan penguasaan kita berdasarkan dalil lama. Kata-kata yang diucapkan Fock pada tahun 1919 itu, maknanya bukan merupakan penghakiman terhadap bangsa-bangsa bumiputera, tetapi merupakan penghakiman yang paling buruk terhadap bangsa kita yang sudah menyalahgunakan kekuasaannya. Tetapi yang paling memalukan adalah, bahwa pada tahun 1919,kita masih berdalih untuk tidak mengikutsertakan orang-orang bumiputera turut berbicara dalam pemerintahan bangsanya sendiri di negerinya sendiri, hanya karena alasan kebutahurufan dan tingkat pendidikan yang rendah. Dan justru orang yang berbicara itulah pada waktu dia menjadi gubernur jenderal, yang mengadakan penghematan di segala bidang untuk meringankan beban pemilik modal besar. Sekarang kita beralih pada soal perpajakan, dalam hal ini keterangan-keterangan diambil dari laporan pemerintah sendiri. Jumlah pemasukan pajak dari sektor pajak penduduk bumiputra, impor, ekspor, cukai, pemotongan kepala ( perorangan ) dan tanah pada tahun 1919 berjumlah Nf. 86,9 juta, dalam masa pemerintahan rejim Fock angka itu dinaikan menjadi Nf. 173,4 juta. Pada masa itulah timbul kerusuhan dan pemberontakan dikalangan rakyat.
Kiranya sulit dibayangkan, bahwa justru dalam masa seperti ini kita mengirimkan orang seperti Fock kesana, yang telah bertindak sedemikian rupa sehingga pada akhirnya pembantu-pembantu terdekatnya terpaksa mengajukan protes terhadap perlakuannya. Sangat besar kemugkinan bahwa cara pemerintahannya didalangi agitator dan propogandis bayaran seperti Treub dan Trip, namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya dialah yang menjadi penyebab
59
pemberontakan pada thun 1926 yang lalu. Namun harus diakui, bahwa seperti pada zaman Van Limburg Stirum, yang memerintah sebelum Fock, cara-cara yang ditempuh agak lunak, namun semua itu tidak dapat mengubah kenyataan sejarah, bahwa peemrintah kita selama kekuasaan Fock sangat tercela dan memalukan. Fock sudah berhasil mengeruk keuntungan untuk pengusaha dan rakyat Belanda dengan alasan, menghindarkan Hindia Belanda dari krisis ekonomi dan keuangan. ― peraturan penghematan ― Fock, yang pada hakikatnya tidak berarti lebih dri mebebani rakyat bodoh Hindia Belanda untuk kesenangan rakyat Belanda, telah menyebabkan rakyat di Hindia Belanda merasa demam dan sangat membenci orang-orang kulit putih, yang hanya datang menyebar kesengsaraan dan kecelakaan di negeri mereka. Dalam notulen rapat tersebut, pada tanggal 21 juni 1923, dapat disimpulkan bahwa: ― salah satu kesimpulan yang saya yakini jauh sebelum saya datang ke hindia belanda sekarang terbukti kebenarannya, yaitu dalam mas aperang Hindia Belanda akan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari masa sebelum ada perang. Suatu krisis tidk ada di Hindia Belanda dan pernah terjadi suatu keadaan yang mungkin saja terjadi di negeri ini, bahwa dalam masa-masa mengalami kejayaan dan kemakmurn yang berlipah, orang jadi lupa, bahwa uang yang dimiliki dapat saja habis. Keadaan seperti ini tidak dapat disebut sebagai tanda-tanda krisis, karena krisis belum pernah terjadi di negeri ini.‖ Dengan cara seperti itulah ― peradaban ― dan par intelegensia Belanda membohongi dan menipu bangsa bumiputera yang masih bodoh, dan Tuan Fock benar-benar telah memanfaatkannya secara maksimum, dan kejadian-kejadian tersebut akan selalu mengingatkan kita dan orang-orang Hindia Belanda, kepada ― kekejaman ― rejim kolonialisme Belanda, Fock. Dalam hal ini saya tidak menghubungkannya dengan kebijaksanaan politik atau ekonomi kolonial kita atau melihatnya dalam hubungannya dengan tata perekonomian dunia
Namun demikian tujuan yang mereka kehendaki sudah dicapai. Maka, jika beberap tahun lgi terjadi peningkatan agitasi, anjuran permusuhan, kerusuhan, fitnahan dan caci maki di Hindia Belanda yang pastinya akan mengobarkan kemarhan
60
dan reaksi yang lebih keras, saya hanya mengharpkan tuan hakim yang terhormat, supaya penyebab yang sebenarnya dicari di tempat yang tepat. JADI Kebijaksanaan Kolonial Belanda selama tiga ratus tahun yang dilakukan di daerah jajahannya yaitu Hindia Belanda, membuat bangsa Indonesia yang selama tiga abad lamanya dijajah selalu mengalami tekanan dan penindasan yang begitu hebat dari pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini dikarenakan karena diberlakukannya kebijakan-kebijakan oleh Kolonial Belanda dari zaman ke zaman yang terus terjadi dan seringkali kebijakan-kebijakan yang diberlakukan ini selalu saja merugikan rakyat Indonesia, dan dilain pihak selalu saja menguntungkan pemerintah Belanda. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial belanda ini diberlakukan oleh penguasa rezim masing-masing, seperti pada zaman Cultuurstelsel yang diciptakan oleh Van den Bosch, kebijakan yang diberlakukan oleh Bosch telah menjadikan pulau jawa sengsara. Selain itu adapun zaman Batige-sloten-politiek yang juga merugikan rakyat bumiputera, karena setelah semua hasil bumi dan sumber alam lain di Indonesia sudah terkuras habis para pemerintah disana mengadakan perpisahan antara keuangan belanda dan daerah jajahan Hindia-Belanda. Adapila sebuah kebijakan yang diberlakukan dan dinamakan ― politik etis ― atau sering disebut sebagai politik balas budi.
Fock, yang merupakan seorang anggota dewan pada saat itu berbicara tentang pendidikan, yang dianggapnya bahwa penduduk indonesia kebanyakan masih buta huruf dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dan hal itu dimanfaatkan oleh Fock untuk tidak mengikutsertakan rakyat Bumiputera dalam berbicara tentang pemerintahan bangsanya sendiri. Hal itu mungkin saja penghakiman yang diangap paling buruk terhadap bangsa Indonesia, selain itu pada pemerintahan rejim Fock telah menaikan pajak hingga dua kali lipat yang kemudian pada masa itu timbul kerusuhan dan pemberontakan dikalangan rakyat, sehingga dapat kita lihat sebagian besar kebijakan pemerintah Belanda lebih sering merugikan rakyat Indonesia, dan dapat dilihat betapa menderitanya rakyat Indonesia ketika masa pemerintahan Fock, Fock sudah berhasil mengeruk keuntungan untuk pengusaha dan rakyat Belanda dengan alasan, menghindarkan Hindia-Belanda dari krisis ekonomi dan keuangan,
61
kebijakan itu sering disebut ― peraturan dan penghematan ― Fock, padahal pada hakikatnya kebijakan itu tidak lebih hanya membebani rakyat bodoh dan menyebar kesengsaraan dan kecelakaan Hindia Belanda.
7. Janji karena Takut
Tuan ketua yang terhormat, jikalau seluruh yang diketengahkan diperhitungkan sebagai pertimbangan tentang sikap dan kata-kata orang-orang bumiputera yang tajam dan keras, maka tidak kurang pentingnya untuk juga memperhitungkan dalamnya unsur yang menyebabkan sikp dan kata-kat itu begitu keras dan tajam, yaitu janji pemerintah yang diberikan kepada bangsa bumiputera pada tahun 1918, pada waktu dia merasa takut yang sekarang dimungkiri begitu saja. Pada tanggal 18 November 1918, pemerintah menyatakan didepan sidang dewan rakyat di Batavia, bahwa negeri Belanda telah menetapkan garis kebijaksanaan yang harus ditempuh di negeri ini. Pada pokoknya, hal itu sudah mengharuskan kita untuk melaksanakan perubahan yang sangat mendasar pada sistem ketatanegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip baru, terhadap urusan ini setiap oran yang berdiri di tengah-tengah kehidupan ini harus tunduk, kiranya pemerintah tidak bersedia melaksanakannya, dia harus berani menghadapi akibat gerakan yang terjadi di kalangan orang-orang yang tinggal didaerah dan pada akhirnya dia juga harus menyesuaikan diri pda arah yang telh ditempuh di Negeri Belanda Nampaknya semua akan jadi baik, tetapi setelah gelombang ketakutan itu mereda, bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fock, diangkat menjadi gubernur jenderal, terdengar suara yang ― menyadarkan ― dan semakin jauh kita meninggalkan November tersebut, semakin jelaslah pemungkirn yang kita keluarkan, sehingga menimbulkan tulisan-tulisan antara lain seperti di majalah Democratie, majalah partai Prof. Heeren, dan alhasil apakah perintah Belanda, yang secara jelas menajarkan sendiri kepada bangsa Bumiputra di Hindia Belanda, bahwa faktor penentu yang harus dimiliki untuk memperoleh hak-haknya adalah faktor ketakutan supaya pemerintah kolonial belanda dibuat takut.
Suatu pelajaran yang sudah diberikan pemerintah dan kelas yang berkuasa di negeri Belanda kepada golongan buruh, di negeri ini hal yang sama telah terlaksana, ketika pada bulan November 1918 itu pemerintah dengan kelas yang
62
berkuasa merasa ketakutan kepada kaum buruh dengan motto ― menurut denyut jantung masa ― diberikan apa saja yang dikehendaki, tetapi setelah ancaman yang menakutkan itu sudah menyisih para penguasa berusaha keras untuk meniadakan semua hak yang pernah diberikan, dan kejadian tersebut merupakan hal yang sangat berharga bagi kaum buruh. Dan jelaslah bahwa sistem pemerintahan tidak didasarkan pada kesadaran ― keadilan ― tetapi pada faktor ― ketakutan ― oleh sebab itu, setiap orang di Hindia Belanda, yang berusaha mencapai suatu kondisi yang lebih baik bagi bangsanya harus mampu memperhitungkan persyaratan ini. Snouck Hurgronye dalam bukunya Nederlands en de Islam membahas suatu sistem, dan sistem inilah sistem yang tidak didasarkan pada ― keadilan ― tetapi pada faktor ― ketakutan ― yang menentukan. Demikianlah tuan ketua yang terhormat, rupanya dalam masa jabatan Menteri Daerah Jajahan yang sekarang keadaannya juga tidak akan berubah. Dia juga mempunyai pendirian serupa : pertama pemberontakan, kerusuhan dan pembunuhan dan barulah diperlakukannya ― keadilan ―. Memang cara pemerintahan demikian sangat ― bijak ―, tetapi mengingat cara-car ketidakdilan yang dilakukan pemerintah di negeri mereka, yang sama sekali tidak bijaksana harus diakui wajar dan saya mohon supaya faktor itu benar-benar diperhitungkan dalam penilaian terhap tuntutan ini. Dalam berkala Koloniaal Weekblad tanggal 18 september 1919, tuan J.E Stokvis menguraikan perbedaan perlakuan yang kita adakan antara mahasiswa-mahasiswa kulit putih dan kulit sawo dan demikian hal ini jelas menambah kekecewaan dan kebencian mereka, maka jikalau pada suatu ketika terbuka kesempatan bagi mereka untuk melampiaskan kemarahannya hal itu pasti akan digunakan para mahasiswa belanda secara wajar harus turut mecari jawaban terhadap masalah kebangaan ini, sementara iu konflik kolonial semakin tajam dan semakin meluas ke segala segi kehidupan.
Dalam Tulisan-tulisan Treub, van Houten, Wijbrands dan lain-lain yang begitu tajam dan kasar, padahal keadaan yang mereka alami masih jauh lebih manusiawi daripda perlakuan yang harus dialami para pemuda-pemuda ini. Selain itu
63
masih perlu diingat bahwa orang-orang di Hindia-Belanda sama sekali tidak mempunyai kebebasan berorganisasi dan melakukan rapat, dan cara-cara melarangnya pun dilakukan secara khusus. Larngan tidak hanya disampaikan saja, tetapi masih disertai ucapn-ucapan yang menghina dan meremehkan. Pada tahun 1919 pemerintah sudah berjanji untuk mengahpuskan Sanctie mejelang tahun 1926, namun itu gagal, kaum pengusaha berhasil membatalkan janji pemerintah, padahal bangsa bumiputra percaya, bahwa penghapusan itu akan dilakukan. Disamping itu rakyat Hindia Belanda masih harus menghadapi hak-hak Eksorbitant gubernur jenderal, yang memberi hak mutlak pdanya untuk menghukum atau mengasingkan orang-orang yang dia tidak sukai tanpa melalui pemeriksaan atau pengadilan. Suatu hak yang menjadikannya berdasarkan hukum, bebas memperlakukan orang-orang asli dengan sewenang-wenang, dan tidak ada kekuasaan lain yang dapat mengahalanginya. Jadi, Faktor ― takut ― merupakan faktor yang harus diperhitungkan oleh orang Hindia Belanda dalam mecapai suatu kondisi yang lebih baik bagi bangsanya, seperti pada tahun 1918, adanya suatu janji pemerintah yang diberikan kepada bangsa bumiputra, bahwa pemerintah telah menetapkan garis kebijakasanaan yang harus ditempuh oleh negeri ini, karena pada waktu itu pemerintah merasa takut kepada bangsa bumiputra tetapi hal itu sekarang dimungkiri begitu saja, hal ini terlihat pada saat diangkatnya bekas anggota dewan perwakilan rakyat, Fock yang diangkat sebagai gubernur jenderal semakin jelas terlihat pemungkiran-pemungkiran yang dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap bangsa bumiputra, rasa ketakutn yang mencekam hati pemerintah kolonial pada saat memeberikan janji tersebut kian lama kian hilang, luntur dan terlupakan. Maka dari itulah faktor penentu yang harus dimiliki untuk memperoleh hak-haknya kembali adalah faktor ketakutan hal ini bertujuan agat pemerintah kolonial belanda dibuat takut, dan menghendaki apa-apa saja yang diminta oleh bangsa Bumiputra. Seperti yang telah dijelaskan oleh Snouck Hurgronye dalam bukunya yang membahas bahwa sistem pemerintahan tidak didasarkan pada sistem ― keadilan ― tetapi pada sistem ― ketakutan ―.
64
8. Penutup
Sekarang saya tiba pada akhir pembelaan saya, tetapi sebelumnya saya ingin lebih dulu mengakhiri kata-kata saya kepada tuan penunut yang telah mengajukan tuntutan 3 tahun penjara untuk Tuan Hatta, 2 ½ tahun untuk Tuan Pamuncak dan Tuan Ali Sastro amijoyo dan Joyodiningrat masing-masing 2 tahun. Dalam kasus ini yang diperkirakan adalah delikta pers, yang ditulis oleh satua atau beberapa orang yang tidak dikenal. Karena itu seluruh pemimpin penerbitan perhimpunan Indonesia, secara kolektif memikul tanggung jawab yang sama. Orang-orang seperti ke-empat orang yang didakwa inilah yang sebenarnya dibutuhkan bangsa-bangsa yang sudah diperbudak paham materialisme. Atas sesama seperti mereka inilah kemanusiaan disegala penjuru dunia dapat merasa bangga. Selanjutnya saya hendak mengakhiri kata-kata saya kepada tuan-tuan ketua dan para anggota majelis hakim. ―Kita selalu berpendapat bahwa pengadilan kita berdiri diatas segala nafsu diatas pertimbangan bangsa, ras dan perorangan. Diserambi depan gedung balai kota Batavia berdiri sebuah patung keadilan yang memegang sebuah timbangan sedang kedua matanya tertutup. Dikalangan golongan Arab-bumiputera saya sering mendengar penafsiran bahwa patung itu melambangkan hakim belanda yang menutupi matanya supaya jangan melihat kejadian-kejadian yang sebenarnya berlaku. Saya sering berusaha menjelaskan bahwa hal itu sebenarnya berarti bahwa hakim mengadili tanpa memandang orang, sehingga semua orang sama dihadapannya. Karena terlalu sering terbukti, bahwa KUHP kita mempunyai kesalahan sedang para hakim kita adalah manusia biasa. Kesimpulan yang mereka dapatkan sebagai hasil dari semua faktayang dikumpulkan ialah, bahwa tuntutan berdasarkan hukum atau tuntutan berdasarkan peraturan hanya berlaku untuk rakyat rendahan sedang orang-orang atas tidak berada dalam jangkaunannya.‖ Semoga hukuman yang tuan-tuan akan jatuhkan atas diri orang-orang pribumi pada tanggal 22 Maret mendatang, menjadi bagian keadilan yang pada hakikatnya adalah hak mereka.
65
Satu hal yang hanya saya harapkan ialah, bahwa keempat orang ini tidak menghadapi bahaya, yang oleh banyak orang diperkirakan akan terjadi, yaitu jikalau pengadilan ini sebagai suatu instansi pemerintah tidak menegur instansi pemerintah lainnya. Dalam hal ini kejaksaan atas tingkah lakunya yang begitu sembrono dan berlebihan. Karena dia tidak merasa terikat pada putusan pengadilan dan apabila keputusannya hanya pembebasan saja yang akan ditafsirkan sebagai usaha menyelamatkan kol dan kambing karena sudah menetapkan hukuman penjara atas diri mereka yaitu selama waktu yang telah dijalani dalam tahanan preventif atau kurang sedikit. Jadi karena hukuman dan masa tahanan sudah cukup tutup menutupi. Tentang pendapat bahwa pemerintah mengaggap mereka berbahaya untuk keamanan negara, saya berkata bahwa justru dipandang dari sudut pemerintah para mahasiswa ini jauh lebih berbahaya didalam dari pada diluar sel penjara. Tuan-tuan yang terhurmat, izinkanlah saya mengakhiri pidato pembelaan ini. Sudah tetrlalu banyak waktu tuan-tuan saya sita, tetapi sebelumnya secara ringkas saya menyimpulkan pokok-pokok pembelaan saya :
1. secara yuridis : mereka tidak dapat dihukum karena pasal 131 KUHP negeri ini tidak berlaku untuk Hindia-Belanda.
2. secara moril : tidak terdapat sesuatu yang patut dihukum, kita akan melakukan suatu ketidak adilan yang terbesar. Kalau kita menjatuhkan hukuman atas diri mereka berdasarkan ketentuan yang penerapannya sesuai denagn pengakuan semua pihak yang menyetujui dan membela berlakunya undang-undang itu. Secara mutlak harus diberlakukan berdasarkan tingkat moril yang terdapat dalam suatu negara yang teratur dan tertib hokum yang secara langsung sangat bertolak belakang dengan keadaan yang ada di Hindia-Belanda.
3. pengalaman bertahun-tahun dalam bidang kejaksaan, pengadilan dan kehakiman akan melakukan puncak ketidakadilan. Apabila keempat orang ini dihukum karena kata-kata yang mereka gunakan.
4. penahanan sementara atas diri mereka, yang berlangsung sampai eman bulan lamanya tidak mempunyai dasar hukum.
66
5. hidup dibawah satu pemerintahan kolonial seperti yang sudah diuraikan panjang lebar mendapat cemoohan, hinaaan-hinaan, jelas tidak bias diabaikan begitu saja.
Kesimpulan saya tidak lain yaitu, saya memohon supaya segeramemerintahkan mengeluarkan mereka yang dihadapakan ini dari tahanan sementara dan selanjutnya sesuai dengan permohonan yang sudah dikemukakan di bagian terdahulu, supaya tuan-uan menyatakan bebas dari segala tuduhan dan tuntutan. Semoga hukuman yang tuan-tuan jatuhkan merujuk pada hukum yang tepat dalam arti kebenaran dan kaedilan serta menyatakan ―tidak‖ secara pasti dan tegas terhadap ―bantuan-bantuan‖ yang pasti sangat diharapkan penguasa-penguasa tertentu dinegeri ini dan negeri jauh diseberang sana. PEMBELAAN PARA TERDAKWA
1. Pembelaan Mohammad Hatta
Saya sudah mempersiapkan suatu pembelaan yang panjang lebar yang kira-kira ankan menghabiskan 3 ½ jam dari waktu tuan-tuan. Saya sepenuhnya menyetujui dan mendukung semua yang telah dikemukakan para penasihat hukum saya Mr. Mobach dan Mr. Duijs. Mereka telah menguraikannya secara baik dan tepat sekali, hanya satu hal yang ingin saya kemukakan dalam kesempatan ini, yaitu tentang sikan Perhimpunan Indonesia terhadap ―kekerasan‖. Kalau tuan-tuan tidak akan mengatur aturan tumah tangga perkumpulan itu tuan-tuan tidak akan menemukan unsure apapun yang berhubungan dengan kekerasan yang terdapat dalam Perhimpunan Indonesia. Analisa tentang hubungan kolonial yang telah memberi kesimpulan kepada Perhimpunan Indonesia bahwa seluruh keadaan dikuasai oleh 2 elemen yang keduanya bertolak belakang, yaitu :
67
1. pemerintah Belanda yang ingin mempertahankan kekuasaanya di Indonesia dengan segala cara yang dimiliki
2. bangsa Indonesia yang menginginkan kemerdekaan penuh
keadaan ini memaksa mereka meyakini, bahwa kemerdekaan hanya dapat diperoleh oleh bangsa Indonesia melalui kekerasaan. Negeri Belanda sepenuhnya berkuasa untuk menentukan dengan cara bagaimana Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya :
a. cara damai atau
b. cara kekerasan
Pemerintah kolonial akan berakhir bagi saya itu sesuatu hal yang sudah pasti. Hal itu hanya soal waktu saja dan sama sekali bukan soal ya atau tidak. Kiranya baik, kalau bangsa Belanda dapat menyadari bahwa kekuasaan mereka tidak akan berlangsung untuk selama-lamanya. Dan sesuatu yang saya ingin kemukakan disini yaitu tentang penahanan sementara yang ditimpakan atas diri kami. Kami berdiri disini bukan sebagai penjahat, kami adalah orang-orang jujur yang secara jujur membela kepentingan kami. Tetapi janganlah saya terus berbicara secara abstrak. Izinkanlah saya mengemukakan hal-hal yang nyata untuk meyakinkan tuan-tuan, ketua dan majelis hakim bahwa motif ―takut melarikan diri‖ sama sekali tidak mendasar. Namun tuan ketua dan majelis hakim yang terhormat, fakta tersebut tidak membenarkan cara-cara yang dilakukan pemerintah menjebloskan orang-orang Indonesia tertentu yang belajar di negeri ini dalam kesengsaraan, merupakan hukuman yang tidak adil dan sangat tidak beradab. Kami percaya pada hari kemudian bangsa kami dan kami juga percaya pada kekuatan-kekuatan jiwanya. Kami tahu bahwa kekuasaan di Indonesia secara perlahan tapi pasti akan bergerak ke pihak kami. Tuan hakim yang terhormat, apabila saya sekarang menyatakan siap menanti keputusan tuan-tuan. Kata-kata Rene de Clreq yang telah menjadikan ―Indonesia Muda‖ sebagai latar belakang ucapannya yang sekarang terletak di bibir saya: ―hanya satu tanah yang dapat menjadi tanah airku, dia tumbuh sesuai upaya dan upaya itu adalah dayaku.‖
2. Pembelaan R.M. Abdul Majid Joyoadiningrat
68
Kemarin setelah mendengar tuduhan tuan penuntut umum yang sangat memburukan cita-cita kami yang sangat mulia dan agung, saya sangat ingin untuk membantah pernyataan tersebut. Namun, setelah mendengar pembelaan dari pembela yang sangat mengerti dengan maksud dan tujuan kami. Tidak semua orang di negeri ini menentang gerakan dan tujuan nasionalis kami. Itulah sebabnya saya ingin mengungkapkan sesuatu senagai tambahan. Setelah sidang kemarin, saya merenungkan dan membandingkan 2 pendapat yang bertolak belakang yang dimilki tuan penuntut umum dengan pemela kami. Maka dengan terpaksa saya, mengakui bahwa diantara bangsa Belanda masih terdapat pemuka-pemuka yang memberi penilaian yang berbeda terhadap gerakan dan tjaun perjuangan bangsa kami. Dan sekarang saya yakin bahwa bukan hanya tuan pembela yang mempunyai pandangan yang tidak sependapat dengan perjuangan kami tetapi masih ada beribu-ribu orang Indonesia lainnya yang juga tidak sependapat dengan kami. Oleh sebaba itu saya yakin, bahwa seklaipun hakim dan anggota majelis yang lain mempunyai pendapat yang berbeda tentang perjuangan kemerdekaan bangsa kami, tuan-tuan juga pasti menhargai tujuan dan tidak akan memperlakukan kami seperti penjahat dalam arti umum seperti yang dilakukan oleh tuan penuntut. Pembelaan yang dilakukan oleh Mr. Mobach dan Mr. Duijs terhadap tuntutan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada M. Hatta dkk adalah mengenai pergerakan yang mereka lakukan. Dengan tujuannya mencapai kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya sehingga menyebabkan ketakutan tersendiri dipihak Belanda karena akan kehilangan daerah jajahannya. Oleh karena itu atas adanya pergerakan dari Perhimpunan Indonesia menyebabkan ditangkapnya para pemiminanya yang dijatuhi hukuman penjara. Pembelaaan yang dilakukan oleh pembela yang pada saat itu sangat membantu persidangan kali ini yang pada sebenarnya tidak adanya kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin Perhimunan Indonesia. Mereka hanya menginginkan kemrdekaan Indonesia yang sepenuhnya tanpa ada pemberian dari pihak lain sehingga kemerdekaan itu murni milik dari bnagsa Indonesia. Pemerintah Belanda menuduh adanaya kekerasaan dalam rumah tangga Perhimpunan Indonesia yang pada hakikatnya tuduhan ini tidak mendasar.
Pembelaan yang dilakukan oleh Hatta dan Joyoadiningrat pada saat itu snagtlah beralasan karena tidakan mereka dalam melakukan pergerakan Perhimpunan
69
Indonesia hanyalah memuntut apa yang sudah menjadi hak mereka, yaitu keinginan untuk meredeka secara seutuhnya setelah sekian lama hidup dalam lingkup jajahan menimbulkan pemikiran untuk melepaskan diri. Meskipun usulan dari mereka ini juga tidak mendapat dukungan yang penuh dari seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembelaannya Hatta mengungkapkan keyakinanya akan datang suatu saat dimana takdir akan berpihak kepadanya dan kemerdekaan yang selama ini dicita-citakan akan terwujud. Karena kemunduran dari Belanda sudahlah pasti hanya tinggal menunggu waktu saja. Dalam pembelaannya Hatta juga berkata ― apa kami salah, apabila kami ingin melepaskan diri dari kegetiran rasanya dijajah?‖ dan ami disini hanya menuntut apa yang seharusnya sudah menjadi hak kami. Joyoadiningrat didalam pembelaannya juga sangat menyayangkan atas tidak bersatunya orang Indonesia dengan tidak memberikan dukungan kepada mereka yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
3. Pembelaan Ali Sastroamijoyo
Tuan-tuan hakim, ketua dan anggota majelis. Semula saya bermaksud untuk mengemukakan bantahan terhadap tuan penuntut umum yang terhormat. Tetapi setelah mendengar penjelasan serta uraian tuan pembela yang kami hormati, tuan Duijs, maka saya menganggap apa yang saya ingin utarakan tidak perlu lagi saya kemukakan dalam siding ini. Namun demikian, saya masih ingin memohon tuan-tuan hakim yang terhormat sudi mempelajari naskah pembelaan yang saya serahkan dengan harapan dapat membantu tuan-tuan dalam mempertimbangkan keputusan terhadap tuduhan dan tuntutan yang dilakukan tuan penuntut umum.
Disini saya ingin mengutarakan ucapan terima kasih yang sangat mendalam terhadap tuan-tuan pembela kami. Tidak boleh tidak, saya harus menyampaikan rasa terima kasih kepada Tuan Mobach atas pembelaannya, terlebih lagi kepada Tuan Duijs atas gambaran yang secara sempurna menyatakan kebenaran tentang keadaan bangsa dan negeri kami dan karena sikapnya yang benar-benar menunjukkan pengertian dan dukungan atas tujuan dan cara-cara perjuangan kami. Dia telah mengungkapkan fakta-fakta dalam pidatonya yang terasa sangat menyegarkan hati dan jiwa kami. Dia telah mengungkapkan segala perasaan yang
70
selama ini harus kami pendam. Kata-katanya telah menghidupkan harapan baru dalam hati kami, harapan untuk bangsa kami dan untuk hari kemudian yang lebih cerah. Pidato Tuan Duijs itu telah memungkinkan saya menyadari, bahwa pasti masih terdapat orang-orang lain di negeri ini yang dapat mengilhami dan mengukur tinggi rendahnya cita-cita kami seperti dia.
4. Pembelaan Nazir Sutan Pamuncak
Tuan-tuan hakim, ketua, dan anggota majelis yang terhormat. Setelah saya mendengar pidato tuan-tuan pembela kami, yang demikian tuntas dan jelas, masih ingin saya menggunakan kesempatan yang secara royal tuan-tuan berikan. Namun sebelumnya, izinkanlah saya menambahkan rasa terima kasih saya pada ucapan-ucapan yang sudah disampaikan saudara-saudara terdakwa terdahulu, kepada tuan-tuan pembela atas segala usaha yang mereka telah dan akan lakukan dalam perkara kami ini. Tentang isi surat tuduhan tuan penuntut umum yang terhormat, saya hanya ingin meminta perhatian tuan-tuan hakim yang terhormat pada dua hal yang tersebut dalamnya, yang sama sekali telah memberi gambaran yang sangat bertentangan dengan keadaan serta kejadian yang sebenarnya. Yang saya maksudkan adalah, hubungan kami dengan organisasi-organisasi yang terdapat di luar negeri, khususnya keikutsertaan kami dalam kongres demokrasi pasifis di Bierville pada bulan Agustus 1926 dan malam kesenian Timur di Paris, juga pada tahun 1926. Tuan penuntut umum telah menggambarkan hubungan luar negeri kami tersebut, seolah-olah mempunyai kaitan dengan kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di negeri kami. Bahwa hubungan itu sama sekali tidak mempunyai dasar kebenaran dan dengan sendirinya dibantah oleh dasar dan tujuan kongres Bierville yang pasifis. Untuk jelasnya, saya dapat menerangkan, bahwa kongres tersebut diadakan dalam sebuah istana dan berada di bawah perlindungan seorang pasifis yang sangat terkenal di Eropa, Marc Sangnier. Dia bukan seorang sosialis dan sama sekali dia tidak dapat disebut sebagai pendukung sistem tentara merah Rusia.
71
Tentang malam kesenian di Paris, tuan-tuan hakim tentu sependapat dengan saya, bahwa malam itu tidak dapat disebut sebagai malam propaganda kekerasan, jikalau tuan-tuan tahu, bahwa pada malam yang diadakan khusus untuk menyajikan kesenian-kesenian Timur, turut juga hadir-tidak lain dari tuan duta besar kerajan Belanda di Perancis, Tuan dr. Loudon.
C. Koperasi dan Nonkoperasi
Gerakan nasionalisme dikalangan para elit terdidik muncul dua jenis kekuatan yakni gerakan koperasi dan nonkoperasi, gerakan koperasi pertama diusung oleh Budi Utomo yang mana organisasi ini dalam perjalanannya tidak terlalu sering bersinggungan dengan pemerintahan kolonial karena organisasi ini cenderung lebih kooperatif dengan pemerintah kolonial dan bahkan ada beberapa anggota organisasi ini masuk dalam Volksraad. Kelompok kekuatan kedua adalah organisasi-organisasi yang radikal dan non kooperatif dimana organisasi-organisasi tersebut mempunyai visi dan misi kemerdekaan dan penuntutan kesetaraan hak secara radikal, adapun organisasi yang radikal tersebut adalah PNI, PI dan PKI.
D. Taman Siswa dan Perguruan Lain
Pada tahun 1922 lahir sebuah perguruan yang dipimpin oleh Suwardi Suryadiningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia merupakan salah satu anggota dari tiga serangkai pelopor organisasi radikal pertama IP (indische partij), Taman Siswa bertujuan mengembangkan pendidikan dan budaya. Selain itu pendirian Taman Siswa ini untuk menghadapi dominasi sekolah-sekolah kolonial yang hanya menerima siswa-siswa dari kalangan priyayi. Dalam perjalanannya Taman Siswa akhirnya dijadikan sebagai tempat penanaman ide-ide nasionalisme terhadap generasi muda, pendiri Taman Siswa percaya melalui pendidikan di Taman Siswa inilah akan dihasilkan elit kultural yang akan berperan besar dalam pergerakan nasional.
Melihat perkembangan pesat Taman Siswa yang pesat membuat pemerintah kolonial gerah karena menganggap organisasi ini akan menghasilkan lulusan yang berbahaya selain itu pendirian sekolah inipun tidak sah, sehingga pada akhirnya pemerintah kolonial mengeluarkan undang-undang sekolah liar (wilde scholen
72
ordonantie) untuk melarang beroperasinya sekolah-sekolah yang tidak mendapat ijin dari pemerintah kolonial. Penerapan undang-undang tersebut mengakibatkan reaksi yang keras dikalangan para tokoh dan organisasi pergerakan, dan pada akhirnya undang-undang tersebut terpaksa dicabut karena kuatnya dukungan terhadap Taman Siswa. BAB VI ORIENTASI BARU
A. Partai Nasional Indonesia
Latar belakang didirikannya PNI adalah akibat dari situasi sosio-politik serta pasca dilarangnya kegiatan yang berbau komunis, pada tahun 1927 berdirilah PNI yang dipelopori oleh Soekarno dan mayoritasnya anggotanya berasal dari Algemene Studie Club Bandung yang merasa aspirasinya tidak tersalurkan pada organisasi lain.Tujuan PNI pada waktu adalah mencapai Indonesia merdeka, dengan asas self help atau berdikari, nonkoperasi, serta marhaenisme. Dalam perjuangannya seringkali PNI melalui Soekarno sebagai penarik massa karena kelihaianya akan berorasi mampu membuat PNI menjadi organisasi yang banyak pengikutnya, selain itu Soekarno pun selalu membuat propaganda yang mampu membakar semangat rakyat seperti perlunya menghilangkan ketergantungan pada pemerintah kolonial, serta perlawanan antara front kulit putih dengan sawo matang. Propaganda yang sering dilancarkan Soekarno membuat pemerintah kolonial khawatir sehingga gubernur jenderal pada sidang Volkraad memberi PNI peringatan agar jangan terlalu radikal, namun pada sekitar tahun 1929 tersebar fitnah bahwa PNI akan memberontak sehingga mengakibatkan penangkapan tokoh-tokohnya. Soekarno sebagai salah satu yang ditangkap menuliskan pembelaannya sehingga dikenal sebagai Indonesia Menggugat. PNI pun akhirnya dibubarkan namun setelah terjadi perpecahan sehingga terbentuklah partai baru Partindo dan PNI baru.
Tahun 1926 Soekarno menamatkan studinya dari THS. Meski tidak bekerja secara teknis dalam bidangnya, bukan berarti dia vakum dalam mengembangkan ilmu yang dengan susah payah dia dapatkan dari THS. Sukarno tetap memunculkan keberhasilan-keberhasilan dalam pengembangan ilmu arsitektur dan banguan. Untuk menutupi kebutuhan keluarga, Sukarno bersama-sama Anwari pada 1926 mendirirkan biro teknik. Tetapi, biro yang mereka dirikan tidak berhasil dengan baik karena perhatian
73
dan pikiran mereka tertuju dalam bidang politik dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia. Study club-study club tersebut menguat pada 1926, dan pada saat itu Sukarno menjadi ketuanya. Study club ini menguat dan memunculkan sebuah perkumpulan politik yang kemudian dinamakan partai. Lahirnya PNI dinilai sebagai peningkatan semangat perjuangan kemerdekaan, mengingat beberapa faktor yang mendorongnya. PNI didirikan dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka dengan asas yang dinamakan Marhaneisme, menolong diri sendiri dan non kooperasi. Adapun cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah massa aksi nasional yang sadar dan percaya pada kekuatan sendiri. Perjalanan sejarah politik indonesia di era 1920-an ini tidak lepaskan dari kekuatan ideilogi mahasiswa seperti Hatta, Syahrir, dan generasi seangkatannya yang belajar di Belanda. Sejak tahun 1919 Hatta bersama pelajar lainnya aktif dalam sebuah perkumpulan pelajar yang kemudian berubah menjadi organisasi berhaluan politik PI. Sukarno sendiri brgitu aktif mengikuti perkembangan para pemuda yang ada di Belanda. Tidak jarang dia berkorespondensi dengan Hatta untuk saling bertukar pendapat mengenai kegiatan politk mereka.hal inilah yang kemudian memunculkan ide jauh Sukarno untuk mendirikan PNI. Pada 24 Mei 1929, PNI mempunyai pimpinan yang terdiri dari Sukarno (ketua), Isqaq (Sekertaris), Sartono (Bendahara). Bulan November 1929 yang menjdi pimpinan pusat adalah Sukarno, Gatot Mangkoepraja, Manadi, dan Maskoen. Untuk merealisasikan tujuannya, PNI melakukan berbagai macam upaya. Upaya tersebut dikumandangkan dalam Kongres Pertama di Bandung dan memuat beberapa agenda antara lain :
I. Politik
1. Memperkuat perasan kebangsaan dan perasaan persatuan Indonesia.
2. Menyebarkan pengetahuan dan ilmu tentang sejarah nasional dan memperbaiki hukum nasional.
3. Mempererat perhubungan antar bangsa-bangsa di Asia.
4. Menuntut kemerdekaan diri, kemerdekaan pers, dan kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
74
II. Ekonomi
1. Berusaha mencapai perekonomian nasional yang dapat berdiri sendiri.
2. Menyokong perdagangan dan perindustrian nasional.
3. Mendirikan bank nasional dan koperasi-koperasi untuk mencegah riba.
III. Sosial
1. Memajukan pengajaran nasional.
2. Memperbaiki kedudukan perempuan.
3. Memajukan sarekat-sarekat buruh dan tani.
4. Memperbaiki kesehatan rakyat.
5. Menganjurkan monogami (mempunyai hanya seorang istri).
Dalam perkembangannya, terdapat pro dan kontra tentang pertumbuhan PNI, satu pihak memandang PNI cepat berkembang, tetapi banyak pula yang mengatakan bahwa PNI bukanlah partai yang sukses jika dilihat dari kualitas massa. Kalau dicermati secara seksama, tampak bahwa perkembangan PNI jauh lebih lambat dari SI. Bagi Sukarno yang saat itu menjadi ketua partai, persoalan jumlah anggota baginya tidak terlalu penting. Berkat upaya dan perjuangan keras dari Sukarno serta dukungan dari Inggit Garnasih, PNI mampu tercatat sebagai partai garis depan di era 1920-an. Untuk membesarkan PNI tidak mudah seperti yang diangnakan. Kendatipun Sukarno pandai menghimpun massa dengan kekuatan dan gaya pidatonya, massa masih juga sedikit. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa Sukarno kadang-kadnag merasa kesulitan memahami bahasa sunda.
Tampak bahwa Inggit memang bukanlah ‘perempuan sembarangan‘. Dia mampu bertindak sebagai penerjemah bahasa sunda yang profesional. Selain itu, dia juga menjadi sibuk dalam kegiatan PNI. Inggit memberikan semuanya denganikhlas tanpa pamrih. Meski dia harus bekerja keras membanting tulang memenuhi kebutuhan keluarga, Inggit jarang mengeluh. Inggit memberikan yang terbaik untuk suaminya. Sukarno makin tampil sempurna. Sebagi basis penguatan kekuatan, PNI di Bandung
75
dibagi menjadi empat kekuatan masing-masing Bnadung Utara, Bandung Selatan, Bandung Barat dan Bandung Timur. Rapat-rapat rutin diadakan untuk menggalang konsep, kekuatan, dan pengautan kader. Dalam hal ini, sukarno tidak hanya mengkader laki-laki yang telah berumur, namun juga perempuan. Memang diakui, pada saat ini perjuangan Sukarno untuk menghimpun kekuatan bangsa Indonesia semakin berat. Dia tidak hanya mendapatkan pertentangan lawan politik dari dalam, namun yang menyulitkan adalah pengawasan polisi-polisi Belanda yang membatasi geraknya. Pertentangan dari dalam muncul karena corak PNI yang terlalu progresif sehngga mengingatkan rakyat pada PKI memberontak pada 1926. corak perjuangan partai yang dibawa Sukarno menjadi gambaran yang tajam dikalangan rakyat karena di sana ditemukan juga mantan-mantan anggota PKI yang secara nyata memberi label buruk bagi masyarakat. Pada saat PNI terus meningkatkan kekuatan, intimidasi Belanda semakin kuat. Rapat-rapat yang dijalankan PNI selalu diawasi, bahkan hanya boleh diikuti oleh orang-orang yang minimal berumur 18 tahun. Kesulitan semacam ini menjadi jalan bagi Sukarno mendatangi rumah-rumah pelacur dan menjadikannya ‘markas‘ rapat PNI. Sukarno sering mengatakn bahwa dirinya tidak peduli apakah akan masuk surga atau neraka. Menurut Sukarno, pelacur adalah alat yang paling jitu untuk dapat memeprtahankan perjuangannya. Tindakan yang seperti ini diambil karena Sukarno mengalami kesulitan dalam mengembangkan partainya. Dia terlalu dikekang dan diawasi oleh polisi Belanda. Perjuangan PNI yang semakin subur ternyata pengundang petaka bagi Sukarno. Organisasi yang semakin keras mulai dicium oleh polisi Belanda. Sukarno dan partainya dituduh akan melakuakn revolusi. Dari berita itulah, pada 29 desember 1929 dia dan teman-temannya ditangkap dan dimajukan ke pengadilan.
Tuntutan itu didasarkan atas pada pasal 153 bis dan pasal 169 kitab undang-undang hukum pidana yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan pasal karet. Sukarno dijatuhi hukuman penjara 4 tahun. Secara psikologis, pengakapam Sukarno dan kawan-kawannya menyebabkan matinya perjuangan PNI. Sebagi partai massa, PNI ibarat kehilangan induk dan tersebar tanpa kendali. Untuk mematiakn jiwa dan semangat,
76
pengadilan sengaja dibuat secara berlarut-larut. Tanpa disadari, kondisi yang seperti ini membuat jiwa Sukarno semakin rapuh. Sejak Inggit datang mengunjunginya, sinar kebahagian dan kekuatan dalam diri Sukarno kembali merebak. Perjuangan Inggit untuk meringankan beban psikologis Sukarno diwujudkan dengan berbagai strategi ‘lunak‘. Inggit membatu Sukarno dengan membaw uang yang diselipkan dalam makanan. Dengan uang itu, Sukarno dapat mengambil hak-hak istimewa sebagai seorang tahanan. Selain dapat membeli koran, Sukarno juga dapt membujuk penjaga agar membolehkannya membaca buku-buku di perpustakaan. Dari pembelaan perkara yang beralngsung lama, pengadilan kemudian menjatuhkan keputusan untu menahan tokoh-tokoh PNI. Dikala, ketenangan batin ini mulai tumbuh, berita tenatng perpecahan dalam tubuh PNI membuat jiwa Sukarno kembali guncang.pemerintah masih menganggap PNI sebagai antek-antek PKI. Posisi semacam inilah, yang menyebabkan PNI terus menjadi incaran. Meskipun Sukarno telah ditahan, bibit ideologi partainya masih subur dan berkembang. Untuk menghindari intimidasi Belanda, pada 1930 PNI mengadakan rapat (konferensi) luar biasa untuk membahas keberlanjutan. Berdasarkan ketetapan hasil konferensi, PNI dibubarkan, kemudian dibentuk Partindo (Partai Indonesia). Pembubaran PNI membawa dampak yang menyakitkan bagi Sukarno. Jiwanya meronta-ronta meminta belas kasihan akan lepasnya PNI. Inggit tidak tega melihat roman muka kesayangnannya yang nampak begitu lusuh. Inggit menyadari betapa keberadaan dirinaya sangat berarti dalam saat-saat yang seperti ini. Harapan untuk bisa membesarkan PNI hingga dia menjadikan sebagai basis perjuangan telah lenyap dari dasar harinya. Sekarang yang dia perlukan adalah bagaimana mengetahui kondisi perpolitikan yang terjadi di luar penjara. Untuk memenuhi keinginan ini, Inggit kembali harus memutar otak mencari strategi untuk memberikan informasi kepada Sukarno. Kondisi perpecahan dalam tubuh PNI semakin membawa uadara panas bagi kondisi perpoliitakn secara umum di Indonesia.
Sementara itu keika udara panas muncul dalam tubuh PNI, pimpinan pemuda yang belajar di Belanda, Hatta dan Syahrir, mengumandangkan seruan-seruan yang kontoversial terhadap PNI. Mereka yang semula berpihak perjuangan pada Sukarno tidak
77
mampu mendidik massa. Dalam tulisannya, Hatta mengecam bahwa apa yang dilakukan Sukarno menjadi sejarah hitam perjuangan partai di Indonesia. Kesalahan Sukarno mempersepsikan rakyat menjadi salah satu jalan bagi robohnya PNI. Pengkaderan yang seharusnya dilakukan secara intensif tidak diberikan oleh Sokarno. Akibatnya, mereka menjadi partai massa yang rapuh dan tidak tahan banting dengan kondisi perpolitikan yang ada. Namun demikian dia tidak banyak berkomentar. Inggit menyadari posisi dirinya yang tidak banyak makn asam garam perpolitikan. Dia hanya mampu memberikan bantuan kepada Sukarno dengan menyampaikan berita-berita politik yang sedang memanas. Itupun dilakukan dalam skala kecil sebagai ‘perempuan biasa‘. Inggit kemudian mencari jalan dengan cara mengirimkan kode-kode rahasia. Kode-kode rahasia itu mampu memberikan gambaran kepada Sukarno berkaitan dengan kondisi di luar penjara. Tanggal 29 desember 1931 dia dibebaskan dari penjara. Setelah dibebaskan, Sukarno mulai kembali ke dunai politik. Hal itu ditunjukkan dengan mengadiri sidang PPPKI (Perhimpunan Permufakatan Politik kebagsaan Indonesia). Dalam sidang yang diselenggarakan di Kota Surabaya tersebut, Sukarno tapil berpidato. Selain mengahdiri siang ini, kesibukan lain yang dilakukan adalah berupaya mempersatuakn Partindo yang dipimpin oleh Sartono denagn PNI baru piminan Hatta dan Syahrir. Dengan proses yang lama Sukarno memikirkan untuk memilih partai mana yang akan diambil sebagai wadah perjuangannya. Dengan proses yang agak lama, dalam kongres Partindo, akhirnya Sukarno memberikan keputusan untuk memilih Partindo dan menjdi ketuanya. Enam bualn lebih sukarno berusaha untuk mempersatukan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) dan Partindo (Partai Indonesia), tetapi tidak kunjung berhasil. Sejak itu, Sukarno mulai bergerak ke kota-kota besar seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta untuk mengembangkan sayap Partindo. Seperti halnya sewkatu duduk dalam kepengurusan PNI, propaganda anatr daerah dilakuakn dengan menyaurakan jargon kemerdekaan. Propaganda dilakukan dengan perhimpuanan massa dan pidato-pidato yang membakar semangat. (Awal Hidup Baru di Ende)
Pidato-pidato politik Sukarno yang digaungkan daerah kembali membawa bencana, baik bagi dirinya maupun partai yang dipimpinnya. Sebagia konsekuensi
78
politik, dia kembali ditangkap. De Jonge agaknya lebih keras terhadap gerakan masa dibandingkan pendahulunya, De Greff. Pada 1 Agustus 1933, tepat 2 tahun setelah Sukarno dibebaskan dari penjara Sukamiskin (1929-1931), dia kembali ditangkap polisi Belanda denagn tuduhan melakukan tindakan subversif. Risalah ini menimbulkan perdebatan panjang dikalangan pemerintah hingga akhirnya Sukarno ditangkap kembali. Kali ini pemerintah mengambil tindakan tegas dengan mengkarantina ke Ende (Flores). Pertengahan februari 1934, dengan pengawalan polisi, Sukarno dan keluarga (Inggit, ibu Amsi, Omi, Mahasan dan Karmini) terlebih dahulu diagkut ke Surabaya. Di sana untuk sementara waktu Sukarno diasingkan ke penjara di Jalan Werf dengan pengamanan di bawah pengawasan polisi De Vires. Peristiwa ini menyebabkan dia kembali kehilangan pamor. Massa yang dahulu selalu berbondong-bondong mendengarkan pidsto dan petuahnya berganti denan pengasingan yang jauh dari tepuk tangan massa. Walaupun tidak semalang Hatta dan Syahrir di Boven Digul, Sukarno secara psikologis belum dapat menjalani hukuman pembuangan dalam kesendirian. Pertengahan februari 1934, Suakrno dan keluarga tiba di Ende, Flores (Nusa Tenggara Timur). Sejak munculnya Perang Dunia II yang bergema sejak 1939, Jepang yang masuk dalam blok Jerman unggul di Asia dan mengalahkan mampu Belanda. Kedatangan Jepang ke Hindia Belanda dikabarkan akan samapi di Bengkulu. Sebenarnya berita pendaratan tentara Jepang bukan yang pertama kali di Bengkulu. Sebelumnya, pada 10 Mei 1940 wilayah Bengkulu juga terkena imbas pendudukan tentara Jepang yang berkedok Nazi. Kedatangan Jepang yang tiba-tiba dengan memboncengi tentara sekutu membuat Belanda jauh-jauh hari berjaga. Penjagaan secara ketat terutama dilakukan kepada Suakrno dan keluarganya. Malam harinya ketika terdengar berita pendaratan pasukan Jepang, keluarga Sukarno di Anggoet Atas didatangi pasukan berseragam yang terdiri dari polisi-polisi Belanda. Mereka menyuruh sukarno dan inggit beserta keluarga segera berkemas-kermas dan meninggalkan Anggoet Atas sebelum kedatangan jepang membahyakan mereka.
Sukarno beserta keluarga segera diangkut oleh mobil yang sebelumnya sudah dipersiapkan polisi Belanda. Mereka akan di bawa ke Kota Padang, keran di sanalah
79
setidaknya wilayah yang masih aman dari serangan bala tentara Jepang. Dalam perjanan panjang itu, Inggit dan Sukarno tetap membisu. Perjalanan diteruskan dari Muko-Muko hingga menjelang siang. Pada hari itu juga, mereka samapai di hutan Sumatera. Suasana hutan yang menyeramkan membuat bulu kuduk Inggit merinding. Perjalanan panjang diteruskan, meski rasa lelah menghinggapi. Pada akhirnya Inggit merasakan suasana yang rekat di antara mereka. Susah dan senang di hutan belantara dirasakan bersama. Menjelang maghrib, rombongan samapi di sebuah perkampungan kecil dan di sanalah mereka menghabiskan malam. Tanpa diketahui sebelumnya, tidak jauh dari temapt mereka bermalam terdapat perkampunagn penduduk. Bebrapa orang yang kebetulan bertemu mengajak mereka untuk menginap, akan tetapi rombongan memutuskan untuk tinggal di gubuk hingga pagi. Beberapa orang memberikan bantuan dengan meminjamkan cempor, tikar, juga beras dan ikan asin untuk makan malam. Sukarno terkadang memandangi istrinya dengan hari yang pedih. Pagi harinya perjalanan diteruskan. Dengan pedati, barang-barang yang mereka bawa dikemasi dan dinaikkan. Perjalanan panjang kembali menghampar di dada Inggit. Kurang lebih delapan jam dengan melewati sungai-sungai besar, rombongan samapi di Kota Padang. Mereka disambut oleh polisi yang sejak awal berjaga-jaga. Kabar kedatangan mereka di kota ini ternyata diketahui oleh Woworuntu, dokter hewan yang semenjak tinggal di Bengkulu menjadi teman Hassan Din. Hari-hari di Padang cukup memberikan pencerahan bagi Inggit. Setelah beberapa hari di Padang, polisi Belanda memerintahkan agar Inggit sekeluarga segera berkemas-kemas. Perjalanan segera dilanjutkan ke Teluk Bayur yang secara langsung akan menuju Pulau Jawa. Seharian Inggit menunggu kapan kapal menjemputnya ke jawa segera bertandang. Akan tetapi lama menunggu, kapal yang dijanjikan oleh polisi Belanda tidak juga datang. Hingga petang, ternyata kapal tidak juga datang. Sebuah kabar yang diterima bahwa kapal yang akan mengangkut keluarganya diserang oleh tentara Jepang di Teluk Bayur. Menjelang malam, nasib Inggit dan keluarga masih terkatung-katung. Tidak tahu kapan ia akan berangkat ke Jawa. Tanpa disangka, dalam penantian yang tidak kunjung pasti itu, bala tentara Jepang telah berhasil masuk ke Padang termasuk ke wilayah di mana Inggit dan keluarganya tinggal.
80
Ketika bala tentara jepang berhasil menyusup ke Kota Padang, para penduduk pada umumnya mengetahui bahwa mereka telah bebas dari penjajahan Belanda.Di jalan-jalan, di depan rumah dipasang bendera merah putih lambang kebanggaan bangsa Indonesia. Dugaan para penduduk di kota itu ternyata salah. Kedatangan Jepang tidak membawa kebebasan bagi mereka. Jepang seolah menjadi juru penyelamat ternyata hanya membawa penderitaan bagi Indonesia. Mereka banyak melakukan penyiksaan terhadap penduduk. Kejadian dan peristiwa menyeramkan yang beruntun tersebut membuat Woworuntu dan keluarganya merasa risau. Dalam kondisi yang mencekam tersebut, Sukarno dicari oleh Jepang. Tiga hari berturut-turut ia dijemput dengan mobil sedan. Semenjak kedatangan tentara jepang ini, inggit dan keluarga tidak lagi tinggal di rumah Woworuntu. Mereka pindah ke sebuah Paviliun di Kampung Terandam 48, rumah seoarng keluarga H. Abdul Latief, seoarng pedagang ternama. Di Padang Inggit mendengar berita bahwa tentara Jepang telah samapi di Jawa. Dalam keadaan seperti ini, kesombongan pihak Jepang menjadi-jadi, pihak rakyat mulai benci dnegna yang berkuasa sekarang. Gerakan bawah tanah yang dilakuakn oleh rakyat sangat anti Jepang mulai menjalar. Pihak Jepang justru semakin menunjukkan kekuatannya. Sementara itu, kesibukan Sukarno sebagai seorang pejuang semakin bertambah. Dia yang selama ini snagat anti penajajhan bergerak dengan tokoh lain untuk membebaskan rakyat. Dalam sejarah diketahui bahwa Jepang mulai menancapkan kukunya di tanah Hindia Belanda untuk menggalang kekuatan rakyat dalam rangka menghadapi Perang Pasifik. Perlakuan yang diberikan oleh tentara Jepang kepada tokoh-tokoh politik Indonesia jauh berbeda dari pemerintahan Belanda.
Tidak lama berada di Palembang, perjanan kemudian dilanjutkan ke Jawa dengan perahu motor. Perjalanan jauh denagn kendaraan perahu tidak hanya kali ini Inggit rasakan. Dari kejauhan tampak Pulau Jawa melabai-lambai mengucapkan selamat datang kepada tuannya. Sementara itu Sartono dan Hatta sudah berada di Jakarta. Tidak lama, yang diannatikan Inggit akhirnya datang. Hatta, Syahrir, dan Sartono yang juga
81
hadir di temapt itu hanya mampu membisu membiarkan rekan perjuangan melepaskan rindu dengan keluarganya. Sekarang ini Inggit merasakan ada yang berbeda. Keindahan Kota Bandung yang dulu menyejukkan hatinya sekarang ini telah hilang berganti suasana hidup yang kadang tidak menentu. Inggit telah kehilangan kebahagian yang dirajutnya bersama Sukarno. Kata-kata yang diucapkan Sukarno menggema di jiwa rakyat. Selepas perjalanan dari Jawa Timur, Inggit beserta keluarga menginap di tempat Hatta, sebelum kemudian dipindahkan atas perintah tentara Jepang ke Orange Boulevard 11 Jalan Pegangsaan Timur 56. Sukarno kemudian bergabung dengan PUTERA dan menjadi ketua di samping Ki Hajar Dewantara, Kyai Haji Mas Masyur, dan Mohammad Hatta. Rupanya perasaan Inggit tidak begitu banyak dihiraukan oleh Sukarno. Inggit makin sibuk dengan kegiatannya membantu menggalang massa, memimpin rakyat dan berkunjung dari satu daerah ke daerah lain di Jawa. Inggit mencoba terus menutupi perasaannya. Tetapi yang aneh adalah justru firasatnya akan hubungan suaminya dan Fatma yang menjadi penyebab renggangnya hubungan semakin menjadi. Inggit tidak peduli saat itu sukarno ada dihadapannya. Dengan perasan gundah, dia serentak memaki-maki. Sukarno berusaha membela dirinya. Pertengkaran hebat itu benar-benar meninggalkan luka yang mendalam baginya. Dan dia pun sungguh-sungguh tidak ingin berpisah apalagi bermaksud menceraikan Inggit. Inggit semakin marah karena ternyata di luar dugaannya, Sukarno telah menceritakan keretakan rumah tangganya kepada ornag lain. Inggit semakin merasa jengkel. Mereka seolah-olah menaruh rasa kasihan kepadanya. Inggit mendesak suaminya agar menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Terjadialh sebuah dialog panjang yang berisi ketegangan dan kecurigaan Inggit. Bagi Inggit, dimadu adalah pantangan yang tidak bisa hindari. Meski dalam hati kecil merasa terpukul dengan perpisahan yang mungkin terjadi, tetapi demi menjaga kehormatan keluarga, Inggit tetap kukuh. Inggit akhirnya pasrah dengan keadaan. Akhirnya perceraian itu tidak dapat dihindarkan. Empat serangkai yang terdiri dari Mohammad Hatta, K.H. Mas Masyur, Ki Hajar Dewantara, dan Sukarno sendiri, bersepakat bahwa perceraian adalah jalan terbaik.
82
Sekarang masa depan dan hidup yang berbeda melambai dalam kehidupan Sukarno dan Inggit. Sukarno yang seorang pemimpin akan terus bergerak, berjaung bersama rakyat untuk mewujudkan sebuah kemerdekaan yang dicita-citakannya. Selain itu ia akan memenuhi janjinya untuk menikahi Fatma yang sekarang masih berada di Bengkulu.
B. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
PPKI terbentuk sebagai akibat dari kesadaran yang mulai muncul bahwa kekuatan pergerakan nasional mesti dibenahi dan harus segera dibentuk front kesatuan sebagai bentuk koordinasi bersama dalam menghadapi pemerintah kolonial, koordinasi diperlukan sebab tidak mungkin masing-masing masih mengejar kepentingan sendiri. Soekarno pun setuju untuk membentuk front bersama dan merasa yakin bahwa persatuan kesatuan bisa diwujudkan dan perjuangan kemerdekaan pun akan mudah terlaksana, beberapa organisasi pun mulai bergabung, sempat ide ini ditolak oleh sebagian organisasi karena Soekarno dianggap sebagai hasil didikan Belanda sehingga rasa nasionalisme Soekarno diragukan. Setelah melalui beberapa kendala akhirnya pada tahun 1927 dibentuklah PPPKI (pemufakatan perhimpunan-perhimpunan politik kebangsaan indonesia) organisasi ini menampung beberapa organisasi seperti PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi. PPPKI pun semakin berkembang dan rutin mengadakan kongres bahkan Soekarno pun sempat menjadi ketua majelis pertimbangan PPPKI akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata PPPKI tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya hal ini dikarenakan adanya pertentangan antara Partindo dan PNI baru yang mana semakin melemahkan PPKI, dan intervensi dari pemerintah Belanda pun ikut menjadi faktor lemahnya PPPKI. Sebagaimana dijelaskan pada bab yang lalu, bahwa pergerakan nasional pada decade 1920-an ditandai, antara lain, dengan adanya persaingan di antara kaum pergerakan nasional sendiri dan penempatan gubernur jenderal yang reaksioner. Namun demikian, dalam situasi seperti itu kaum nasionais terus berupayauntuk terus memeprtahankan keberadaannya, bahkan meningkatkan perjuangannya.
83
Atas dasar itulah, maka kaum nasionalis mencoba menyatukan persepsi: bersatu untuk melawan penjajah, menuju kemerdekaan. Satu hal yang perlu diperhatikan dari kondisi kaum pergerakan nasional adalah sifatnya pluralistic. Sifat ini kemudian menjadi karakteristik pergerakan pada decade ini. Adanya perbedaan golongan, kepentingan, sikap dan orientasi perjuangan merupakan asset sekaligus juga tantangan; betapa majemuknya kekuatan yang ada pada satu pihak, sedangkan pada pihak lain tak akan terelakkan lagi betapa rapuh (fragile) kebinekaan itu. Satu upaya yang telah dicapai pada periode 1920-an adalah adanya keinginan kaum pergerakan untuk mewujudkan asas persatuan Indonesia. Atas inisiatif studieclub yang ada di Bnadung dan Surabaya pada bulan Desember 1926 didirikanlah Komite Persatuan Indonesia. Organisasi-organisasi yang masuk ke dalam komite ini adalah semua studieclub, Sarekat Islam, uhammadiyah, Jong Islamieten Bond, Psundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat Madura. Akan tetapi, komite ini tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan semula (Pringgodigdo, 1980: 74). Adalah Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada tanggal 4 Jui 1927 pimpinan Ir. Soekarno dan beberapa orang bekas anggota Perhimpunan Indonesia, berupaya mewujudkan impian Komite Persatuan Indonesia yang tidak pernah tercapai. Setelah bekerja sama dengan Dr. Sukiman (PSI) dalam membuat peraturan sementara, maka Ir. Soekarno (PNI) memprakarsai berdirinya Permufakatan Perhimpunan Partij-partij Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tanggal 17 Desember 1927 (Noer, 1996: 271). Partai-partai yang terhimpun dalam permufakatan tersebut adalah PNI, PSI, BO, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub, Sarekat Madura, Tirtajasa, dan Perserikatan Celebes. Konsentrasi nasional PPPKI ini bertujuan sebagai berikut.
(1) menyamakan arah aksi kebangsaan, memperkuatnya dengan memperbaiki organisasi dengan bekerjasama antaranggotanya.
(2) Menghindarkan perselisihan antaranggotamya.
Atas dasar itu, maka di dalam konsentrasi itu tidak akan diperbincangkan masalah asas dan faham-faham partai yang bergabung (Pringgodigdo, 1980: 74). Dengan demikian, melalui PPPKI ini solidaritas antarorganisasi yang menjadi tuntutan pokok dapat dilaksanakan (Kartodirdjo, 1990: 158).
84
Dalam Anggaran Dasar PPPKI juga disebutkan bahwa, rapat-rapat diadakan jika ada keperluan mendadak yang pelaksanaannya sekurang-kurangnya setahun sekali. Sedangkan badan yang tetap dari permufakatan ini adalah Majelis Pertimbangan yang terdiri dari seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil-wakil partai. Kongres pertama PPPKI dilakukan pada tanggal 30 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1928 di Surabaya. Keputusan yang sangat penting dari kongres ini adalah mosi ―dari rakyat kepada rakyat‖, dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan pergerakan. Dalam mosi ini dijelaskan tentang hal-hal berikut.
(1) dalam berpropaganda untuk organisasi sendiri, anggota PPPKI tidak boleh menyalahkan asas-asas atau tujuan anggota yang lain.
(2) Tidak boleh mempergunakan kata-kata yang sekiranya akan menyinggung persaan orang lain.
(3) Segala perselisihan antarsesama anggota PPPKI harus diselesaikan dengan jalan perundingan.
Pada tanggal 25 – 26 Desember 1928 di Bndung, PPPKI mengadakan rapat dengan mengambil keputusan sebagai berikut.
(1) akan menjalankan aksi yang kuat untuk menentang segala pasal dalam Undang-Undang Hukum Pidana yang merintangi orang-orang menyatakan pikirannya dengan merdeka dan merintangi aksi lain-lainnya.
(2) Akan menuntut supaya para interniran yang tidak berdosa di Digul agar dibebaskan.
(3) Akan membentuk suatu panitia untuk pengajaran (sekolah) kebangsaan.
(4) Akan menyerahkan memorandum tentang peraturan punale sanctie terhadap kuli kontrak kepada Albert Thomas, Ketua Konferensi Perburuhan Internasional, Genewa, bila ia dating ke Indonesia (Persatuan Indonesia, 1 – 7 – 1928).
Mosi-mosi di atas dilatarbelakangi oleh tindakan sewenang-wenang dari pemerintah terhadap para aktivis pergerakan nasional. Sebagaimana diketahui bahwa, dalam peraturan tentang menjalankan hak berserikat dan berkumpul di Indonesia dijelaskan, antara lain, bahwa untuk mendirikan suatu perserikatan tidak usah mendapat ijin dari pemerintah. Dijelaskan pula mengenai perserkatan yang terlarang yaitu jika
85
pendiriannya dirahasiakan dan jika yang berwajib menerangkan bahwa perserikatan itu berlawanan dengan keamanan umum. Akan tetapi dalam kenyataannya, setiap perserikatan atau perkumpulan itu harus mendapat ijin terlebih dahulu. Di samping itu, penguasa dengan semena-mena menuduh seseorang atau badan yang dianggap melanggar pasal-pasal ―karet‖ karena mengganggu rust en orde keamanan dan ketertiban. Hal ini sering terjadi terhadap seseorang yang dianggap anti pemerintah, sehingga dengan dalih apapun kasum pergerakan akan tetap dipersalahkan. Pada konferensi di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tanggal 29 – 30 Maret 1929, PNI menganjurkan agar Perhimpunan Indonesia (PI) dijadikan pengawal terdepan di Eropa. Hal ini penting sekali karena hal-hal berikut.
(1) agar bangsa-bangsa di Eropa mengetahgui secara pasti peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
(2) Sebaliknya, agar PPPKI mengetahui kondisi politik di Eropa yang tentu ada kepentingannya dengan Indonesia.
Pada kongres di Solo, 25 – 27 Desember 1929, PPPKI kembali mengemukakan mosi ―dari rakyat dan untuk rakyat‖, antara lain, sebnagai berikut.
(1) membuat panitia penyelidik pergerakan sekerja.
(2) Buruknya penahanan lama-lama oleh poisi tas kaum poitisi.
(3) Tidak sahnya larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota partai nasional.
(4) setiap orang yang tidak menghormati persatuan Indonesia adalah musuh Indonesia.
(5) Pembentukan fonds nasional untuk meningkatkan propaganda di dalam dan di aur negeri.
Sementara itu, sehubungan dengan adanya penggeledahan terhadap para pimpinan PNI (29 Desember 1929), PPPKI memprotes penggeledahan itu (12 Januari 1930). Di samping itu, memperkuat dukungan terhadap fonds nasonal untuk membantu keluarga yang sedang dalam tahanan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah mosi ―dari rakyat untuk rakyat‖, dalam kondisi apa pun pergerakan akan tetap ditingkatkan untuk meneruskan aksi menuju kemerdekaan. Bagaimanapun pada masa itu terjadi
86
pengawasan pemerintah yang berlebihan, baik terhadap perorangan maupun terhadap organisasi. Seperti dikemukakan pada bagian yang lalu bahwa, benih-benih keretakan telah nampak ketika permufakatan ini mulai berdiri. Pertentangan pun tak dapat dielakkan lagi, sehingga pada bulan Desember 1930 PSI ke luar dari PPPKI. Di samping itu, juga adanya perpecahan dalam Partindo dan PNI Baru. Meskipun kedua organisasi ini berasa;l dari PNI (lama), akan tetapi ketika Ir. Soekarno dan kawan-kawan dipenjara, terjadilah dua kubu kekuatan yang satu dan lainnya tidak dapat dipersatukan kembali. Polarisasi ini lebih jelas lagi ketika Ir. Soekarno memiih Partindo, sedangkan Drs. Moh. Hatta memiih PNI Baru. Namun demikian, PPPKI berupaya mempertahankan diri baik dari keretakan dalam federasi maupun karena reaksi dari penguasa. Untuk mewujudkan cita-citanya, PPPKI meakukan hal-hal berikut.
(1) mengganti nama permufakatan menjadi persatuan; kebangsaan menjadi kemerdekaan.
(2) Memindahkan Majelis Pertimbangan dari Surabaya ke Jakarta.
(3) Melakukan berbagai aksi untuk menentang kebijakan pemerintah dalam hal berserikat, hokum pidana, dan hak-hak luar biasa pemerintah atas pengasingan.
Ketiga upaya di atas diharapkan akan memperkuat pergerakan, sehingga dengan demikian berbagai partai politik yang ada tidak dipaksa untuk mufakat, me;lainkan diusahakan cara-cara yang demokratis sesuai dengan latar belakang setiap parpol. Adapun pemindahan Majelis pertimbangan ke Jakarta, mengingat bahwa Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan tempat berdirinya berbagai organisasi pergerakan. Sedangkan hal yang terakhir adalah upaya PPPKI dalam rangka membela para pemimpin pergerakan yang pada masa itu diasingkan, antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Sutan Sjahrir. Sementara itu, pada paruh kedua decade1930-an karena reaksi dari pemerintah colonial, PPPKI tidak bias mempertahankan aksinya lagi. Tambahan pula, upaya-upaya Ir. Soekarno untuk memperbaiki dan mendorong aksi-aksi PPPKI tidak bias dilakukan lagi. Kondisi ini menyebabkan sikap pergerakan mencari format baru dalam mempersatukan partai-partai yang ada melalui Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
87
C. Kongres Pemuda dan Sumpai Pemuda
Nasionalime bukan hanya menjadi milik organisasi-organisasi politik tapi kemudian menjadi milik para pelajar dan pemuda yang kemudian terhimpun kedalam PPPI (perhimpunan-perhimpunan pelajar indonesia), organisasi tersebut didirikan tahun 1926 dan merupakan perkumpulan mahasiswa Recht Schoolgeschar dan STOVIA untuk merealisasikan persatuannya dan menghilangkan sifat-sifat kedaerahan dan mencapai Indonesia satu maka diadakanlah suatu kongres yang bertujuan membentuk badan sentral, mengajukan paham kesatuan, dan semakin mempererat hubungan diantara semua perkumpulan pemuda kebangsaan. Selanjutnya PPPI pun mengadakan kongres lagi dan diselenggarakan 27-28 oktober 1928, dan dikenal dengan kongres sumpah pemuda. Isi daripada kongres pun yakni: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa indonesia
Hasil kongres pun nantinya dijadikan landasan perjuangan Indonesia merdeka, dan pada kongres inilah untuk pertama kalinya diperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman.
D. Partindo
Partindo merupakan pecahan dari PNI pimpinan Soekarno dan setelah Soekarno selesai menyelesaikan hukumannya ia langsung diajak bergabung dalam partai baru ini oleh Mr. Sartono karena dengan adanya Soekarno di Partindo akan menarik lebih banyak massa pendukung melalui propaganda dan orasi Soekarno. Tujuan dari Partindo sendri ialah mencapai satu negara Republik Indonesia merdeka dan kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan seluruh bangsa Indonesia, konsep sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme dari Soekarno diterima sebagai cita-cita yang dituju Partindo, realisasi perjuangan Partindo tetap dengan cara nonkoperasi .
Partindo pun semakin rutin mengadakan kongres dan pada setiap kongresnya selalu dijelaskan konsep Marhaenisme, keadilan sosial, kerakyatan dan kebangsaan, serta
88
persatuan Indonesia. Akibat dari propaganda yang dilancarkna Soekarno pemerintah kolonial bersikap keras dan mengeluarkan peraturan larangan bagi para pegawai negeri untuk tidak jadi anggota Partindo, sehingga pada puncaknya gubernur jenderal De Jounge menangkap Soekarno dan dibuang ke Ende Flores, dan Partindo pun menjadi sempit ruang geraknya meski begitu Partindo berjalan sampai bubar tahun 1936.
E. Pendidikan Nasional Indonesia
Lahirnya PNI baru adalah usaha untuk menghilangkan rasa ketidakpuasan akibat pembubaran PNI dan pembentukan Partindo, pelopor dari terbentuknya PNI baru adalah Moh Hatta dan Sutan Syahrir dengan kepemimpinan dua tokoh tersebut anggota dari PNI baru meningkat terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur sama seperti sebelumnya agenda nasionalisme tetap menjadi wacana utama dan peningkatan pendidikan secara merata serta tidak menghendaki pemerintahan yang dipimpin oleh kaum ningrat, karena pemerintahan selazimnya dipimpin oleh rakyat. Antara Partindo dan PNI baru terdapat perbedaan dimana masyarakat menganggap Partindo sebagai partainya Soekarno dan PNI baru sebagai partainya Hatta Syahrir, sehingga bila dilihat dari golongan sosial Partindo adalah partai bangsawan dan PNI baru adalah partai golongan bawah. Tahun 1934 Partindo, PNI baru dilarang melakukan kegiatan politik dan rapat-rapat, disusul penangkapan dan pembuangan tokoh-tokohnya. Soekarno dibuang ke Ende Flores, Hatta dan Syahrir dibuang ke Boven Digul. 10 September 1935 sebelum Sjahrir datang ke Digoel, disana diasingkan orang-orang yang disebut komunis. Mengenai mereka yang pertama diasingkan sebagian besar dari mereka yang ketika iu di bawah komando PKI melakukan pemberontakan dengan mentalitas yang sama seperti apabila orang mengikuti seorang raja atau sorang penipu yang mengatakan dirinya nabi. Banda Meira 11 Februari 1936- Sjahrir dipindahkan ke pengasingan yang baru. Kepulauan Banda lebih teatnya, mencakup pulau-pulau yang sampai lebih dari dua ratus kilometer jauhnya dai tempat pengasingan. Banda Neira adalah suatu daerah tempat pemukiman orang Belanda. Bentengnya didirikandalam tahun 1617.
19 Februari 1936 penduduk di Banda Neira tidak begitu hitam kulitnya seperti orang Maluku yang lain. Penduduk kampong kebanyakan orang Melayu keturunan Jawa Buton. Orang Buton banyak pindah ke sana karena mencari penghidupan. Tingkat
89
penghidupan disana cukup rendah. Berbicara dengan bahasa Indonesia, tetapi dengan logat Banda dicampur dengan banyak kata-kata Belanda. Perang di Eropa mulai bulan September 1939. dalam bulan Mei 1940 tentara Hitler menyerbu dan menduduki negeri Belanda dalma waktu kurang dari seminggu. Pemerintah Belanda dari Sri ratu (Wilhelmina) pindah ke London. Dan di Indonesia sudah kegemparan pada hari-hari yang pertama reda, segala sesuatu berjalan seperti biasa. Selama beberapa tahun sebelum perang terjadi, banyak orang Belanda di Indonesia secara terang-terangan menyatakan simpati mereka terhadap Jerman. Karena itu mereka mempunyai harapan bahwa pun seandainya Hitler akan menang, mereka tidak akan mengalami kesukaran apa-apa. Di Indonesia segalanya berjalan mengikuti cara lama. Kalau mau di katakana bahwa ada prhatian dan keprihatinan yang bertambah besar terhadap tujuh puluh juta rakyat Bumiputera berkulit sawo matang di Indonesia, maka hal itu di nyatakan dengan memperkuat angkatan kepolisian, bertambah banyaknya pengungkapan politik dan tambah di persempitnya kebebasan bergerak. Di samping itu adapula anggapan bahwa orang Indonesia terpelajar bisa diperlunak dengan bersikap pura-pura memperhatikan aspirasi politik mereka. Golongan nasionalis Indonesia yang setia akan bergerak secara legal, memajukan usul untuk membentuk milisi Indonesia dan memikul segala tanggung jawab atasnya untuk membantu usaha perang. Bagi rata-rata orang Indonesia, perang itu sesungguhnya bukanlah suatu konflik antara dua kekuatan dunia yang besar. Perang itu sebenarnya suatu pertarungan dimana pnjajah Belanda akhirnya akan mendapat hukuman dari Yang Maha Kuasa atas kejahatannya, kesombongannya, dan penindasannya terhadap orang Indonesia. Pada hakekatnya bertambah populernya Jepang adalah salah satu aspek daripada semangat anti-Belanda yang bertambah besar dan merupakan suatu proyeksi dari keinginan untuk merdeka yang sedang mengalami frustasi. Pada umumnya, pemimpin-pemimin pergerakan nasional menyadari bahwa Negara-negara Poros merupakan suatu ancaman yang lebih berbahaya bagi kemerdekaan Indonesia dari pada kolonialisme Belanda yang ada. Pemimpin-pemimpin nasional mencoba menghancurkan ilusi yang hidup di kalangan rakyat banyak, bahwa kemerdekaan dapat diharapkan dari bangsa Jepang.
90
Begitu perang di Eropa pecah para peimpin nasional sayap kiri segera menyatakan dukungan mereka terhadap Negara-negara sekut melawan Negara-negara Poros. Tahun 1941 makin dekat, Sjahrir bertambah yakin bahwa rezim penjajahan akan menngalami keruntuhan, selain itu pergerakan nasional bukan saja berada di luar peperangan melawan Hitler, tapi sendiri akan mengalami kehancuran juga. Selama tahun 1941 banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang pergerakan untuk membebaskan semua buangan politik. Orang-orang Islam banyak yang bersikap pro-Hilter dan mengharapkan kedatangan Jepang, sedangkan mereka beragama Kristen meskipun anti-Jepang, seringkali tidak anti-Hitler. Sjahrir dan temannya menjadi popular setelah perang di Eropa pecah, dan semakin besar ancaman terhadap Indonesia, maka semakin besarlah kepopuleran mereka. Di Banda di adakan persiapan sipil, dibentuknya dinas bahaya udara, pertolongan pertama bagi orang luka dan regu penjagaan sipil. Sjahrir menuju ke Jawa. Di Jawa Sjahrir mencari teman-teman separtainya dan berhasil mengadakan rapat rahasia. Semuanya beranggapan bahwa kekuasaan kolonialah mengalami keruntuhan, dan membuat rencana-rencana untuk menjaga supaya organisasi tetap utuh, dan meneruskan perjuangan kemerdekaan selama pendudukan jepang. Sjahrir pindah ke Sukabumi bersama teman-teman organisiasinya, orang tidak begitu memperhatikan mereka. Orang banyak beranggapan makin dekatnya Jepang dengan Jawa, semakin terang-terangan orang menyatakan harapan mereka akan datangnya pembebasan. Semakin lama Sjahrir tinggal di Sukabumi, makin jelas bahwa rakyat mengharapkan kemenangan Jepang, dan runtuhnya rezim colonial Belanda. Datangnya Jepang akan mendatangkan kemerdekaan. Tapi Sjahrir yakin rakyat akan kecewa dengan kedatangan Jepang. Dalam keadaan itu dr. Soeribno tidak berhasil dengan gagasannya di Jawa. Mr. Boeditjtro seorang adik dari dr. soeribno, bekerja pada pemerintah colonial,bukan untuk kepentingan sendiri, tapi karena ia hendak menerapkan prinsip kerjanya yang diyakininya. Ia memusatkan perhatiannya pada kesusastraan, dan kebudayaan. Ia dengan antusias mendukung perjuangan demokrasi melawan fasisme.
Tanggal 28 Februari malam Jepang mulai mendarat di pulau Jawa. Tak lama kemudian mereka telah tiba di Bandung, tanggal 19 Maret segala-galanya berakhir. Hal itu terjadi bgitu cepat, sehingga pada mulanya orang tidak menyadari sepenuhnya apa yang telah terjadi. Di Sukabumi semuanya berjalan seperti biasa. Orang Belanda setiap
91
hari tampak berjalan-jalan, keluar masuk restoran dan sedikit tidak merubah sikapnya terhadap orang Indonesia. Kepala pemerintah setempat memberikan perintah atas nama tentara Jepang, rupanya Belanda ingin menyenangkan hati tentara Jepang, hak ini tidak mudah, karena pasukan-pasukan yang pertama datang sungguh sangat biadab. Untuk kesalahan kecil saja, orang bisa di penggal kepalannya. Kekecewaan telah meluas kemana-mana, dan Sjahrir beserta teman-temannya mulai menyusun pergerakan. Pada kenyataannya rencana-rencana pergerakan sangat sulit di lakukan, karena banyaknya pengawasan dari pemerintah Jepang. Selain itu banyak hubungan yang tidak bisa di percayai lagi. Sjahrir berhasil membentuk organisasi, walaupun pada akhirnya banyak mengalami hambatan, karena banyaknya penangkapan-penangkapan. Setelah itu Sjahrir mengurus kebun jeruk, sawah, dan rumah kakak perempuannya di Cipanas. Selanjutnya mempersiapkan rumah itu menjadi markas besar. Mereka mencari perlengkapan yang dierlukan untuk melakukan hubungan dengan semua pihak di jawa. Gerakan awal yang dilakukan tidak terlalu mendapat kesulitan meskipun terus diadakannya penangkapan-penangkapan dan penggrebekan dirumah-rumah. Sjahrir mempunyai tujuan lain setelah aktif lagi di organisasi,yaitu mencari hubungan denga organisasi-organisasi bawah tanah lainya. Mereka menyadari bahwa mereka memerlukan pimpinan aktif dari seorang ahli militer dan juga dari kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan-hubungan dalam lingkungan polisi rahasia dan pemerintahan sipil. Juga diperlukan hubungan-hubungan dari peranakan Belanda dan orang Tionghoa. Maksudnya bukan saja untuk menjaga supaya kelompok yang satu jangan menghalangi pekerjaan kelompok lain, tapi supaya mereka bekerjasama dimana saja. Hal lain yang dianggap penting adalah tentang informasi mengenai senjata.
Kira-kira 6 bulan setelah kedatangan Jepang, semua orang Belanda akhirnya di internir, termasuk pemimpin-pemimpin kelompok Bandung. Jepang berusaha mempropagandakan tujuan mereka dengan sebutan ― Asia Raya‖, dan menentang ide nasionalisme Indonesia. ―Gerakan Tiga A‖ yang di sponsori oleh Jepang pada tahun 1942 adalah suatu usaha terang-terangan untuk mencapai suatu ―Mippon Raya‖. Untuk tujuanitu bangsa Indonesia harus dididik dan di indoktrinasi menjadi orang asia yang baik, menurut pengertian Jepang tentang istilah itu. Disetapi sekolah harus diajarkan bahasa Jepang, bahkan mendahului bahasa Indonesia, dan hanya boleh di ajarkan sejarah
92
Jepang. Sikap ini menyulitkan sikali bagi kaum nasionalis yang bekerjasama dengan Jepang, tapi memudahkan pkerjaan kelompok Sjahrir. Sebagai reaksi mulai berkobar semangat kebangsaan yang kuat dari kalangan mahasiswa dan para cendikiawan. Apabila kita tinjau kembali masa Jepang, maka jelaslah betapa dahsyatnya segala sesuatu dalam masyarakat Indonesia di goncang sehingga terlepas dari sendi-sendinya yang lama, baik spiritual, maupun fisik. Tentu saja jatuhnya rezim colonial adalah sebabnya, tapi kemudian diperlihatkan orang orang jepang kepada Indonesia itulah yang memberikan pukulan menentukan kepada ukuran-ukuran dan norma-norma lama. Dibawah pengusaan Jepang, rakyat harus mengalami penghinaan-penghinaan yang lebih buruk daripada yang mereka alami sebelumnya. Tapi justru perlakuan semacam itu menimbulkan kesadaran diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Kesadaran nasional bangsa Indonesia menumbuhkan suatu kegairahan yang kuat, yang belum pernah dikenal sebelumnya di Indonesia. Penguasa Jepang menysun jaringan mata-mata rakyat dan memata-matai orang yang di curigi. Sama sekali tidak diperhatiakn kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat lama orang desa. Keadaan tambah lama jelas tambah matang untuk suatu revolusi. Sementara itu Jepang dalam melawan sekutu juga bertambah buruk, dan harapan menang makin beerkurang. Kebijaksanaan politik Jepang kini mulai berubah sedikit. Nasionalisme tidak lagi di tentang dengan keras. Dan adanya kerjasama dengan kaum nasinalis. Kaum nasionalis yang bekerjasama dengan Jepang, kini lebih besar harapannya dan kepercayaan pada diri sendiri. Mereka mulai lagi berfikir bahwa mungkin bisa didirikan pemerintahan sendiri di bawah Jepang. Selama bulan-bulan terakhir, tatkala tentara dan angkatan laut Jepang di desak dari Pasifik Barat Daya, diadakan suatu konvensi konstitusional, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan. Anggota-anggota organisasi di bawah tanah diberitahukan bahwa saat yang di tunggu-tunggu dan yang di persiapkan akan tiba dalam beberapa hari. Komunikasi dengan cabang organisasi di tingkatkan. Hafil sahabat Sjahrir menyatakan bahwa rencana PPKI akan di teruskan dan pada tanggal 19 Agustus akan diadakan siding. Sjahrir menyarankan agar segera memplokramirkan kemerdekaan. Dengan demikian tiap orang akan menganggap bahwa proklamasi itu adalah hasli perundingan di Saigon.
93
Situasi mulai berbahaya bagi kelompok Sjahrir, karena polisi rahasia Jepang mulai mengetahui rencana mereka. Kemudian pemimpin-pemimpin yang akan mengadakan demonstrasi mengdakan rapat. Sjahrir merasa kejadian-kejadian telah mengambil jalan tidak terduga dan sangat tidak menyenangkan. Sjahrir kemudian memanggil pemimpin-pemimpin kelompoknya untuk membicarakan situasi. Saat berkumpul ada yang memperitahukan Abdulrachman dan Hafil telah berada di dalam kota dan dibawa kerumah Laksamana Jepang Maeda. Para pengawal telah melepaskan Abdulrachman dan Hafil setelah keduanya berjanji akan mengumumkan proklamasi esok harinya tanggal 16 Agustus. Tanggal 16 Agustus proklamasi sudah siap, tapi masih ada keraguan, sebab kelihatannya pemerintahan tentara Jepang tegas menentangnya. Dan pada tanggal 17 Agustus Abdulrachman membacakan proklamasi di halaman rumahnya. Ia menjadi Presiden dan Hafil menjadi Wakilnya dari Republik yang baru itu. Dampak proklamasi itu sangat hebat sekali. Rakyat Indonesia seolah-olah mendapat semangat baru. Kekuatan dan kesatuan nasionalmencapai puncaknya yang belum pernah tercapai sebelumnya. Kemudian pemerintahan menjadi revolusioner. Pasukan-pasukan Sekutu yang pertama kali mendarat pada bulan September, tapi waktu itu pulau Jawa sudah dikuasai oleh Republik. Pada saat pemimpin Sekutu di Jakarta melakukan tekanan yang kuat atas pemerintah republik, berhubung dengan perubahan yang tidak disangka-sangka dalam perkembangan situasi.
Pada tanggal 15 November Sjahrir diminta membentuk pemerintahan baru. Menyimpang dari undang-undang dasar yang menentukan bahwa presiden merupakan kekuasaan tertinggi. Kemudian Sjahrir membentuk cabinet yang bertanggung jawab pada parlemen. Kira-kira pada waktu itu pihak Belanda mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa menghindar dari keharusan untuk berunding dengan Republik. Sejak saat itu Sjahrir meletakkan jabatan pada akhir Juni 1947, Republik mengalami dua tahun kemajuan yang berangsur-angsur dalam stabilitas dan konsolidasi. Perundingan-perundingan dengan Belanda menghasilkan perjanjian Linggarjati yang mengakui secara de facto Republik atas Jawa, Sumatera, dan Madura. Menurut persetujuan kekuatankekuatan pasukan masing-masing diperinci dan di batasi. Dalam bulan terakhir sebelum Sjahrir meletakkan jabatannya, telah menjadi jelas bahwa perang mungkin sekali akan terjadi. Ketika Agresi
94
I di lancarkan, atas usul Sjahrir, dia dikirim ke luar negeri untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia di forum internasional. Perjuangan bangsa kita telah memasuki suatu fase baru. Kemerdekaan terakhir kini terjamin. Pembentukan GAPI Sebagaimana telah dikemukakan pada bab yang lalu, kepasifan PPPKI menyebabkan tenggelamnya persatuan itu. Oleh karena itu, diperlukan wadah baru untuk merapatkan barisan dalam menentang penjajah Belanda. Hal ini ditempuh karena beberapa sebab. Pertama, tidak adanya keputusan yang bersifat politik baik dari MIAI sebagai organisasi religius maupun Parindra dari non religius (Kartodirdjo, 1990: 185). Kedua, ―tersumbatnya‖ Volksraad dalam mengeluarkan aspirasi Bangsa Indonesia melalui kaum pergerakan. Mandegnya fraksi nasional dan ditolaknya Petisi Soetardjo merupakan contoh dari kegagalan ini. Ketiga, kegagalan Badan Perantaraan Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI) dalam melaksanakan programnya. Keempat, melalui heterogenitas Indonesia dikumandangkan rencana Colijn untuk membentuk negara-negara pulau sebagai reaksi dari politik devide et impera. Selain faktor-faktor di atas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah situasi internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif Husni Thamrin (Parindra) mengadakan rapat tanggal 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Sesuai dengan anggaran dasarnya tujuan GAPI adalah:
1) Menghimpun organisasi-organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama.
2) Menyelenggarakan kongres Indonesia.
Pada bagian lain anggaran dasarnya disebutkan, bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal berikut.
1) Hak untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri.
2) Persatuan Nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik.
3) Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
95
Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimanapun hal ini akan mempengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdidinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu perpecahan kaumm pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapatnya tanggal 4 Juli 1939 GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Disamping itu GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada tanggal 19 dan 20 September 1939, antara lain sebagai berikut.
1) Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu.
2) Jika keputusan no. 1) dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda.
3) Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI (Pringgodigdo, 1980: 145).
Dalam berbagai konferensi dan resolusi, GAPI ternyata tetap mendesak pemerintah agar mengadakan parlemen sejati; bagaimanapun Volksraad yang ada tidak representatif bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, aksi-aksi GAPI ―Indonesia Berparlemen‖ merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. Tambahan pula,
96
bahwa GAPI sebagai badan pekerja KRI itu sudah menjadi kewajiban GAPI untuk mempropagandakannya oleh semua Komite Indonesia Berparlemen di seluruh Indonesia. Tuntutan GAPI, Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak bulan Mei 1940 ini tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Dan ketika pemerintah Netherland menjadi Exile Government di London ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda. Akan tetapi desakan yang terus-menerus dari GAPI ―Indonesia Berparlemen‖ telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia ―Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen‖ (Panitia untuk mempelajari perubahan-perubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman -nama ketuanya Visman- ini dibentuk pada bulan November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942 (Pringgodigdo, 1980: 196). Commisie Visman sendiri meminta keterangan dari GAPI untuk melakukan penjelasan mengenai Indonesia Berparlemen. Melalui rapat Pleno GAPI pada tanggal 31 Januari 1941, aksinya GAPI mengajukan memorandum yang isinya sebagai berikut:
A. Bentuk dan Susuna Parlemen.
1. Parlemen yang dicita-citakan oleh GAPIterdiri dari dua majelis, Majelis Pertama (Eerste Kamer) dan Majelis Kedua (Tweede Kamer).
2. Hak anggota kedua Majelis diberikan pada penduduk Negara (Staatsburger) baik laki-laki maupun perempuan.
3. Semua anggota dipilih:
a. Rapat Majelis Pertama, menurut aturan yang akan ditentukan, aturan mana harus memberi tanggungan, supaya golongan-golongan atau aliran-aliran (groepeeringen en stromingen) dalam masyarakat mendapat perwakilan yang pantas dan adil.
b. Buat Majelis Kedua oleh rakyat (staatsburger).
4. Penduduk Negara terdiri pada asasnya dari ―Netherlandsh Onderdaan‖ yang sekarang.
97
5. Pemilihan dari anggota majelis kedua dilakukan atas dasar berimbangan (evenredigheid) dan pembagian dalam daerah-daerah (regional).
6. Hak memilih adalah umum dan langsung.
7. Hak memilih pada azasnya diberikan kepada tiap-tiap penduduk Negara.
8. Jumlah anggota Majelis Pertama dan Majelis Kedua adalah masing-masing sedikitnya 100 dan 200.
9. Parlemen adalah kekuasaan Pembikin Hukum yang tertinggi.
10. Parlemen menentukan semua peraturan yang mengenai kepentingan negara.
B. Bentuk Indonesia Berparlemen.
1. Indonesia adalah suatu negara dikepalai oleh seorang Kepala Negara (Staatshoofd).
2. Kepala Negara mempunyai hak veto (meminta dan menolak usulan parlemen), dan tidak memberi pertanggungan kepada parlemen (ouschenbaar).
3. Menteri-menteri menanggung jawab.
4. Kekuasaan buat buat menjalankan pemerintahan adalah pada Kepala Negara.
5. Kepala Negara mengangkat dan melepas menteri-menteri sesudah bermusyawarah dengan parlemen.
6. Kepala Negara dibantu oleh satu badan penasehat Raad Van Staat yang anggotanya diangkat dan dilepas oleh Kepala Negara.
7. Indonesia dan Netherland menjadi satu serikat negara (Statenbond).
C. Daya upaya untuk menciptakan Indonesia Berparlemen.
1. Harus diadakan perubahan-perubahan tata negara dalam arti kata kemajuan dalam susunan tata negara.
2. Langkah-langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah luhur (Oppersbestuur) c.q. Pemerintah Hindia Belanda (Indische Regering).
a. Mengangkat seorang Gubernur Jenderal bangsa Indonesia.
b. Mengangkat seorang onserdirektur bangsa Indonesia buat tiap-tiap departemen c.q. menambah tenaga Indonesia dalam pimpinan departemen-departemen.
c. Mengangkat lebih banyak bangsa Indonesia di dalam Raad van Indie.
98
d. Mengangkat Majelis Rakyat (volkskamer) di samping Volksraad yang sekarang.
e. Melakukan pemilihan-pemilihan buat anggota-anggota Majelis Rakyat, menurut aturan pemilihan umum dan langsung atas dasar pertimbangan (evendigheid) dan pembagian dalam daerah-daerah (regional).
f. Memberikan hak dua memilih dan buat dipilih buat pemilihan anggota-anggota Majelis Rakyat pada penduduk negara, Rakyat Kerajaan Belanda (Nederlandsch Orderdaan) laki-laki dan perempuan.
g. Menentukan wakil-wakil pemilih baik laki-laki maupun perempuan (Kiesmanen en Kiesvrowen) buat yang tidak pandai membaca dan menulis salah satu tulisan di Indonesia.
3. Volksraad dan Majelis Rakyat bersama-sama menjadi perwakilan rakyat.
4. Pemerintah dan Perwakilan Rakyat bersama-sama menjadi ―Pemerintah Berdiri Sendiri‖ (Self Government).
5. Pemerintah berdiri sendiri mengatur kepentingan negara (Begrooting, dll).
6. Pemerintah luhur (Opperbestuur) dan pemerintah berdiri sendiri (Self Government) bersama-sama menentukan:
a. Hukum Dasar Negara (constitutie) yang harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak saja susunan tata negara, tetapi susunan sosial ekonomi dan masyarakat juga diatur menurut atas kerakyatan (Demokrasi).
b. Perhubungan dengan negara-negara lain.
c. Peraturan-peraturan kepentingan pertahanan (pembelaan) negara.
7. Susunan tata negara yang menciptakan Indonesia Berparlemen hendaklah tercapai dalam 5 tahun, jika perlu menggunakan staatsnoodrecht (Penjedar, no. 9, 27 Februari 1941; EYD dari penulis).
Memorandum yang diajukan GAPI itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengurus sendiri bangsa dan negaranya. Hal ini juga sekaligus menghapus ketidakpercayaan pemerintah kolonial yang selalu menganggap bahwa bangsa Indonesia masih mentah dan belum bisa menyelenggarakan pemerintah sendiri.
99
Sebagaimana dijelaskan pada butir C.2.d bahwa pemerintah Hindia Belanda akan mengadakan Majelis Rakyat. Meskipun aksi GAPI ditolak, akan tetapi Majelis Rakyat Indonesia terbentuk sebagai pengganti Kongres Rakyat Indonesia (13-14 September 1941). Pembentukan MRI itu juga tidak lepas dari tujuan GAPI semula: mencapai kesentosaan dan kemuliaan rakyat yang berdasarkan demokrasi. Tambahan pula MRI ini dianggap sebagai suatu badan perwakilan rakyat Indonesia, dimana di dalamnya terdapat GAPI, MIAI, dan PVPN. Jika dilihat anggota-anggotanya MRI ini dapat dikatakan sebagai koonmsentrasi nasional. Apalagi ia merupakan badan yang meliputi seluruh pergerakan rakyat. Akan tetapi unsur dari GAPI mempunyai pengaruh terbesar dalam MRI. Agar terlihat aktivitas dan orientasi komsentrasi nasional PPPKI dan GAPI. Di bawah ini akan dijelaskan perbandingan keduanya. BAB VII KRISIS PERGERAKAN DAN PERJUANGAN PARLEMENTER
A. “Zaman Meleset” dan Krisis Pergerakan
Zaman ―meleset‖ adalah suatu istilah untuk menyebut terjadinya malaise atau depresi ekonomi yang melanda negara-negara industri pada tahun 1929 yang berlangsung beberapa tahun. Depresi ini berpengaruh juga terhadap Indonesia baik dalam kehidupan ekonomi rakyat maupun kehidupan politik. Pada tahun 1929 perekonomian Eropa dan Amerika Serikat mengalami depresi hebat yang menjalar ke negara-negara lain yang menyebabkan lembaga-lembaga perekonomian bangkrut, bank-bank tutup, dan pabrik serta perusahaan perkebunan bangkrut, akibatnya banyak terjadi pengangguran, seperti halnya di Indonesia.
Setelah depresi ekonomi berjalan beberapa tahun, di dalam perjalanan pergerakan nasional pun mengalami pukulan berat baik dari dalam maupun dari luar. Faktor luar seperti yang telah disebutkan sebelumnya memberikan sumbangan bagi lemahnya pergerakan juga meskipun ada faktor luar lainnya seperti sikap keras dari Gubernur Jenderal de Jonge. Ia dianggap sangat reaksioner dan kejam karena tidak memberikan kebebasan bagi orang yang mengeluarkan pendapatnya. Banyak diantara pemimpin yang dibuang atau dipenjara sehingga mereka tidak dapat berhubungan dengan organisasinya. Hak bersidang dibatasi, pemberangusan pers terus dilakukan dan hak exorbitante rechten
100
gubernur jenderal terus dilaksanakan. Dengan kata lain pemerintah melakukan represi secara ketat, artinya baik ―mulut‖ dan ―kaki‖ para nasionalis benar-benar dibungkam dan diikat. Pemerintah berusaha melakukan kontrol ketat dengan memperkuat Politieke Inlichtingen Dienst atau Dinas Rahasia yang berusaha mencari informasi sedetail mungkin sehingga memperoleh kepastian bahwa seseorang dicurigai dan seterusnya dikenakan sanksi pembuangan. Sesuatu yang jelas dan benar jika Hindia Belanda disebut ―Politie Staats‖ yaitu negara polisi yang menindak ―penjahat politik‖ dan selebihnya tidak dilakukan. Terdapat perbedaan dan ciri khas antara pergerakan tahun 20-an dengan gerakan tahun 30-an. Pergerakan tahun 30-an telah meninggalkan prinsip non-kooperatif (kooperatif) dan bergerak secara parlementer, artinya menerima dan duduk dalam dewan perwakilan. Selain itu gerakannya dapat dipandang tidak spektakuler dan tidak dekat dengan rakyat. Lain halnya dengan pergerakan pada tahun 20-an yang berprinsip non-kooperatif dan bersikap agitasi. Pemerintahan de Jonge talah memberikan warna tersendiri bagi iklim pergerakan, pukulan-pukulan yang berat menimbulkan krisis dalam pergerakan, tetapi setelah ia digantikan pada tahun 1936, pergerakan nasional sedikit banyak memperbaiki kedudukannya. Kontrol dan represi gubernemen tidak dapat ditanggulangi, karena itu ditempuhnya melalui cara legal dan kooperasi. Sejal tahun 1936 kegiatan politik pergerakan mengarah ke dalam perjuangan dalam perwakilan yang menuntut diberikannya parlemen penuh, dan belum menuntut Indonesia lepas dari Belanda. Tahun 1930-an pergerakan nasional seolah-oleh diredam oleh pemerintah sehingga tidak berdapaya. Periode 1930-1942 tidak dapat mengimbangi kesemarakan kaum nasionalis sebelumnya yang lebih bersifat non-kooperatif yang merupakan gejolak integrasi yang gemuruh makin kuat. Depresi dan represi pemerintah berakibat melumpuhkan kehidupan politik Indonesia seolah-olah pergerakan Indonesia ―tidur‖ selama satu dekade. Pada umumnya kaum pergerakan dan rakyat menerima keadaan krisis itu dengan cara sangat pasrah. Memang pemberontakan dan kerusuhan tidak terjadi seperti dekade sebelumnya, tetapi pergerakan itu mulai memasuki fase parlementer. Jalan ini terpaksa ditempuh karena kekuatan fisik semata tidak banyak membawa hasil dan mobilitas massa ternyata tidak mampu menghadapi kerasnya tindakan kolonial.
101
Antara tahun 1935-1942 partai politik menjalankan taktik parlementer yang moderat. Partai yang non-politik dan kooperatiflah yang mempunyai wakil dalam dewan rakyat dan mereka itu bebas dari tekanan polisi. Hanya melalui dewan rakyat, kaum nasionalis dapat mempengaruhi pemerintah secara langsung dan sama sekali tidak dapat dukungan massa. Gerakan non-politik dan moderat ini berkembang di kalangan atas dan para bangsawan. Mereka mengusahakan kesejahteraan dan perbaikan kondisi sosial ekonomi. Gerakan sosio ekonomi telah dirintis oleh dr. Sutomo pada waktu ia memimpin Budi Utomo. Corak perjuangan sosial tetap dipertahankannya hingga ia menduduki jabatan ketua Parindra sejak partai itu dibentuk tahun 1935. Menurut Sutomo yang prinsip adalah mengenal kemerdekaan, mengisi dan meneruskan kesejahteraannya.
B. Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya
Gerakan kebangsaan memiliki tujuan utama yaitu menghapuskan penderitaan rakyat melalui kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Pada pertengahan bulan November 1930, kelompok Studi Indonesia di Surabaya yang berperan dalam gerakan kebangsaan dengan mengetengahkan pikirannya melalui surat kabar Soeloeh Rakyat Indonesia. Kemudian namanya menjadi PBI, yang lebih menunjukan partai lokal dengan pusatnya di Surabaya. Tokohnya adalah Soetomo yang berkewajiban memperbaiki kesejahteraan rakyat. Rukun Tani yang didirikan PBI memiliki pengaruh luas di kalangan petani dan berhasil meyakinkan perbaikan dan kesejahteraan petani terlebih pada masa depresi ekonomi. Pada waktu itu gerakan nonkooperasi sedang dalam kematian maka tidak mengherankan kalau PBI mengkritik mereka dengan megatakan bahwa sikap nonkooperasi memang perlu, tetapi tidak kuasa menghadapi pemerintah. Sebaliknya PBI dikritik sebagai organisasi yang tidak mempunyai karakter karena sikap politiknya kooperatif dan sifatnya insidentil, artinya kalau menang tidak cocok dengan politik pemerintah organisasi ini tidak segan-segan mengundurkan diri dari perwakilan (Pringgodigdo, 1964: 112).
Dilumpuhkannya gerakan nonkooperasi pada tahun 1930-an mempercepat perkembangan kerjasama PBI dan BU. Pada tahun 1935 kedua partai itu membentuk Parindra dan ikut di dalamnya Serikat Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon, perkumpulan kaum Betawi, dan Tirtayasa yang terus melanjutkan politik kooperasi
102
moderatnya. Dengen terbentuknya Partai Parindra persatuan golongan kooperasi makin kuat. Tujuannya sama dengan PBI dan sifatnya yang insidentil artinya apabila ada kejadian yang mengecewakan organisasi itu, maka diputuskan untuk sementara menarik wakil-wakil dari badan perwakilan. Terdapat garis penghubung antara Studi Indonesia, PBI, dan Parindra yaitu ketiganya sangat aktif dan konstruktif terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh untuk menolong petani didirikan Perkumpulan Rukun Tani, untuk memejukan pelayaran didirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), dan juga didirikan Bank Nasional Indonesia.
C. Gerakan Rakyat Indonesia
Bekas pimpinan Partindo mendirikan Gerindo di Jakarta tanggal 24 Mei 1937. Diantara pemimpinnya adalah A. K. Gani, Mr. Mohamad Yamin, dan Mr. Sartono. Gerindo memiliki azas koperasi, mau kerjasama dengan pemerintah, para anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan, organisasi ini bercorak internasional dan sosialistis dan terus mempertahankan demokratis. Pemimpin Gerindo tidak setuju dengan sebagian kaum nasionalis yang lebih setuju pada faham fasisme daripada demokrsi. Untuk itu Gerindo bergerak di bawah tanah memerangi fasisme, dengan dana 2.500 Yen Jepang pemberian pemerintah Belanda untuk menentang Jepang. Dalam beberapa kongres, Gerindo ingin mencapai bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan sosial, dengan jalan demokrasi. Ketidak sesuaian pendapat menyebabkan Mr. Muhamada Yamin dipecat, dan ia mendirikan partai baru dengan nama Partai Persatuan Indonesia (Parpindo) pada tanggal 21 Juli 1939 di Jakarta. Sifatnya koperasi dengan mengusung asas sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. BAB VIII MENYUSUN LANGKAH BARU
A. Petisi Sutardjo
Langkah-langkah baru dalam pergerakan nasional perlu dilakukan karena terjadinya perubahan situasi. Gerakan non-kooperatif jelas tidak mendapat jalan, sementara gerakan
103
kooperatif mendapat persetujuan pemerintah Hindia Belanda. Karena itu masih ada jalan untuk meneruskan perjuangan lewat Dewan Rakyat. Partai-partai politik masih ada kesempatan untuk melakukan aksi bersama sehingga muncullah dengan apa yang disebut Petisi Sutarjo pada tanggal 15 Juli 1936. Sutarjo mengajukan usul pada pemerintah Hindia Belanda agar diadakan konferensi Kerajaan Belanda yang membahas status politik yang berupa otonomi meskipun masih ad dalam batas pasal 1 UUD Kerajaan Belanda. Hal ini dimaksudkan agar tercapai kerjasama yang mendorong rakyat untuk memajukan negerinya dengan rencana yang mantap dalam menentukan kebijakan politik, sosial, dan ekonomi. Jelas petisi ini bersifat moderat dan kooperatif melalui cara-cara yang sah dalam Dewan Rakyat. Petisi yang ditandatangani I. J. Kasimo, Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Kwo Kwat Tiong dapat dipandang sebagai upaya untuk keluar dari jalan sempit yang dilalui para nasionalis, namun berbagai pihak memberikan kritik bahwa petisi tersebut sama halnya dengan meminta-minta untuk dikasihani, lain pihak memandang petisi tersebut dapat mengurangi perjuangan otonomi yang dilakukan pihak lain. Pada umumnya pihak Belanda monolak petisi itu dan Vaderlandse Club (VC) menganggap hal itu terlalu dini.
B. Gabungan Politik Indonesia dan “Indonesia Berparlemen”
Penolakan petisi Sutarjo sangat mengecewakan para pemimpin nasional. Sehingga hal ini melemahkan semangat mereka dan mulai muncul perbedaan pendapat. Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, M. H. Thamrin mencari jalan keluar yang ditempuhnya melalui pembentukan organisasi baru yaitu mendirikan Gapi pada bulan Mei 1939. Organisasi ini adalah gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan dan PSII. Pada tanggal 21 mei 1939, organisasi-organisasi nasionalis yang penting, kecuali PNI Baru, membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang menghendaki dibentuknya parlemen penuh bagi Indonesia. Paguyuban Pasundan menyetujui dibentuknya konsentrasi nasional itu dengan mengirim tiga orang wakil, yaitu Atiek Soerdi,R.Soeradiredja,dan Ir. Oekar Bratakoesoemah. Paguyuban mensyaratkan agar GAPI didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. ikhtiar harus bersemangat sucio
2. ikhtiar harus benar-benar atas dasar saling hormat menghormati
104
3. pendirian saling hormat menghormati itu harus diusahakan terus dari atas sampai ke bawah
4. ikhtiar itu harus dijauhkan dari bmaksud yang hanya sebagai demonstrasi saja.
Setelah tuntutan Indonesia berparlemen tidak mendapat tanggapan yang wajar dari pemerintah, tampak dengan jelas bahwa jurang pemisah antara para pemimpin Indonesia dengan pemerintah Hindia Belanda menjadi semakin lebar. Dengn demikian majelis rakyat Indonesia dipandang sebagai badan perwakilan rakyat Indonesia yang bertujuan mencapai kesentosaan dan kemuliaan rakyat berdasarkan demokrasi., Sejak saat itu aksi Indonesia berparlemen, yang mula-mula dilancarkan GAPI dilanjutkan oleh majelis rakyat Indonesia. Gapi hendak mengadakan aksi, menuntut pemerintah dengan mengadakan parlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia dan kepada parlemen itulah pemerintah harus bertanggungjawab. Jika tuntutan Gapi diluluskan, Gapi akan mengajak rakyat indonesia untuk menghimbangi kemurahan hatu pemerintah. Itulah jawaban pergerakan nasional terhadap penolakan petisi Sutarjo. Pada tanggal 24 Desember 1939 Gapi membentuk sebuah badan Kongres Rakyat Indonesia (KRI) yang bertujuan untuk membahagiakan dan mensentosakan penduduk. Kegiatan Gapi selanjutnya dilakukan oleh KRI yang kemudian mengadakan kongres-kongres ―Indonesia Berparlemen‖ tetap merupakan tujuan utama Gapi, selain memajukan masalah-masalah sosial ekonomi. Gapi juga menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, lagu ―Indonesia Raya‖ menjadi lagu kebangsaan dan bendera merah putih menjadi bendera Indonesia. Pemerintah memberikan reaksi dingin terhadap resolusi Gapi, Untuk menjawab ini semua pemerintah hanya membentuk Komisi Visman. Meski demikian Gapi terus menempuh demi tercapainya ―Indonesia Berparlemen‖. Untuk mengefektifkan perjuangan Gapi, KRI diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam sebuah konferensi di Yogyakarta tanggal 14 September 1941. Sebagai satu federasi, maka yang duduk dalam dewan pimpinan adalah Gapi, MIAI dan PVPN, berturut-turut mewakili federasi organisasi politik, organisasi Islam, dan frderasi serikat pekerja dan pegawai negeri.
105
Setiap organisasi yang menjadi wadah federasi partai politik mempunyai organ-organ pelaksana dan hal ini dapat dibanding-bandingkan PPKI dengan Kongres Indonesia Raya, Gapi dengan KRI, dan Dewan Pimpinan dengan MRI. Kongres memilih Mr. Sartono sebagai ketua MR Satu-satunya tuntutan kaum nasionalis yang di penuhi pemerintah adalah pembentukan komisi visman dalam bulan Maret 1941. Panitia bertugas menyelidiki sejauhmana kehendak rakyat Indonesia sehubungan dengan perubahan pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan komisi ini sangat mengecewakan karena dari hasil yang dicapai komisi itu adalah hanya keinginan orang-orang Indonesia dimana masih tetap dalam ikatan dengan kerajaan Belanda. Penolakan petisi Sutarjo sangat mengecewakan para pemimpin nasional. Sehingga hal ini melemahkan semangat mereka dan mulai muncul perbedaan pendapat. Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, M. H. Thamrin mencari jalan keluar yang ditempuhnya melalui pembentukan organisasi baru yaitu mendirikan Gapi pada bulan Mei 1939. Organisasi ini adalah gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan dan PSII. Gapi hendak mengadakan aksi, menuntut pemerintah dengan mengadakan parlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia dan kepada parlemen itulah pemerintah harus bertanggungjawab. Jika tuntutan GAPI diluluskan, Gapi akan mengajak rakyat indonesia untuk menghimbangi kemurahan hatu pemerintah. Itulah jawaban pergerakan nasional terhadap penolakan petisi Sutarjo. Pada tanggal 24 Desember 1939 Gapi membentuk sebuah badan Kongres Rakyat Indonesia (KRI) yang bertujuan untuk membahagiakan dan mensentosakan penduduk. Kegiatan Gapi selanjutnya dilakukan oleh KRI yang kemudian mengadakan kongres-kongres ―Indonesia Berparlemen‖ tetap merupakan tujuan utama Gapi, selain memajukan masalah-masalah sosial ekonomi. Gapi juga menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, lagu ―Indonesia Raya‖ menjadi lagu kebangsaan dan bendera merah putih menjadi bendera Indonesia.
Pemerintah memberikan reaksi dingin terhadap resolusi Gapi, Untuk menjawab ini semua pemerintah hanya membentuk Komisi Visman. Meski demikian Gapi terus menempuh demi tercapainya ―Indonesia Berparlemen‖. Untuk mengefektifkan
106
perjuangan Gapi, KRI diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam sebuah konferensi di Yogyakarta tanggal 14 September 1941. Sebagai satu federasi, maka yang duduk dalam dewan pimpinan adalah Gapi, MIAI dan PVPN, berturut-turut mewakili federasi organisasi politik, organisasi Islam, dan frderasi serikat pekerja dan pegawai negeri. Setiap organisasi yang menjadi wadah federasi partai politik mempunyai organ-organ pelaksana dan hal ini dapat dibanding-bandingkan PPKI dengan Kongres Indonesia Raya, Gapi dengan KRI, dan Dewan Pimpinan dengan MRI. Kongres memilih Mr. Sartono sebagai ketua MR Satu-satunya tuntutan kaum nasionalis yang di penuhi pemerintah adalah pembentukan komisi visman dalam bulan Maret 1941. Panitia bertugas menyelidiki sejauhmana kehendak rakyat Indonesia sehubungan dengan perubahan pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan komisi ini sangat mengecewakan karena dari hasil yang dicapai komisi itu adalah hanya keinginan orang-orang Indonesia dimana masih tetap dalam ikatan dengan kerajaan Belanda. BAB IX ORGANISASI LOKAL DAN REGIONAL, PEMUDA DAN WANITA
A. Organisasi Lokal dan Regional
Setelah berdiri BU kemudian disusul oleh organisasi-organisasi daerah yang mencerminkan identitas dan perkembangan sosio-kultural daerah. Organisasi-organisasi tersebut antara lain:
Pada bulan september 1914, perkumpulan Pasundan didirikan di Jakarta bertujuan mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan, memperluas, tenaga kerja, dan kehidupan masyarakat. Diantara pemimpinya ialah R. Kosasih Surakusumah, R. Otto Kusuma Subrata, R. Otto Iskandar Dinata, dll. Pada sutu hari minggu, 20 juli 1913, disebuah rumah di gang Paseban di tengah kota Batavia, beberapa orang pemuda berbincang –bincang dengan serius. Diantara mereka ada dua mahasiswa STOVIA, yaitu Raden djoendjoenan setiakoesoemah dan raeden Koesoemah Soejana. Keduanya menjadi anggota boedi oeoto cabang Batavia. Mereka bukan sedang membincangkan bahan pelajaran kedokteran yang baru kemarin mereka dapatkan dari guru –guru Belanda. Pemuda –pemuda keturunana menak sunda itu sedang mendiskusikan apakah mereka
107
akan tetap saja menjadi anggota boedi Oetomo, atau mendirikan organissi sendiri. Masalahnya adalah, sebagai pemuda sunda, mereka memerlukan organisasi sendiri yang sesuai dengan budaya dan ciata –cita mereka Dilatabelakangi keinginan untuk memajukan kecerdasan, penghidupan, dan tingkah laku msyarakat sunda, serta pengalaman berorganisasi yang mereka miliki, kedua mahasiswa itu mengajak pihak –pihak dari luar STOVIA yang memilki cita –cita yang sama untuk mendirikan suatu oegaranisasai sendiri. Pada tanggal 20 Juli 19134 itulah dicetuskan gagasan untuk mendirikan pagoejoeban Pasoendan Setelah asosiasi ini disahakan pemerintah pada bulan September 1914, susunan pengurus Pagoejoeban Pasoendan adalah sebagai berikut: ketua , Daeng Kandoeroean Ardiwinata; ketua redaksi volkslectuur, wakil ketua, Dajat Hidayat, siswa STOVIA; sekertaris, raden iskandar Brata, pegawai Firma Tiedeman en Van Kercehem ; dan raden Emoeng Poerawinata, juru tulis komisi Volkslectuur, bendahara, Raden Koeoema Soedjana, siswa STOVIA ; para komisaris, raden djoendjoenan, mas Iskandar, siswa STOVIA, mas adi wangsa, juru taksir pegadaian negeri Pasar senen dan mas Sastraprawira, guru sekolah pribumu di Gang kelinci Keanggotaan paguyuban pasoendan ini bukan hanya untu orang Sunda, melaikan terbuka untuk semua orang pribumi. Hoesni tamrin, orang betawi menjadi anggota Pagoejoeban sebelumnya mendirikan perkumpuilan sendiri. Ketua pertama paguyuban pasoendan ini bukan orang sunda asli, dia keturunan Bugis, sebagaimana terlihat dari gelar kebasawanan di depan namanya . Organisasi yang bertujuan memejukan pendidikan dan kebudayaan ini kemudian mendirikan cabang –cabangnya ditempat yang ada orang sunda, seperti Surabaya dan palembang. Paguyuban Pasoendan kemudian diklukuhkan sebagai badan hokum dengan surat keputusan tanggal 13 juni 1919 no. 72. pada tahun ini pula Paguyuban Pasoendan menyatakan diri sebagai partai politik
Kegiatan politik Paguyuban Pasoendan dimulai antara lain denagn usaha menempatkan wakilnya dalam dewan –dewan, baik di tingkat daerah ( Dewan Kota praja, dewan kabupaten dan dewan propinsi ) maupun ditingklat nasional 9 Volksraad) pada tahun 1921 Paguyuban Pasoendan berhasil mengirimkan wakilnya untuk duduk dalam volksraad ( dewan Rakyat ). Kemudian pada tahun 1927, organisasi pergerakan ini
108
menjadi anggota partai Kebangsaan Indonesia bersama organisasi pergerakan lainnya seperti Boedi Oetomo, kaoem Betawi, Partai Sarekat Islam, dan partai Nasional Indonesia. Paguyuban Pasoendan diwakili oleh R. Otto Koesoemasoebrata, R. Soetisna Sendjaja, dan R. Bakrie Soeraatmadja. Supaya tidaka menimpang dari kebijakan organisasi, Paguyuban Pasoendan menetapkan kewajiban dan pedoman yang harus dilaksanakan oleh wakil –wakilnya yang duduk dalam dewan –dewan. Wakilnya di Volksraad diharuskan mempertahankan cita –cita ― Indonesia Mulia ― di dalam lembaga itu dan wakilnya itu harus menyampaikan amanah organisasinya mengenai berbagai hal yang telah dipertimbangkan masaka –masak wakilnya yang duduk sdi dewan –dewan daerah harus mengusahakan untuk memebentuk fraksi nasional karena dalam dewan –dewan itu mereka akan berhadapan dengan wakil –wakil organisasi lain. Jika tidak merusak atau merendahkan organisasi nya, wakil Paguyuban Pasoendan harus bekerja sama dengan wakil organisasi lain itu. Mereka harus turut serta dalam badan –badan pemerintah, tetapi mereka harus memegang prinsip ― bekerja untuk kpentingan umum dengan pikiran tenang dan maksud suci ―. Orang-orang Ambon di Jawa mendirikan organisasi untuk mereka pada tahun 1908. Di Semarang, A. J. Patty mendirikan Sarikat Ambon yang radikal dan ingin mendapatkan pemerintahan berparlemen. Kemudian kedudukan organisasinya pindah ke Surabaya karena tanggal 9 Mei 1920 Patty di buang ke Bangka dan selanjutnya kerjasama dengan kelompok Studi Surabaya dan bergabung dalam PPKI. Di Jakarta aksi yang lebih radikal dibawakan oleh Tehupeiori dengan mendirikan Moluks Politiek Verbond pada tahun 1929 yang minta pemerintahan sendiri meskipun masih bergabung dengan kerajaan Belanda. Persatuan Minahasa dibawah pimpinan dr. Tumbelaka dan dr. GSS Ratulangie berdiri di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1927. Sebelum organisasi ini ada, di Semarang didirikan Rukun Minahasa pada tahun 1912 yang diketuai oleh J. H. Pangemanan yang banyak mendapat pengaruh ISDV dan hendak bekerjasama dengan pemerintah. Sebagai imbangan dari Timors Verbond yang didirikan di makasar tahun 1921 dan bersikap kiri, di Makasar lahirlah perserikatan Timor yang ingin kerjasama dengan pemerintah sambil meminta kemajuan sesial ekonomi dan politik bagi masyarakat Timor.
109
Perserikatan Madura didirikan di Surabaya pada tahun 1920 dan ada juga sarekat madura yang didirikan pada tahun 1925 di bawah Zainal. Kelompok ini sedikit pendukungnya dan bergabung ke Kelompok Studi Surabaya. Sarekat Sumatera yang didirikan oleh Sutan Mohamad Zain menolak komunisme dan menentang pemerintah kolonial. Baru pada tahun 1927 organisasi ini mulai aktif untuk memikirkan perwakilan rakyat yang demokratis dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Cabang-cabang yang ada di Jakarta, Bandung, Sukabumi, Surabaya, dan Organisasi ini bergabung dengan PPKI. Organisasi orang betawi dihimpun oleh MH. Thamrin berusaha memajukan perdagangan, pertukaran dan pengajaran.
Unsur-unsur etnosentrisme dan regionalisme pada dasarnya ada pada tiap-tiap organisasi. Regionalisme tetap ada dalam kedudukannya dengan mengisolasikan dirinya tanpa ada pengaruh dan campur tangan dari luar, tetapi dapat pula sebagai penyatu diri sehingga menciptakan nasionalisme. Pada tingkat regionalisme ini selalu dimanfaatkan pemerintah kolonial untuk memecah belah dan menguasainya (devide et impera) karena dengan adanya fragmentasi berarti kekuatan penentang pemerintah makin lemah. Jadi, pertumbuhan regionalisme ke nasionalisme merupakan keharusan bagi bangsa Indonesia yang akan membentuk kekuatan nasional.
B. Organisasi Pemuda dan Kepanduan
Timbulnya pergerakan pemuda jelas menunjukan kaderisasi pimpinan yang sewaktu-waktu dibutuhkan sehingga tidak terjadi kekosongan pimpinan dan organisasi dapat berjalan terus. Sebagai bawahan dari induknya, organisasi ini menganut ideologi induknya. Serta ciri lainnya yaitu memiliki sifat kedaerahan atau regionalisme.
Perkumpulan pemuda bertujuan untuk kemerdekaan indonesia. Yang pertama disebutkan ialah Tri Koro Darmo, yang didirikan atas petunjuk BU pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta oleh dr. R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman dan Sunardi dan beberapa pemuda lainnya. Cita-cita tertuju pada cinta tanah air, memperluas persaudaraan, dan mengembangkan kebudayaan Jawa. Tahun 1918 organisasi ini berubah menjadi Jong Java (JJ) dan orientasinya lebih luas mencakup Jawa Raya, milisi, dan pergerakan rakyat pada umumnya. Perang Dunia I mendorong JJ meningkatkan kegiatan kearah politik dan tahun 1926 dalam kongres JJ di Solo secara nyata anggaran dasarnya disebutkan ingin
110
menghidupkan rasa persatuan dengan seluruh bangsa indonesia, kerjasama dengan semua organisasi pemuda guna membentuk ke Indonesiaan. Di dalam JJ sudah berkonsensus bahwa untuk merealisasikan persatuan diperlukan fusi dengan beberapa organisasi diantaranya dengan PPPI tahun 1928. Pada tahun 1929 JJ dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda dengan maksud menempuh orientasi nasionalisme sebenarnya. Sejalan dengan lahirnya organisasi pemuda, di Bandung didirikan Pemuda Indonesia pada tahun 1927 yang sudah jelas meninggalkan kedaerahan dan menuju persatuan Indonesia. Di jakarta didirikan Jong Sumatrenen Bond pada tanggal 9 Desember 1917, dengantujuan memperkokoh ikatan sesama murid Sumatera dan sekaligus mengembangkan kebudayaan Sumatera, diantara pengurusnya ialah Moh. Yamin. Selanjutnya disusul oleh Jong Minahasa yang didirikan tahun 1918, dan tidak ketinggalan Jong Celebs. Perpaduan beberapa organisasi dipandang merupakan kekuatan besar, dan direalisasikan oleh M. Tabrani dalam kongres pemuda di Jakarta bulan mei 1926 yang dihadiri oleh Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Islamenten Bond, dan Perkumpulan Pemuda Theosofi. Kongres ini akan mengetengahkan faham persatuan, kebangsaan, dan mempererat hubungan antar organisasi pemuda. Pada tanggal 26-28 Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan kongres Pemuda II yang memadu semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Dari kongres ini maka lahirlah ―Sumpah Pemuda‖ yang berisi tekad untuk satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Sejalan dengan lahirnya organisasi pemuda maka lahirlah organisasi kepanduan yang merupakan kelanjutan dari proses regenerasi dan sosialisasi organisasi induknya. Kepanduan semula dimaksudkan hanya untuk menampung kegiatan olahraga di sekolah masing-masing, bahkan kemudian yang pertama didirikan Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) di Solo tahung 1916 atas prakarsa SP Mangkunegoro VII. Dikalangan anak-anak Eropa didirikan Ned. Indische Padvinders Vereenining (NIPV) pada tahun 1917.
Setelah tahun 19 1920 organisasi kepanduan mengalami perkembangan berarti karena mendapat pula pelajaran nasionalisme Indonesia. Kepanduan ini pula merupakan
111
tempat berkumpul dan merencanakan gangguan ketertiban dan keamanan. Dengan lain perkataan, kepanduan merupakan tempat persemaian golongan penentang pemerintah. Setelah JPO berdiri kemudian disusul oleh Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Hizbul Wathon (HW), Nationale Padvinderij (NP) di bawah BU, Jong Java Padvinderij (JJP), Nationaal Islamitische Padvinderij (NATIPY), Indonesische Padvinderj Organisatie (INPO) di bawah pemuda indonesia, dan Pandu Pemuda Sumatera (PPS). Agar terbentuk kerjasama antar organisasi kepanduanm maka dibentuk Persaudara Antara Pandu Indonesia (PAPI) yang merupakan gabungan dari INPO, JJP, NATIPY, SIAP, dan NP. Wadah ini tidak dapat mnampung aspirasi kebangsaan yang makin meluas, maka dibentuklah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang merupakan fusi dari beberapa organisasi kepanduan yang memiliki 57 cabang di tahun 1931. Organisasi kepanduan juga merupakan gabungan dari organisasi politik dan kepemudaan, maka tidak mengherankan kalau kemudian timbul Kepanduan rakyat Indonesia (KRI). Kebutuhan akan kerjasama antar organisasi semakin meningkat, untuk itu pada tahun 1938 dibentuk Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI). Jelaslah bahwa keinginan bersatu dari berbagai organisasi kepanduan adalah refleksi dari keinginan untuk berdatu guna merealisasikan perasaan kebangsaan, bukan hanya di kalangan pemuda dan organisasi politik, tetapi juga di kalangan kepanduan.
C. Organisasi Wanita
Pergerakan wanita muncul sebagai realisasi dari cita-cta Kartini yang memperjuangkan perbaikan kedudukan sosial wanita. Perhatian awal pergerakan wanita yaitu dalam hal perbaikan dalam hidup keluarga, perkawinan, dan mempertinggi kecakapan sebagai seorang ibu.
Pada tahun 1912, berdirilah Putri Merdika di Jakarta atas usaha Budi Utomo yang bertujuan memajukan pengajaran anak-anak perempuan. Organisasi Kautaman Istri berdiri di beberapa tempat yaitu : Tasikmalaya (1913), Sumedang dan Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug (1918). Untuk memajukan kecakapan wanita dalam hal rumah tangga dikelola oleh perkumpulan Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1915). Organisasi ini juga bertujuan mempererat persaudaraan antara kaum ibu. Setelah tahun 1920, organisasi wanita makin luas orientasinya terutama dalam menjangkau masyarakat bawah dan tujuan politik
112
dilakukan bersama-sama organisasi sosial politik pada umumnya. Jumlah organisasi wanita bertambah banyak, setiap organisasi politik mempunyai bagian wanita, misalnya Wanudyo Utomo bagian dari SI, kemudian Sarekat Perempuan Islam Indonesia. Jenis organisasi wanita pun ada yang merupakan organisasi pemudi terpelajar seperti Putri Indonesia, JIB Dames Afdeling, Jong Java bagian Gadis-Gadis, organisasi Wanita Taman Siswa, dll. Paham kebangsaan dan persatuan Indonesia juga diterima di kalangan organisasi-organisasi wanita tersebut. Untuk membulatkan tekad dan mendukung persatuan Indonesia diadakan kongres perempuan Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928 yang bertujuan mempersatukan cita-cita dan memajukan wanita Indonesia serta membuat gabungan organisasi wanita. Dalam kongres tersebut diputuskan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Kemudian PPI pada tanggal 28-31 Desember 1929 mengadakan kongres di Jakarta. Kongres ini masih membahas kedudukan waniata dan antipoligami. Nama gabungan organisasi itu diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) merupakan federasi yang bertujuan memperbaiki nasib dan derajat wanita Indonesia. Organisasi ini tidak mencampuri urusan politik dan agama. Pada tahun 1930 berdirilah organisasi wanita berdasar kebangsaan di Bandung atas anjuran PNI, yang diberi nama Istri Sedar (IS). Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang ekonomi dan kemajuan wanita. Organisasi ini bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua lapisan wanita, baik golongan atas maupun bawah. Pada tanggal 4-7 Juni 1931 organisasi ini mengadakan kongres. Dalam propagandanya organisasi ini sering menyuarakan antikolonial sebagai konsekuensi dari keyakinan nasional yang radikal. Sebagi organisasi, organisasi IS tidak secara langsung terjun dalam politik namun setelah kongres diadakan, pemerintah selalu mengamati aktivitas organisasi IS ini. Organisasi Istri Sedar (IS) terus berselisih dengan PPII. IS mencemooh federasi PPII itu. Perjuangan wanita sudah sewajarnya masuk ke lapangan politik dan tidak hanya memajukan kesejahteraan seperti di negara merdeka. IS dalam langkah poltiknya banyak mendapat dukungan dan bantuan dari kaum nasionalis kiri dan istri-istri anggota PNI lama. Kelemahan IS ialah karena PNI sebagai pendukung sudah tidak ada sehingga program IS kurang disetujui oleh wanita Islam.
113
Selanjutnya IS mengadakan kongres berikutnya pada tahun 1932 yang mengungkap kembali tentang penghargaan atas derajat wanita dan kebangsaan. Sementara itu PPII sebagai federasi organisasi wanita di satu sisi tidak dapat bekerjasama dengan IS yang lebih banyak menyerang federasi PPII ini. Akan tetapi di sisi lain PPII bekerjasama dengan IS dalam rangka pengiriman delegasi ke kongres Wanita Asia di Lahore. Akhirnya pengiriman delegasi itu dilakukan oleh PPII. Terdorong untuk menyatukan organisasi guna mendapatkan kekuatan nyata maka dibentuklah organisasi yang tidak mendasarkan diri pada agama yaitu Istri Indonesia (II). Organisasi ini bertujuan sama dengan Indonesia Muda dan PBI yaitu demokrasi yang menuju Indonesia Raya. II cenderung bergerak dekat dengan pemerintah alias kooperatif. Dalam kongresnya yang diadakan pada tahun 1940 Istri Indonesia diikuti oleh organisasi politik lainnya yang menuntut Indonesia Berparlemen.
BAB X ORGANISASI BURUH ORGANISASI CAMPURAN
A. Organisasi Buruh, Pemogokan dan Pemberontakan
Sejak tahun 1870, perpindahan penduduk makin meningkat karena didorong untuk mengejar upah kerja dan sejak saat itu pila kehidupan ekonomi perkotaan makin kompleks. Timbul dan perkembangan organisasi buruh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kehidupan perkotaan yang menciptakan timbulnya organisasi buruh kotadan kehidupan pedesaan yang menciptakan timbulnya buruh-tani, khususnya di pabrik dan perkebunan tebu.
Muncul, perkembangan dan puncak gerakan buruh sangat singkat yaitu hanya berlangsung selama dua puluh lima tahun. Pendorong organisasi buruh adalah SI dan PKI. Ikut sertanya buruh-tani dalam organisasi buruh dengan pemogokan dan pemberontakan dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang sangat buruk(Ingelson, 1986:1-2). Sedangkan awal dari komunisme sendiri dibanten dimulai akibat partai Marxist ini melakuakn infiltrasi terhadap partai lain yang ada di banten karena pertama kali PKI atau waktu dulu ISDV tidak pernah membuka cabangnya di Banten akan tetapi dibanten tinggal dua orang anggota eksekutif ISDV yaitu Hasan Djajadiningrat dan seorang marxis belandan, J.C.Stam yang berupaya memenangkan syarekat islam Banten terhadap posisi-posisi radikal yang diajukan kalangan marxis semarang. Akan tetapi stam
114
yang pada saat itu sadar bahwa di banten dalam menyebarkan pengaruhnya tidak mendaoat tujuan apa-apa sehingga stam pun sadar untuk melepaskan diri dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi diserang dan rangkas bitung, dan upayanya ini mendapat simpati dari para priyayi muda, guru sekolah, dan pegawai lokal yang bekerja di jawatan kereta api, pegadaian dan irigasi, jika ISDV tidak satupun mendirikan cabannya di banten, lain halnya dengan Sarekat Buruh Kereta Api (VSTP). Pada bulan juli 1922, organisasi ini mengadakan rapat akbar dilabuan yang dimana pembicaranya adalah Semaun. VSTP juga pada tahun-tahun selanjutnya mengadakan aksi pemogokan diseluruh jawa untuk menuntuk perbaiakn gerbong serta nasib para pekerjanya, yang rapat-rapatnya sering dilakuakn di Banten oleh Sugono. Meskipun di banten PKI tidak mempunyai cabang ataupun anggota akan tetapi di sana sering diadakan rapat akbar yang dimana tokoh-tokoh PKI terkemuka hadir sebagai pembicara setelah terjadinya perpecahan antara PKI dengan SI pada tahun 1923, parai komunis ini membangun masanya sendiri yakni syarekat Rakjat. Pada bulan agustus Oesadiningrat mengadakan rapat yang bermaksud mendirikan Sarekat Rakjat di banten saat itu akan tetapi menurut polisi tidak ada satupun hal mengenai itu. Setelah dua bulan, Oesadiningrat melakuakn upaya baru yaitu membangaun cabang Sarekat Rakjyat dengan mengundang beberapa tokoh PKI seperti, Alimin dan Musso sebagai pembicara pada pertemuan yang diadakan. Pada tanggal 2 oktober, dua tokoh PKI ini menghadiri sebuah pertemuan dan memberikan orasi politiknya meski dihadiri tidak lebih 14 orang. Hari berikutnya, diadakan pertemuan serupa di Kadomas dan yang hadir dalam acara tersebut tidak kurang 9 orang saja. Tampaknya tidak ada dukungan terhadap pembentukan sarekat rakjat ini. Akan tetapi pada laporan pemerintah pada tahun 1942 menyatakn bahwa ada dua orang anggota PKI di kerisidenan banten, akan tetapi hanya dalam 12 bulan jumlah anggota PKI dibanten mencapai angka ribuan dan semakin bertambah pada tahun 1926 akibat perubahan ini terseliplah beberapa propaganda yang diutus pihak pengurus eksekutif untuk mendirikan cabang di banten. Dan pada akhirnya pada tahun 1925, agen-agen propaganda seperti puradisastra, bassaif, dan hasanudin dan kaum komunis serang menciptakan kekuatan yang luarbiasa yaitu berhasil mendirikan seksi PKI ke-37.
Setelah diusirnya PKI dari Syareka Islam pada tahun 1921 partai ini mulai melirik para pekerja dikota. Kepentingan dalam pergerakan buruh terciri dalam berbagai aktifitas
115
pemogokan yang kian meningkat dengan puncaknya pada aksi pemogokan yang kina meningkat. Sedangkan keputusan untuk melakukan pemberontakan diambil dalam konferensi di prambanan oleh para pemimpin PKI yang masih tersisa pada bulan desember 1925. PERSIAPAN MENUJU PEMBERONTAKAN Meskipun konferensi yang dilakukan di prambanan mengenai pemberontakan yang akan dilancarkan, namun langkah-langkah konkrit untuk mewujudkannya tidak kunjung dilaksanakan, dikarenakan kurangnnya persiapan partai dan dan mengembangkan organisasi illegal. Kabar mengenai keputusan ini disampaikan kepada seluruh seksi PKI yang ada dibanten oleh Winata yang menjabat sebagai pimpinan PKI di Batavia. Ia menemui beberapa pemimpin PKI dibanten seperti Bassaif, Puradisastra, Haji Chatib, Kyai Moekri, dan Entol Enoh. Seksi-seksi dimanapun khususnya dibanten telah siap mendirikan organisasi illegal untuk merancang pemberontakan dan para tokoh partai telah siap untuk melibatkan diri dalam resistensi rencana ini. Pada bulan mei 1926 meynusun rapat penting di Dalung dan rapat tersebut diakhiri dengan mengangkat kepengurusan eksekutif baru PKI banten. Ini diputuskan karena mengingat kepergian Puradisastra dan Bassaif yang kini menjadi penghubung antara PKI Batavia dan Banten, pada masa mendatang terdapat dua susunan dewan eksekutif yang terpisah yaitu satu untuk PKI sendiri dan yang kedua untuk organisasi DO (organisasi Ilegal). Dalam praktiknya, karena terdapat dua dewan eksekutif baru, yang mana kedudukan Organi sasi Ilegal (DO) menjadi lebih penting, masa kini aktivitas PKI tidak lagi memungkinkan.
Sebelum pertemuan bulan Mei PKI banten mulai menggalang dana untuk membeli persenjataan dan juga ada yang bilang bahwa dana hasil penggalangan tersebut untuk mendanai biaya pengiriman pasukan dari soviet yang akan berlabuh dipantai banten dengan armada raksasa. Selain itu terdapat pernyataan bahwa siapa saja yang tidak ingin bergabung tidak akan diakui sebagai muslim taat oleh sultan banten setelah usai pemberontakan nanti dan semua miliknya akan disita, serta siapa saja yang tidak menyokong penggalanagan dana revolusioner maka akan dirampok dan dibunuh setelah pemberontakan, rumor-rumor tentang datangnya bantuan dari luar negeri akhirnya membawa hasil nyata, yaitu kucuran dana untuk PKI dari rakyat semakin deras. Ada juga
116
dari petani yang sukarela menyerahkan uangnya adapun yang menjual hewan ternak dan juga tanahnya. Bahkan dana untuk berangkat naik haji ke mekkah juga disisihkan untuk keperluan Revolusioner. Jumlah dana yang terkumpul memang sangat luar biasa dan indikasi tentang berkembangnya ideology milleranian tidak lagi diragukan lagi itu semua untuk satu tujuan mempersiapkan aksi pemberontakan. Jika pemberontakan berlangsung dengan cepat diodaerah banten, para pemimpin lokal mengkhawatirkan perkembangan didaerah-daerah lain bisa jadi tidak begitu diinginkan lagi. Pada bulan mei, setelah hasil rapat memutuskan pembentukan DO di dallung, haji Chatib dan hasanudin menuju kebandung akan tetapi mereka malah melihat kepemimpinan PKI bandung ternyata tidak melakukan apa-apa untuk merealisasikan Keputusan Prambanan dan bahkan tidak mampu menggalang pengiriman senjata, karena kecewa denagn kondisi tersebut, lantas Haji Chattib dan hasanudin kembali ke banten untuk memutuskan langkah berikutnya. Kini mereka berdua mencari dukungan persenjataan dari Malaya melalui PKI di Sumatera Barat, namaun sayangnya rencana ini tercium oleh otoritas colonial. Pada 19 mei kerisedenan menginformasikan kepada Bupati pandeglang bahwa intelejen di Medan berhasil mengidentifikasikan akan adanya pengiriman senjata dari sumatera ke jawa lewat Labuhan dan keluarga Kyai Asnawi, namun Bupati pandeglan membatah keterlibatan Kyai Asnawi. Mendengar kabar tersebut Haji Chatib justru terpacu untuk mempergiat penggalangan dukungan untuk pemberontakan mendatang. Dan kini kebanyakan rapat dilakuakn di Mesjid untuk menghindari mata-mata polisi atau dilakuakn malam hari di Hutan. PECAHNYA PEMBERONTAKAN
Hari-hari terakhir sebelum pelaksanaan pemberontakan dilancarkan diwarnai dengan kenyatan-kenyataan pahit, penangkapan pemimpin-peminbpin PKI menjadi pukulan telak bagi kaum pemberontak. Sementara itu pihak polisi juga telah mendapatkan informasi yang melimpah dan petunjuk-petunjuk baru tentang kebaradaan dan aktifitas PKI bawah tanah kabupaten pandeglang. Sementara iti pada malam tanggal 9 november, Haji Hasan telah kembali ke Batavia usai menemui Winata. Tapi sebelumnya, dalam perjalan pulang ke labuan ia menyempatkan diri untu singgah diserang dan pandeglang untuk memberi arahan final kepada para pemimpin revolisioner
117
yang masih tersisa. Setelah ditahannya Haji Chatib, Tb. Emed terlihat gigih mempersiapkan kekuatan menjelang detik-detik pemberontakan. Pada tanggal 12 november pasar labuan terlihat ramai. Orang-orang tumpah ruah karena disaat itu dagangan sangat melimpah, malam itu banyak ratusan massa petani yang dipimpin oleh Kyiai Moekri dan Kyai Ilyas berkumpul didesa Bama. Hal serupa juga terjkadi di desa pasar lama, dekat caringin lebih dari 700 orang menghadiri sebuah pertemuan besar dibawah pimpinan Kyai Moestapha mereka digerakan untuk menyerbu kediaman Wedana Cening. Sedangkan di menes, para pemberontak dsipimpin oleh Haji Hasan dan entol Enoh mendapat dukungan dari semua desa diwilayah itu, diserang dan dipandeglang tingkat kesiapan pemberontakan belum begituh matang mereka terkumpul dan siap menunggu intruksi pimpinan mereka. Penyerbuan kota labuan yang di lancarkan pada tengah malam oleh ratusan orang bersenjata dengan sasaran kediaman asisten wedana, akibat dari serangan itu, Mas Wiriadikoesoema dan keluarganya berhasil di tawan oleh pemberontak, seorang polisi pengawalnya berhasil terbunuh dan dua lainnya terluka dalam insiden tersebut. Kemudian masa terpecah dalam dua kelompok. Pertama mengawasi pemindahan MAs Wiriadikoesoemo sementara yang lain mencari polsi yang bertugas dsana. Pada malam yang sama di menes, sebuah insiden berdarah meminta korban lebih banyak lagi. Target utama para pemberontak adalah Wedana Raden Partadiningrat, seorang pengawas kereta api, benjamins dan polisi. Penyerangan kediaman wedana dimulai pada jam satu malam dengan mengerahkan sekitar 400 orang. Dalam penyerangan tersebut wedana dan seorang polisi pengawalnya berhasil menembak beberapa orang pemberontak sebelum akhirnya tewas. Sedangkan kelompok lainnya berhsil meringkus benjamins dan berhasil menguasai stasiun kereta api, benjamins adalah satu-satunya orang belanda yang tinggal dikota tersebut. Setelah penyerangan ersebut pemerintal lokal dimenes dan labuan usai, inisiatif aksi pemberontakan bukan lagi di tangan pemberontakan , hari-hari berikutnya resistensi yang mereka lakuakan maish bersifat reaktif. Pada saat serangan dilakukan, para pemberontak hamper selalu mendapatkan rintangan dari pihak otoritas yang seolah telah mengetahui rencana revolisiuner mereka.
118
Pada tanggal 14 november aktivitas pemberontakan terpusat di mesjid Desa Bama, pinggiran kota labuan dan siang harinya ratusan orang dari desa mempersiapkan dirinya untuk menyerbu posko militer Belanda yang ditempatkan di kota labuan. Bahwa serangan ini dilancarkan untu balas dendam atas tewasnya rekan-rekan mereka dalam pertempuran sebelumnya. Malam harinya pemberontak mulai mempersiapkan serangan, mereka merusak jembatan di sungai Bama dan membangun barisan di tempatkan didua sisi sungai, kabel telepon menuju labuan pun diputuskan serta jalan-jalan diluarkota diblokade dan juga jalur rel kereta api pun mulai di blockade. Petang harinya tanggal 15 November para pemberontak tiba-tiba disergap oleh sebuah patroli yg dipimpin kapten becking, para pemberontak yang pada saat itu sedang melakukan kordinasi dengan kelompok yang lain, kelompok pemberontak hanya mempunyai sedikit senjata api tidak sepadan dengan tentara becking. Meskipun begitu mereka tetap mengepung pasukan patroli tersebut, strategi yang kemudian menjadi boomerang mematikan para pemberontak. Kendati pemberontakan hanya terjadi di pandeglang akan tetapi pemberontak tidak melupakan begitu saja serang. Pada bulan itu terjadi insiden-insiden yang menyebar keseluruh kota tersebut, meskipun para tokoh PKI berada dipenjara. Malam hari pada tanggal 12 November ratusan petani berkumpul yang berencana untuk menyerang kantor residen, barak-barak polisi, dan stasion kereta api. Insiden yang paling serius di serang terjadi dipetir pada malam 13 november. Tidak seperti diwilayah serang lainnya, didaerah ini PKI tetap begitu kuat dan hamper tidak terpengaruh oleh akibat dari aksi penangkapan tokoh-tokoh mereka beberapa waktu lalu. Karena gagalnya aksi penyerbuan diserang maka para pemimpin petir ini menunda aksi mereka selama dua hari. Kemudian para pemberontak ini melanjutkan aksinya dengan menyerang kediaman asisten Wedana Petir, namun saying mereka tidak mengetahui bahwa patroli militrer belanda telah disiagakan dipetir, sehingga akhirnya para pemberontak tersebut dapat dipukul mundur dan empat orang tertembak mati. Insiden ini mengagalkan rencana untuk menyerang kota Serang dan sekaligus tanda berakhirnya pemberontakan di kabupaten tersebut.
Setelah terjadinya insiden di labuan pada tanggal 15 November, maka peraktis tidak ada lagi pertempuran serius antara pemberontak dengan militer belanda. Pada tanggal 18 November pasukan militer belandan meninggalkan Labuanuntuk berpatroli di
119
daerah selatan untuk membersihkan kelompok-kelompok pemberontak yang masih tersisa serta pengiriman serdadu Manado yang bertugas membersihkan pemberontakan di bama. BEBERAPA GAMBARAN PENTING PEMBERONTAKAN BANTEN Beberapa gambaran penting peristiwa pemberontakan PKI Banten yang merupakan satu rancangan yang disusun PKI untuk melakuakn resistansi terhadap pemerintah colonial diseluruh Indonesia. PKI berhasil membangun organisasi bawah tanah begitu luas yang melingkupi beberapa kabupaten di Banten, hal ini tidaklah mengherankan mengingat organisasi revolusiuner di Banten jauh lebih tersebar dan secara sosial lebih merata ketimbang di daerah lainnya yang terlibat pemberontakan di sepanjang tahun 1926. Jelaslah bahwa ressitensi sosial politik tahun 1926 adalah lebih luas dari pada sekedar aksi pemberontakan yang muncul sendirinya. Hilangnya tokoh-tokoh menjadikan alas an mengapa lokasi terjadinya aksi-aksi pemberontakan begitu terbatas dilakuakn . akibat dari penahan tersebut ruang lingkup pemberontak menjadi sangat sempit dalam melaksanakan pemberontakannya. Meskipun kelompok komunis sekuler menjadi perancang berdirinya PKI dan DO, namun karena pimpinan kedua organisasi tersebut berada dibawah kendali ulama. Disamping para ulama para hawara pun memainkan peran penting dalam pemberontakan tersebut, apa yang patut diperhatikan adalah PKI dapat merekrut mereka untuk bergabung kedalam organisasinya. Sedangkan target pemberontakan pada tahun 1926 adalah para Priyayi, selain itu pihak polisi juga menjadi korban. Akan tetapi pada pegawai sipil mereka lebih selektif dalam memilih korban-korbannya. Namun berbeda dengan di labuan asisten wedana hanya diculik dan ditahan, lalu kenapa mereka memperlakuakn seperti itu kareana figure dari Mas WiriadiKoesoema yang begitu dihormati dan asli banten. Sedangkan orang belanda satu-satunya yang terbunuh yaitu Benjamin, seorang pegawai kereta api di menes. Akan tetapi penyerangan terhadap kaum tiong Hoa yang dikenal memonopoli sejumlah besar perdagangan lokal, khususnya didaerah perkebunan kelapa labuan, menunjukan bahwa dalam peristiwa 1926 adalah steril dari konflik kelas yang biasanya menjadi satu tema penting terjadinya pemberontakan
120
Satu hal yang patut di catat dalam peristiwa 1926 adalah prestasi perjuanagn para pemberontak yang berumur pendek dan temporer itu. Inilah pertama kalinya banten bangkit dalam pemberontakan, bukan dari isolasi mereka akan tetapi sebagai bagian dari suatu pergerakan nasional melawan tekanan kolonoal. AKIBAT PEMBERONTAKAN Ketegangan masih menyelimuti Banten pasca pemberontakan, karena meningkatnya operasi pembersihan oleh pihak otoritas serta disusul oleh rumor akan adanya aksi-aksi pemberontakan yang perkirakan akan pecah pada malam tanggal 6 Desember. Apalagi tersebar isu bahwa wedana dan asistennya tidak mampu lagi membiayai para serdadu, sehingga mereka akan ditarik secepatnya ke Batavia. Adapun dampak adanya pemberontakan di daerah Banten oleh masyarakat Pribumi terhadap PKI yang bercokol di Banten yaitu : Terjadinya penangkapan oleh pihak polisi pada tangggal 13 November sebanyak 64 kali. Operasi penangkapan PKI tersebut berhasil menangkap sebanyak 1.300 orang. Adanya para pemberontak PKI yang berhasil melarikan diri keluar Banten, karena dianggap tidak terlalu penting karena sedikit pengaruhnya terhadap kelangsungan PKI itu sendiri. Nasib para pemberontakan yang telah berhasil di tangkap oleh polisi pemerintahan mengalami nasib buruk, karena diantara mereka ada yang mendapat hukuman mati serta divonis hukuman selama 20 tahun lamanya. Mayoritas para pemberontakan di daerah Bnaten bukan berasal dari daerah Banten itu sendiri, melainkan dari priangan, Yogyakarta, Sumatra Barat, Banjarmasin, Jawa Tengah, Batavia. Para PKI di Banten bergabung dengan para petani dan membaur dalam masyarakat Banten itu sendiri ada yang menjadi pedagang, petani serta ada yang menyandang menjadi ytokoh agama seperti Haji Chatib, ia mencari nafkah sebagai penjual kain dan kayu dan sekaligus sebagai salah satu anggota PKI, oleh karena itui polisi sulit membedakan mana PKI dengan non PKI. Para polisi melakukan penagngkapan dan langsung melakukan intrograsi satu persatu orang yang dianggap mencurigakan.
121
Selama proses interogasi, para petani ditanya mengenai alas an keterlibatan mereka bergabung dengan partai komunis. Jawaban mereka mayoritas karena beban pajak atau hanya iseng ikut-ikutan dengan kawan sedesanya. Dari pemberontakan 1926 di Banten, apa yang jelas tergambar adalah begitu luasnya jaringan organisasi PKI. Hampir setiap distrik masuk dalam daftar para interan digul, bahwa PKI juga merupakan organisasi yang telah dibangun diseluruh karisidenan Banten. Akibat adanya operasi pembersihan dari unsur-sunsur PKI di daerah Banten, maka PKI mengalami kelemahan dalam basis kekuatannya hingga pada tahun1927 PKI di Banten tidak lagi mempunyai dukungan massa yang luas, kecuali di dua daerah yang paling teruji oleh peristiwa berdarah,yaitu Banten dan Sumatra Barat. Diantara organisasai buruh yang lahir pertama adalah SS Bond yang didirikan pada tahun 1905. Organisasi ini tidak berumur panjang dan pada tahun 1908 berdiri oraganisasi butuh kereta api VTSP yang sebagian anggotanya adalah pegawai kereta api dan trem swasta NISM yang berpusat di Semarang dibawah pengaruh Sneevlit dan Semaun. Untuk memusatkan kekuatan buruh pada tahun 1919 di Yogyakarta didirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB), tetapi nama itu kemudian diubah menjadi Revolutionaire Socialististische Vak-Centrale. Melalui VSTP, organisasi ini mampu mengembangkan pengaruhnya yang kuat sekali, karena kendali pimpinan di tangan Semaun. Pada sekitar tahun 1918-an di berbagai daerah terjadi berbagai pemogokan oleh para buruh sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dari para majikan. B Organisasi Campuran dan Politik Asosiasi Organisasi campuran adalah perkumpulan yang anggota-anggotanya terdiri dari orang Indonesia dan orang asaing;tujuannya ada yang menuju kemerdekaan Indonesia dan ada yang ingin tetap dalam ikatan dengan kerajaan Belanda. Organisasai campuran yang mengingimkan kemerdekaan diantaranya IP dan ISDV. Adapun organisasi campuran yang menginginkan tetap dalam ikatan kerajaan Belanda ialah Netherland Indische Vrijzinnige Bond (NIVB), Christelijk Ethische Partij (CEP), Indische Katholeike Partij (IKP) dan Politie Economische Bond (PEB).
122
Pada dasarnya politik asosiasi adalah usaha untuk menyatukan Timur dengan Barat. Sedangkan tujuan organisasi campuran pada dasrnya ingin mengekalkan hubungan koloni dan negeri induk seperti dilakukan PEB. Selain itu, agar organisasi itu mendapatkan keuntrungan yang didukung oleh tindakan reaksioner. Politik asosiasi memang cukup ideal dengan hanya menyatukan barat dan timur, tetapi kenyataanya hanya sekelompok elite bumiputera saja yang kemudian diangkat menjadi pejabat-pejabat dalam pemerintahan.akan tetapi, setelah PD II perkebunan dan perusahaan-perusahaan pemerintah memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, tetapi rakyat petap sengsara. Jurang pemisah antara barat dan timur tak terbendung lagi, perbedaan ekonomi justru senakin melebar. (Koch, 1951:134). C. Alat-alat Penekan Pergerakan Nasional Adapun alat-alat penekan pergerakan nasional ialah alat-alat yang digunakan oleh pemerintah kolonial berupa pasal-pasal dalam KUHP, Peraturan Pemerintah, dan hak-haka istimewa Gubernur Jenderal untukm mengurangi kebebasan organisasi pergerakan karean dipandang mengganggu stabilitas jalannya pemerintahan. Sejak Jepang menduduki Indonesia tanggal 8 Maret 1942, Pemerintah militer melarang semua kegiatan politik yang disusul dengan membubarkan semua organisasai, akan tetapi pada pertengahan tahun 1942 Pemerintah Jepang memperlunak peraturan dengan mengijinkan berdirinya organisasai yang bertujuan membantu perang Jepang (Susanto Tirtoprojo, 1968:48-53) dengan syarat organisasi tersebut harus loyal krpada pemerintah.
123
BAGIAN III MASA FASISME JEPANG (1942-1945)
2.1 KONDISI NEGARA-NEGARA ASIA PASIFIK KETIKA PERANG DUNIA II SECARA UMUM Perang Dunia II, secara resmi mulai berkecamuk pada tanggal 1 September 1939 sampai tanggal 14 Agustus 1945. Tapi ada yang berpendapat sebenarnya sudah mulai pada tanggal 1 Maret 1937 ketika Jepang menduduki Manchuria. Sampai saat ini, perang ini adalah perang yang paling dahsyat yang pernah terjadi di muka bumi. Kurang lebih 50.000.000 (limapuluh juta) orang tewas dalam konflik ini. Secara kasar bisa dikatakan bahwa peperangan mulai pada saat pendudukan Jerman di Polandia pada tanggal 1 September 1939 dan berakhir pada tanggal 14/15 Agustus ketika Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat, meskipun ada yang berpendapat sebenarnya perang ini sudah lebih awal mulai. Perang berkecamuk di tiga benua tua: Afrika, Asia dan Eropa.
2.1.1 1941: Pearl Harbor, Amerika Serikat Turut Serta dalam Perang dan Invasi Jepang di Asia Tenggara Pada 7 Desember 1941, pesawat Jepang dikomandoi oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo melaksanakan serangan udara kejutan terhadap Pearl Harbor, pangkalan angkatan laut AS terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang menghadapi perlawanan kecil dan menghancurkan pelabuhan tersebut. AS dengan segera mengumumkan perang terhadap Jepang. Bersamaan dengan serangan terhadap Pearl Harbor, Jepang juga menyerang pangkalan udara AS di Filipina. Setelah serangan ini, Jepang menginvasi Filipina, dan juga Koloni Inggris Hong Kong, Malaya, Borneo dan Birma dengan maksud menguasai ladang minyak Hindia Belanda. Seluruh wilayah ini, dan lebih luas lagi, jatuh ke tangan Jepang dalam waktu bulanan saja. Markas Britania Raya di Singapura juga dikuasai yang dianggap oleh Churchill salah satu yang kekalahan paling memalukan Britania sepanjang sejarah.
2.1.2 1942 : Invasi Hindia-Belanda
Penyerbuan ke Hindia Belanda diawali dengan serangan Jepang ke Labuan, Brunei, Singapura, Semenanjung Malaya, Palembang, Tarakan dan Balikpapan yang
124
merupakan daerah-daerah sumber minyak. Jepang sengaja mengambil taktik tersebut sebagai taktik gurita yang bertujuan mengisolasi kekuatan Hindia Belanda dan Sekutunya yang tergabung dalam front ABDA (America (Amerika Serikat), British (Inggris), Dutch (Belanda), Australia) yang berkedudukan di Bandung. Serangan-serangan itu mengakibatkan kehancuran pada armada laut ABDA khususnya Australia dan Belanda. Sejak peristiwa ini, Sekutu akhirnya memindahkan basis pertahanannya ke Australia meskipun demikian Sekutu masih mempertahankan beberapa kekuatannya di Hindia Belanda agar tidak membuat Hindia Belanda merasa ditinggalkan dalam pertempuran ini. Jepang mengadakan serangan laut besar-besaran ke Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942 dimana terjadi Pertempuran Laut Jawa antara armada laut Jepang melawan armada gabungan yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Armada Gabungan sekutu kalah dan Karel Doorman gugur. Jepang menyerbu Batavia (Jakarta) yang akhirnya dinyatakan sebagai kota terbuka, kemudian terus menembus Subang dan berhasil menembus garis pertahanan Lembang-Ciater, kota Bandung yang menjadi pusat pertahanan Sekutu-Hindia Belanda terancam. Sementara di front Jawa Timur, tentara Jepang berhasil menyerang Surabaya sehingga kekuatan Belanda ditarik sampai garis pertahanan Porong. Terancamnya kota Bandung yang menjadi pusat pertahanan dan pengungsian membuat panglima Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten mengambil inisiatif mengadakan perdamaian. Kemudian diadakannya perundingan antara Tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Hitoshi Imamura dengan pihak Belanda yang diwakili Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral jhr A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Pada Awalnya Belanda bermaksud menyerahkan kota Bandung namun tidak mengadakan kapitulasi atau penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Pihak Jepang. Pada saat itu posisi Panglima tertinggi angkatan perang Hindia Belanda tidak lagi berada pada Gubernur Jendral namun diserahkan kepada Ter Poorten sehingga di lain waktu Belanda menganggap bahwa kedudukan di Hindia Belanda masih tetap sah dilanjutkan. Namun setelah Jepang mengancam akan mengebom kota Bandung akhirnya Jendral Ter Poorten setuju untuk menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
125
Kalijati, 8 Maret 1942, pukul 17:15 Waktu Jawa. Dalam pertemuan itu, Jenderal GG bertemu dengan panglima Jepang untuk membacakan surat pernyataan atas penguasaan Bandung kepada pihak jepang yang saat itu datang dengan tujuan untuk mengambil alih kekuasaan Belanda karena Jepang telah memenangkan pertempuran atas Rusia dalam perang dunia I, karena dalam kemenangnnya itu Jepang memang berhak mengambil alih kekuasaan Belanda sebagai blok Barat yang kalah perang atas pihak Timur yaitu Jepang. Dalam pertemuan itu, hadir juga Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Panglima Tertinggi Angkatan Perang Hindia Belanda, Jhr. Van Starkenbourgh. Dalm kesempatan itu seorang panglima tertinggi Jepang yang pada saat itu memperoleh tugas untuk datang ke Bandung sebagai utusan pihak Jepang untuk menerima formalitas penyerahan daerah Bandung kepada pihak Jepang., Imamura menyatakan bahwa di Bandung jangan sampai terjadi suatu pertempuran yang akan merugukan rakyat Bandung yang bermukim disana, kepada Letnan Jenderal Ter Poorten yang memperkenalkan diri sebagai penasehat umum dari pihak Hindia Belanda dan sekaligus sebagai kepala staf. Dalam kesempatan itu, Jenderal Imamura semapat tidak setuju bahwa Bandung akan dijadikan tempat markas besar pasukan Belanda tetapi dalam dalam posisi yang sudah terjepit akhirnya pihak Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada jenderal Imamura yang menerima penyerahan kota Bandung dan sekitarnya kepada pihak Jepang. Sekuat apapun jenderal Belanda itu mempertahankan kekuasaan pemerintahannya di Bndung, tetapi kekuasaan itu harus tetap diserahkan kepada pihak Jepang. Dalam keadaan yang terjepit akhirnya pemerintahan Belanda di Bandung harus menyerahkan kekuasaannya atas Bandung kepada pihak Jepang dan meminta agar dilakukan gencatan senjata. Pada saat itu, orang-orang Belanda berusaha mengirim sebanyak mungkin serdadu ke pertahanan Kota Ciranjang, disana adalah garis pertempuran antara pihak Belanda dengan pihak Jepang yang tidak menginginkan adanya pertempuran. Walau bagaimanapun, keadaan itu sangat merugikan bagi pihak Hindia Belanda karena dengan sekuat tenaga Jenderal Imamura akan mempertahankan hak kekuasaan Jepang di daerah Bandung.
126
Setelah sepuluh hari berlalu, akhirnya Jenderal Belanda itu dengan berat hati memberikan daerah Bandung kepada pihak Jepang walaupun memang tidak semuanya daerah Bandung itu diserahkan kepada pihak Jepang tetapi orang-orang Belanda tidak punya hak lagi untuk mendiami daerah Bandung. Peristiwa ini dapat kita bandingkan dengan perjalanan pemerintahan Gubernur Jenderal Idenburg dan Kiveron yang demi mempertahankan harga dirinya di depan Mahkamah Pengadilan Negeri Belanda berusaha melakukan segala cara untuk mempertahankan daerah kekuasaannya, tetapi berbeda dengan Jenderal Pasman yang dalam pemerintahannya selalu menampilkan hal-hal yang baik meskipun terkadang dia memang keras dalam mengambil keputusan.
Karena pihak Belanda masih bersikap seolah-olah daerah Bandung dan sekitarnya itu masih merupakan daerah kekuasaan Belanda, akhirnya jenderal Imamura menawarkan satu pemecahan masalah agar pihak Belanda tidak melakukan perlawanan yang akan mengakibatkan rakyat menjadi korban, Imamura mengusulkan agar kedua belah pihak melakukan gencatan senjata, walaupun memang pihak pemerintahan Belanda telah mengirimkan satu kompi pasukannya untuk mempertahankan Bandung supaya tidak jatuh kepada pihak Jepang. Dalam meja perundingan itupun jenderal GG yang sudah tidak berwenang lagi atas pengambilan keputusan atas Bandung, masih bersih keras untuk tidak menyerahkan daerah Bandung kepada pihak Jepang, dalam forum itu ia berkata ‖walaupun saya akan menyerahkan kekuasaan Bandung atas Jepang, tetapi pihak Jepang harus meminta langsung kepada pemerintah dan Mahkamah tertinggi Belanda !!‖tetapi jenderal Imamura tidak memperdulikan perkataan jenderal GG, Imamura mengatakan bahwa ia tidak peduli atas penyerahan Bandung secara formal, yang pasti Jepang telah memperoleh hak atas kekuasaan Bandung dan hal itulah yang menjadi pegangan Imamura. Keadaan didalam ruangan itu pun menjadi sangat kacau, Imamura yang tadinya sudah berusaha sabar, tetapi ia mulai emosi dan mengatakan bahwa ia tetap menuntut suatu penyerahan menyeluruh, dalam keadaan yang sudah meruncing itu akhirnya GG dengan segala cara supaya dapat mengendalikan emosi Imamura, mengatakan bahwa bila Jepang akan melakukan penyerangan, maka pihaknya tidak segan-segan akan melawan dan bila hal itu terjadi maka Jepang akan disalahkan sebagai pihak yang telah merugikan rakyat banyak karena jika Jepang melakukan penyerangan maka kejadiannya akan sama dengan apa yang dilakukan Jerman waktu sedang
127
menyerang warsawa, Rotterdam, London dan Coventry, yang sangat memancing reaksi dunia internasional atas penyerangan yang dilakukan Jerman tersebut dan hal itu diumpamakan oleh GG bila Jepang akan melakukan penyerangan maka keadaannya akan sama seperti yang dialami Jerman yang mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Dengan berusaha bersikap bijaksana Imamura tidak terpancing dengan kata-kata yang dilontarkan oleh GG. Jenderal (purn) Hitoshi Imamura, Tokyo, 19 Agustus 1967 Imamura yang merupakan seorang panglima tertinggi pasukan Jepang pada waktu itu merenungkan apa yang terjadi bila GG yang saat itu mewakili pihak pemerintahan Belanda, masih menjabat sebagai panglima tertinggi sesuai dengan Undang-Undang pemerintahan Belanda, maka suatu gencatan senjata, suatu penyerahan dalam waktu kurang dari 10 hari, tidak mungkin terjadi karena melihat sikap GG yang begitu bersih keras akan mempertahankan kekuasannya di Bandung, hal itu juga sudah menyulitkan pihak Jepang, tetapi dengan kecerdasan yang dimiliki oleh jenderal Imamura akhirnya Bandung berada dalam kekuasaan pihak Jepang. Imamura juga tidak menyangka sama sekali ternyata GG mencoba menghalangi langkahnya untuk segera menerima penyerahan daerah Bandung, dalam ruangan itu GG berusaha meminta bantuan kepada Ter Poorten yang sedang duduk disampingnya, ia berkata bila Imamura memperlihatkan emosinya, maka GG akan mempersilahkan masuk para wartawan yang akan meliput apa yang sedang terjadi didalam ruangan itu dan nama Imamura akan tercemar dimata para wartawan, peteran perang dan dimata dunia Internasional, akibatnya Imamura tidak akan dipercaya lagi sebagai penerima penyerahan daerah Bandung dan hal itu akan memudahkan GG untuk tetap berkuasa di daerah Bandung dan sekitarnya. Dalam forum yang banyak diikuti oleh para opsir-opsir Belanda yang hampir memenuhi sebagian ruangan itu, Imamura merasa dirinya sudah tidak dipandang lagi sebagai orang yang mendapatkan tugas untuk menerima penyerahan Bandung, akhirnya ia berdiri dan berkata ―sekali lagi saya memprotes keras akan hadirnya para wartawan dan juru potret itu untuk didatangkan diruangan ini‖. Buku harian pribadi jenderal (purn) Hitosi Imamura, Tokyo 1967
128
Dalam forum itu, Imamura sedikit meminta pendapat kepada letnan jenderal Ter Poorten mengenai perselisihanya dengan GG yang mungkin akan mengakibatkan lamanya penyerahan daerah Bandung kepada pemerintahan Jepang, kemudian Ter Poorten menjawab dengan sikap yang bijaksana meskipun ia berada dipihak pemerintah Belanda, tetapi ia memberikan satu pemecahan masalah yang memang seharusnyalah menjadi keputusan Imamura, bila pihak Jepang terpancing untuk melakukan suatu penyerangan maka harus memikirkan juga banyaknya korban dari pihak sipil dan hal itu harus dihindari oleh Imamura jika akan mempermudah jalannya penyerahan itu. Untuk mencairka suasana akhirnya Imamura menawarkan kepada seluruh peserta rapat diruangan itu untuk istirahat sejenak. Setelah Imamura meninggalkan ruangan itu, ia masih memikirkan bagaimana kalau saran yang dibrikan Ter Poorten itu diambilnya supaya dapat mempercepat jalannya penyerahan itu dan pemerintah Jepang tidak mendapatkan reaksi keras dari dunia internasional. Buku harian jenderal (purn) Imamura, Tokyo :1967 Disaat rapat penyerahan yang dilakukan pihak Belanda terhadap Jepang berlangsung, jenderal Ter Poorten yang mengerti benar tentang keputusan yang diambil oleh Imamura mencoba untuk membujuk GG agar segera menyerahkan kekuasaan Bandung kepada Jepang, daripada ia akan malu dan merasa tidak terhormat dimata semua kepala staf parlemen Belanda yang ada di Indonesia. Forum penyerahan yang dilakukan didalam ruangan itupun akhirnya berakhir, GG yang masih merasa kesal atas keputusan yang telah diambil itu, akhirnya meninggalkan ruangan yang diiringi oleh Miyoshi, dengan wajah suram dan kesal mereka menuju mobil yang sudah disediakan, disaat GG menaiki mobilnya tiba-tiba saja ia membungkukan badannya kepada penerjemah Jepang itu dan menceritakan bahwa semua pegawai konsuler, termasuk jenderal Jepang, diinternir di Sukabumi, GG juga memberitahukan kepada Miyoshi bahwa disana telah diambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya perkelahian.
129
Setelah para pejabat tinggi itu menaiki mobilnya dan melakukan perjalanan dan berhenti di Subang untuk mengisi bensin, saat mobil-mobil itu sedang mengisi bensinnya, kesempatan itu dipergunakan untuk sejenak menapakan kaki mereka dengan sedikit berbincang-bincang, tetapi dalam kesempatan itu GG memisahkan diri dari kelompok Ter Poorten karena saat itu Ter Poorten dianggap tidak terhormat karena telah memberikan saran yang mengakibatkan penyerahan Bandung terhadap Jepang telah diselenggarakan. Duta besar Drs. H. Hagenaar, Buenos Aires Pada pukul 03.00 dini hari, delegasi Belanda itu tiba kembali ke Bandung, Pada suatu pagi tanggal 9 maret, GG mengadakan suatu rapat kilat dengan penasehat-penasehatnya, yang hadir waktu itu adalah anggota-anggota Raad van Indie, beberapa direktur Departemen, beberapa kepala jawatan dan ketua Volksraad, rapat kilat itu dilakkukan disebuah kamar makan ―Mei Ling‖, GG memberika laporan lengkap mengenai perjalannya ke Klijati dan semua perundingan yang ia laksanakan dengan pihak Jepang yang berakhir dengan penyerahan total tanpa syarat dari angkatan perang Hindia Belanda dengan mengungkapkan kekesalannya terhadap Ter Poorten. Saat itu GG mengemukakan beberapa kenyataan:
1. letnan jenderal Imamura mengancam akan membom bandung dengan kata-kata yang dapat diartikan dengan dua pengertian.
2. kritikus-kritikus kemudian dapat menunjukan bahwa gerakan di Jawa hanya membawa korban sedikit hal ini dapat diartikan bahwa dalam pertempuran ini tidak dilakukan dengan sekuat tenaga.
Setelah rapat kilat itu selesai dilaksanakan, para pemimpin Hindia Belanda itupun meningglakan ruangan itu dengan berat hati karena tugasnya untuk melaksanakan pemerintahan di Indonesia telah berakhir, dengan kemampuan yang mereka miliki untuk tertap mempertahankan daerah Bandung ternyata sudah sampai pada titik kulminasi, mereka membiarkan musuh masuk ke daerah kekuasaan yang selama ini mereka pegang. Saat itu seorang wakil direktur ekonomi Belanda tetap bersihkeras ingin mengadakan suatu upacara pernyataan penyerahan dengan terlebih dulu menanyakannya kepada GG, tetapi GG telah mengungkapkannyan dalam forum rapat kilat waktu itu, keadaan ini akan
130
menjadi suatu manifestasi disamping telah diadakannya penyerangan yang dilakukan pihak Jepang. Buku harian jenderal (purn) Hitoshi Imamura, Tokyo. Pada tanggal 9 maret pagi hari pukul 06.40 waktu Jawa, Miyoshi datang kekamar Imamura untuk mengatakan bahwa ia telah mendengarkan pernyataan yang dikumandangkan oleh Ter Poorten yang isinya adalah memerintahkan angkatan perang Belanda untuk menghentikan permusuhan dan pada hari itu juga Ter Poorten dan tiga orang opsir staf mengunjungi markas besar Imamura dikalijati. Dalam pertemuan itu Ter Poorten memberikan daftar-daftar kekuatan yang memuat jumlah serdadu, kendaraan dan senjata. Rombongan orang-orang Belanda yang pergi ke kalijati pada tanggal 9 maret 1942 yang terdiri dari Letnan jenderal Ter Poorten, kepala staf, mayor jenderal Bakkers, letnan kolonel Mantel dan kapten penerjemah Drs. J.D Thijs. Masih belum bisa diperkirakan apakah tanggal 9 maret 1942 itu adalah merupakan hari penyerahan kekuasaan, tetapi suatu sumber sejarah di Netherland yakin bahwa tanggal 9 maret 1942 itu tidak terjadi suatu penandatanganan atas penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang. Di samudra Hindia, saat melakuka perjalanan menju ke negeri Belanda, menurut buku laporan yang ditulis oleh McDougall, terjadi suatu kecelakaan yang mengakibatkan banyak orang-orang Belanda yang terluka bahkan tidak ditemukan karena tenggelam, tetapi dalam kecelakaan itu jenderal De Fremery berusaha keras untuk menyelamatkan diri. Dalam kecelakaan kapal perahu itu memang sangat mengerikan selain banyak korban yang kehilangan nyawanya, ditambah lagi dengan adanya wabah penyakit yang melanda semua awak kapal. Selang beberapa saat keadaan mulai tenang, tidak lagi terdengar jeritan dan teriakan-teriakan yang menakutkan. Pada saat McDougell menyelamatkan diri dan akhirnya pun berhasil sampai disuatu tempat.
Pada tanggal 9 maret pagi hari pukul 06.40 waktu Jawa, Miyoshi datang kekamar Imamura untuk mengatakan bahwa ia telah mendengarkan pernyataan yang dikumandangkan oleh Ter Poorten yang isinya adalah memerintahkan angkatan perang Belanda untuk menghentikan permusuhan dan pada hari itu juga Ter Poorten dan tiga
131
orang opsir staf mengunjungi markas besar Imamura dikalijati. Dalam pertemuan itu Ter Poorten memberikan daftar-daftar kekuatan yang memuat jumlah serdadu, kendaraan dan senjata. Rombongan orang-orang Belanda yang pergi ke kalijati pada tanggal 9 maret 1942 yang terdiri dari Letnan jenderal Ter Poorten, kepala staf, mayor jenderal Bakkers, letnan kolonel Mantel dan kapten penerjemah Drs. J.D Thijs. Masih belum bisa diperkirakan apakah tanggal 9 maret 1942 itu adalah merupakan hari penyerahan kekuasaan, tetapi suatu sumber sejarah di Netherland yakin bahwa tanggal 9 maret 1942 itu tidak terjadi suatu penandatanganan atas penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang.
2.1.3 1945 : Iwo Jima, Okinawa, bom atom, Jepang menyerah kalah Perebutan pulau-pulau seperti Iwo Jima dan Okinawa oleh pasukan AS menyebabkan Kepulauan Jepang berada dalam jangkauan serangan laut dan udara Sekutu. Diantara kota-kota lain, Tokyo dibom bakar oleh Sekutu, dimana dalam penyerangan awal sendiri ada 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota. Jumlah korban yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi penduduk yang padat di sekitar sentra produksi dan konstruksi kayu serta kertas pada rumah penduduk yang banyak terdapat di masa itu. Belakangan tanggal 6 Agustus 1945, bomber B-29 "Enola Gay" yang dipiloti oleh Kolonel Paul Tibbets melepaskan satu bom atom Little Boy di Hiroshima, yang secara efektif menghancurkan kota tersebut. Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni Soviet mendeklarasikan perang terhadap Jepang, seperti yang telah disetujui pada Konferensi Yalta, dan melancarkan serangan besar terhadap Manchuria yang diduduki Jepang (Operasi Badai Agustus). Tanggal 9 Agustus 1945, bomber B-29 "Bock's Car" yang dipiloti oleh Mayor Charles Sweeney melepaskan satu bom atom Fat Man di Nagasaki. Kombinasi antara penggunaan bom atom dan keterlibatan baru Uni Soviet dalam perang merupakan faktor besar penyebab menyerahnya Jepang, walaupun sebenarnya Uni Soviet belum mengeluarkan deklarasi perang sampai tanggal 8 Agustus 1945, setelah bom atom pertama dilepaskan. Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945, menanda tangani surat penyerahan pada tanggal 2 September 1945 diatas kapal USS Missouri di teluk Tokyo.
132
2.2. DAMPAK POLITIK YANG DITIMBULKAN PERANG DUNIA II TERHADAP NEGARA INDONESIA Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dengan demikian, antara tanggal 15 Agustus sampai 2 September 1945, terdapat Vacuum of power di seluruh wilayah pendudukan Jepang, termasuk di bekas jajahan Belanda. Di masa Vacuum of power tersebut, para pemimpin bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia, dan pada 18 Agustus membentuk pemerintahan dengan pengangkatan Ir. Sukarno sebagai Presiden dan Drs. M. Hatta sebagai Wakil Presiden, sehingga dengan demikian tiga syarat untuk pembentukan suatu negara telah terpenuhi, yaitu : 1. Adanya wilayah, 2. Adanya penduduk, dan 3. Adanya pemerintahan. Beberapa saat kemudian, tentara sekutu dibawah Komando Asia Tenggara atau South East Asia Command (SEAC) yang dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mountbatten datang ke Indonesia. Pasukan sekutu (Inggris) yang bertugas di Indonesia tersebut diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka tiba di Jakarta pada 29 September 1945 dengan tugas utama melucuti tentara Jepang dan membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu. Mulanya masyarakat Indonesia menyambut kedatangan mereka dengan sikap yang netral. Namun sikap tersebut berubah menjadi permusuhan dan perlawanan setelah mereka mengetahui bahwa pada 7 Oktober 1945 tentara sekutu telah datang ke Indonesia dengan membonceng Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) yang ingin menegakkan kembali kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia.
Meskipun di wilayah Hindia Belanda (Indonesia) telah berdiri pemerintahan Republik Indonesia (RI), Belanda tetap berkeyakinan bahwa wilayah tersebut masih berada dalam hak pemerintahan Hindia Belanda. Dengan berbagai cara Belanda berusaha keras untuk mewujudkan kembali kekuasaannya atas wilayah Indonesia. Sejak saat itu secara de facto telah terdapat dua pemerintahan di wilayah Indonesia, yaitu pemerintahan
133
RI dengan pimpinan Soekarno-Hatta dan pemerintahan sipil Belanda NICA dengan pimpinan Letnan Gubernur Jenderal H.J. van Mook. 2.3. DAMPAK EKONOMI YANG DITIMBULKAN PERANG DUNIA II TERHADAP NEGARA INDONESIA 2.3.1. Dunia Perbankan Pada 10 Oktober 1945 NICA telah memperoleh akses ke kantor-kantor pusat bank Jepang di Jakarta. De Javasche Bank (DJB) kembali diberi tugas sebagai bank sirkulasi dan mengambil peranan Nanpo Kaihatsu Ginko. Mulai saat itu bank-bank Jepang yang masih beroperasi di beberapa tempat telah berada di bawah pengawasan Belanda yang diwakili oleh DJB dan NHM. Kemudian bank-bank tersebut mulai dilikuidasi dan ditutup pada 15 Januari 1946. Pada saat pembukaan kembali kegiatan perbankan tersebut banyak permasalahan perbankan yang harus dihadapi oleh bank-bank. Untuk mengatasi hal itu dibentuk Komisi Perbankan pada Nopember 1945 yang terdiri dari Director of Finance sebagai Presiden dan anggota komisi yang terdiri dari seorang Managing Directors masing-masing bank di Hindia Belanda serta seorang sekretaris. Sebagaimana yang terjadi pada dunia perbankan umumnya, DJB juga mengalami beberapa kesulitan ketika memulai kembali kegiatannya. Pada 15 Nopember 1945 Presiden DJB, Buttingha Wichers mengadakan pertemuan pertama setelah perang yang membahas beberapa resolusi menyangkut perbankan di Indonesia. Tetapi tidak lama kemudian, pada 17 Nopember 1945 Buttingha meninggal dunia karena serangan jantung. Meninggalnya Butinggha dan absennnya R.E Smits menyebabkan jabatan manajemen DJB lowong. Karena pada saat itu tidak dimungkinkan pemilihan manajemen DJB sesuai dengan prosedur, maka pada 28 Februari 1946 atas dasar kewenangan yang ada padanya, Letnan Gubernur Jenderal menunjuk J.C. van Waveren untuk sementara menjadi Presiden dan H.J. Manschot sebagai Managing Director. Namun posisi itu tidak lama bertahan, karena pada September 1946, R.E. Smits tiba di Indonesia dan Waveren mengundurkan diri dari jabatan Presiden karena harus meninggalkan Hindia Belanda untuk memulihkan kesehatan. Dengan Keputusan Letnan Gubernur Jenderal tanggal 10 Oktober 1946 R.E. Smits diangkat sementara sebagai Presiden dan H. Teunissen sebagai Managing Director DJB.
134
Dalam periode 1945-1949 kegiatan perbankan telah berjalan dalam dua wilayah pemerintahan yang berbeda. Sementara Bank-Bank Belanda kembali berjalan di wilayah yang telah diduduki Belanda, pemerintah RI juga mempunyai upayanya sendiri untuk membangun sistem perbankan nasional yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Sesudah Perang Dunia II pemerintah Belanda mendevaluasi Gulden Belanda sebesar 29,12%, yaitu dari ƒ 1,88 per USD menjadi ƒ 2,65 per USD. Devaluasi ini dilakukan pada 7 September 1945 di Nederland sedangkan di Hindia Belanda (Indonesia) baru dilakukan pada 6 Maret 1946. Karena tindakan devaluasi di Hindia Belanda dilakukan belakangan, maka rentang waktu antara 7 September 1945 hingga 6 Maret 1946 perbandingan pari 1:1 antara mata uang Gulden Belanda dengan Gulden Hindia Belanda ditiadakan. Pada rentang tersebut tercatat Gulden Hindia Belanda lebih tinggi 40% dari nilai Gulden Belanda dalam nilai tukarnya terhadap mata uang asing lainnya. Selama periode revolusi ini Hindia Belanda kembali mendevaluasi Gulden Hindia Belanda sebesar 30% yang dilakukan pada 20 September 1949. Tindakan tersebut sejalan dengan devaluasi yang juga dilakukan di Nederland pada tanggal yang sama. 2.3.2. Dunia Industri Produksi industri tekstil khususnya kebaya jatuh mengenaskan. Kenyataannya, pendudukan Jepang di Indonesia juga memutus jalur perdagangan tekstil dan perlengkapan penunjangnya. Banyak rumah produksi kebaya tutup. Perusahaan kain Batik yang marak di periode itu juga wajib membuat solusi padat karya untuk sekedar bertahan. Solusi yang paling banyak dianut adalah merger antar beberapa perusahaan kecil yang membuat kain batik, kebaya, dan industri konveksi rumahan. Tapi tidak berdampak banyak bagi perkembangan fesyen masa itu.
Setelah Perang Dunia II berakhir, ahli-ahli ekonomi Barat mengenalkan konsep pembangunan kepada negara-negara bekas jajahan yang baru merdeka sepanjang tahun 1940-an dan 1950-an. Dalam berbagai khazanah literatur pembangunan, kita memahami teori-teori pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk melakukan modernisasi di negara-negara baru tersebut. Teori-teori pembangunan ekonomi itu berfokus pada empat isu sentral yaitu: (i) pertumbuhan, (ii) akumulasi kapital, (iii) transformasi struktural, dan (iv) peran pemerintah. Keempat isu ini merupakan tema dasar yang menjadi kajian
135
penting dan utama dalam evolusi pemikiran pembangunan generasi pertama (1950-1975). Para ahli ekonomi pembangunan memusatkan perhatian pada empat isu sentral tersebut sebagai topik perdebatan akademis dalam kurun waktu seperempat abad itu. Pearl Harbour dilarbelakangi adanya penyerbuan tentara Jepang (tentara Kwantung) ke Manchuria pada tanggal 18 September 1931.Penyerbuan ini dicela oleh Volkenbond atau Liga Bangsa – Bangsa. Akhirnya jepang keluar dari lembag ini. Tanggal 7 Juli 1937 Jepang menyerbu ke Tiongkok lagi sehingga PM pangeran Fumimaro Konoye tidak berdaya menahan tindakan – tindakan mereka. Disisi lain, pihak amerika tidak senang dengan melakukan cara yaitu diplomasi lewat konferensi brussel .Jeang tidak menghadrinya. Bahkan menembaki kapal meriam Amerika panay. Sebab pokok perang pasifik aliran ekspansionisme. Sedangkan Amerika berbuat dua blunder.Selain itu, tahun 1924 ditutup rapat datangnya migarasi Jepang . Churcill tunduk terhadap jepang. Dengan menutup jalan burma ke tiongkok. Pada tanggal 27 September 1940 Jepang menandatangani PaktaTiga Kekuasaan.Intinya Amerika diancam dua front di samuderapasifik dan Samudera Atlantik. Perjanjian Hitler dengan Jepang merupakan sebuah monsterbond.Maksudnya jepang sebagai persengkonglan jahat untuk melawan Rusia.Walaupun Hitler dan Stalin (Rusia)telah bersepakat tidak saling menyerang tetap saja Hitler ingin meruntuhkan Rusia. Jepang, disisi lain melakukan perjanjian dengan pihak rusia tidak saling berperang pada tanggal 13 April 1941. Hal ini dilakukan agar dapat memindahkan tentara dari Manchuria ke Filipina , Malaya dan Indonesia. Eugen Ott, duta besar jerman di Tokyo sesudah perang mengemukakan bahwa Jepang menaglami jalan buntu menghadapi tiongkok. Oleh karena itu, Jepang akan mengakhirkan kemenangan ke selatan: Filipina, Malaya, dan Indonesia.Penyerbuan ini sangat baik di akhir tahun 1941. Daerah selatan yang menjadi titik penyerbuan dikarenakan adanya bahan – bahan yang sangat berharga karet, timah minyak. Minyak inilah yang terpenting bagi jepang Kondisi minyak Jepang ketika itu semakin berkurang yang disebabkan adanya embargo Amerika sebanyak 6.450.000 ton tiap hari.
Jepang menyeranga Pearl harbor pada tanggal 8 Desember 1941 Ide penyerangan ini dari laksamana Yamamoto yang terkenal dengan kecerdasaannya, agresif dan berbahaya.Dengan 10 kapal induk dapat melumpuhkan armada Amerika sehingga tidak
136
bias merintangai pendaratan Jepang di beberapa wilayah Asia Tenggara.‘Sebelumnya terdengar kabar tanggal 7 Desember adanya mata Jepang yang berada di Honolulu memberitahukan bahwa ada tujuh kapal tempur, tujuh penjelajah, dan kapal – kapal lain. Juni 1945 pulau Okinawa jatuh di tangan Amerika. Jerman bertekuk lutut sebagai sekutu mengumumkan postdam declaration pada tanggal 17-2Agustus yang intinya bahwa Jepang harus mengakhiri peperangan dengan menyerah tanpa syarat.Tuntutan tersebut ditolak Jepang karena akan menjatuhkan kehormatan mereka.16 Juli 1945 kapal penjelajah Indianapolis meninggalkan pelabnuhan San Fransisco.Indianapolis tiba di pulau tinian pada tanggal 26 Juli 1945 Dua hari kemudian dating onderdil bom dating. Setelah persiapan nya matang maka pesawat terbang B-29 menjatuhkan bom ke hirosima. Peledakan bom ini berdampak 70.000-80.000 penduduk mati.Kemudian tiga hari bom atom dijatuhkan di Nagsaki. Setelah kejadian ini Soviet Rusia menyatakan perang terhadap Jepang, satu minggu sebelum perang pasifik berakhir. Tentara Stalin menyerbu Manchuria. Akhirnya jepang bersedia menerima Postdam Declaration dengan syrat Tenno Haika tidak diturunkan dari tahtanya. Tanggal 15 Februari perang telah berakhir. Jepang menyerah dalam peperangan ini Minggu 2 September 1945 Kapal tempur Missouri dsepakati perdamaian dihadiri oleh jenderal Homma (Filipina), Jenderal ARTHUR e. Percival(inggris), Laksamana Condrad Helfrich (Belanda), dll. 2.4. DAMPAK SOSIAL YANG DITIMBULKAN PERANG DUNIA II TERHADAP NEGARA INDONESIA 2.4.1. Perpindahan penduduk dan Romusha
Pemindahan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa dimulai tahun 1905 dengan dipindahkannya sebanyak 155 KK petani dari daerah Kedu menuju Gedong Tataan Karesidenan Lampung. Kegiatan ini dikenal dengan sebutan Kolonisasi yang berlangsung selama 37 tahun, yaitu sampai dengan berakhirnya Pemerintahan Kolonial pada tahun 1942. Tujuan dilakukannya program kolonisasi selain dalam usaha untuk mengatasi kepadatan penduduk juga dimaksudkan oleh pemerintah untuk kebutuhan mencari tenaga kerja murah guna dipekerjakan di perkebunan-perkebunan Belanda di luar Jawa
137
Pada saat pecah perang Dunia II, penyelenggaraan pemindahan penduduk dilaksanakan kembali oleh pemerintah Jepang yang terkenal dengan sebutan ROMUSHA. Pelaksanaan penyelenggaraan Romusha ini sangat menyedihkan, karena para pemukim pada kenyataannya dipekerjakan secara paksa untuk kepentingan pemerintah Jepang, sehingga tidaklah mengherankan jika petani-petani yang dipindahkan banyak yang lari dari pemukiman akibat penyelenggaraan yang tidak manusiawi. Setelah Indonesia merdeka, masalah pemindahan penduduk kembali menjadi perhatian dan pada tahun 1948 nama Kolonisasi diganti menjadi Transmigrasi. Penyelenggaraan Transmigrasi menjadi tugas Kementerian Pembangunan Masyarakat, dan dalam organisasi Kementerian ini tugas pemindahan penduduk dilakukan oleh Jawatan Transmigrasi. Menjelang akhir tahun 1950 tepatnya pada tanggal 12 Desember, dimulailah pemindahan dan penempatan transmigrasi untuk yang pertamakalinya berjumlah 23 KK meliputi 77 jiwa dari Kecamatan Bagelen, Karesidenan Kedu ke Sukadana Lampung sebanyak 2 KK dan 21 KK ke Lubuk Linggau (Tugu Mulyo). Bertitik tolak dari momentum yang bersejarah inilah, maka tanggal 12 Desember 1950 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Transmigrasi No. KEP. 264/MEN/1984 tanggal 23 Nopember 1984 sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Dan, Jepang pun menggunakan cara paksa : setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar, hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.
Di samping romusha, yang juga menderita adalah para wanita Indonesia yang jadi fujingkau atau iugun yanfu alias -- perempuan pemuas seks tentara Jepang. Seperti juga eks romusha, mereka yang pernah menjadi fujingkau atau iugun yanfu juga telah menuntut ganti rugi pada pemerintah Jepang atas penderitaan yang luar biasa, yang
138
mereka alami selama PD II. Tapi, kalaupun sekarang mereka masih hidup, rata-rata usianya di atas 80 tahun. 2.4.2. Keadaan masyarakat Indonesia Hanya di awal pendudukannya saja Jepang bersikap baik. Setelah itu mereka sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Sedangkan wanita menggunakan kain dari karet yang panas menempel di tubuh. Hanya orang berada yang memiliki baju seadanya. Yang paling menyedihkan, rakyat sulit mendapat obat-obatan. Termasuk di rumah-rumah sakit. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak sekali, sulit mendapatkan salep. Terpaksa uang gobengan di gecek dan ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban. Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau 'ban mati'. Di sekolah-sekolah buku tulis terbuat dari kertas merang. Potlot dari arang, hingga sulit sekali menulis. Masa itu, banyak orang berebut makanan bekas di bak-bak sampah. Bila ada mayat di jalan tidak lagi mengagetkan. Jepang mengajarkan rakyat makan bekicot yang oleh orang Betawi disebut 'kiong racun'. Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel. Hanya boleh mendengarkan siaran pemerintah Dai Nippon. Apabila ketahuan menyetel siaran luar negeri dapat hukuman berat. Orang akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.
Pada malam hari seringkali terdengar sirene kuso keho sebagai pertanda bahaya serangan udara dari tentara sekutu. Rakyatpun setelah memadamkan lampu cepat-cepat pergi ke tempat perlindungan. Di halaman rumah-rumahpada saat itu digali lobang untuk tempat sembunyi empat atau lima orang bila terdengar sirene bahaya udara. Perang Dunia ke-II adalah masa-masa kelam bagi fesyen tanah air, bahkan dunia. Kecuali Chanel dan Hugo Boss yang memang kekasih fasis kala itu, banyak rumah mode di dunia mengalami kemunduran. Periode 1942-1945 adalah yang terburuk dengan catatan paling minim tentang keadaan Indonesia, termasuk fesyennya. Perempuan di masa pendudukan Jepang jatuh di tempat paling rendah sepanjang sejarah. Tanpa kecuali; pribumi, keturunan Eropa, keturunan Cina, dan Belanda dijebloskan di penjara dan dipekerjakan dengan keras. Kebaya dipakai oleh tahanan perempuan Indonesia, sedangkan kemeja dan
139
terusan dikenakan oleh keturunan Eropa dan Belanda. Peraturan tidak tertulis ini, entah bagaimana, berlaku hampir di setiap kamp-kamp tahanan Jepang. Di sini, Kebaya bersifat pribumi, lainnya koloni. Revolusi besar kemerdekaan Indonesia tahun 1945 membawa Kebaya pada konstelasi nasionalis yang lebih absolut. Dari sekedar tradisional yang pribumi, Kebaya menjalar menjadi nasionalis dan bernafas kemerdekaan. Para wanita terdidik yang dekat dengan pemerintahan Soekarno saat itu banyak mengenakan aneka kebaya, terutama jenis putu baru dan Kebaya encim yang masih ada jejaknya sekarang ini. Sebagian orang menanggapi kondisi ini sebagai masa-masa keemasan Kebaya sampai tahun 1960-an. Hampir semua wanita, baik itu di kantor, di rumah, dimanapun tampil berkebaya. Citra nasional yang dibawa Kebaya begitu kuatnya, tetapi melekat pada kaum aristrokrat tertentu yang berpihak pada Soekarno. India, Cina, dan sebagian Asia Tenggara mendominasi pasar tekstil Indonesia. Sentimen Barat pada Soekarno, dan sentimen Soekarno sendiri pada Barat membatasi jalur pertukaran komoditi Eropa dan Indonesia. Yang terlihat adalah aneka corak dan warna-warna Kebaya yang beragam. Potongan dan pola-pola lama kembali meruak meski masih memegang pakem-pakem yang tercipta dari abad sebelumnya. ORGANISASI SOSIAL POLITIK DAN MILITER
A. Pergerakan Nasional, 1940-1942
Sejak digantikannya Gubernur Jenderal de Jonge oleh Gubernur Jenderal Stachouwer (1936-1942), organisasi pergerakan nasional terus mengalami berbagai hambatan dan tekanan, meskipun pada waktu itupergerakan nasional diwakili oleh Parindra, Gerindo dan Gapi, tetapi organisasi ini tidak dapat berbuat banyak. Pemerintahan Tjarda kemudian yang kersa, tidak memberkan perubahan. Kehidupan rakyat tidak bertambah baik. Dalam posisi internasional kedudukan Belanda makin sulit dengan berbagai desakan dari rakyat Indonesia untuk melakukan perbaikan sosial dan politik. H.M.Thamrin merupakan satu-satunya juru bicara rakyat yang dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah
Kekuatan politik pada waktu itu : Parindra terdiri dari golongan menengah, tinggi dan kalangan cendikiawan, sedangkan Gerindo terdiri dari golongan menewngah dan kecil serta bekas anggota PKI. Anggota PNI lama menyebar ke semua partai dari
140
Parindra sampai ke PSII dan Muhammadiyah. Pada tahun 1940 partai-partai yang tergabung dalam Gapi ada 47.000 anggota, sedangkan MIAI berjumlah kira-kira 22.000 anggota, dan partai-partai kecil lain beranggotakan sekitar 11.400 anggota, seluruhnya yang aktif sekitar 80.700 orang. Diperkirakan bahwa orang Indonesia yang ikut menentang pemerintah kolonial menjadi 200.000 orang, sedangkan yang pro kolonial sedikit sekali. (Onghokham, 1987 : 140-150) Gapi menekankan bahwa dalam keadaan perang pun hubungan langsung antara rakyat dengan pemerintah diperlukan. Ketika pemerintah Hindia Belanda mempertahankan diri terhadap serangan Jepang, pada tahun 1942, mereka meminta bantuan kepada raja Yogyakarta dan Surakarta, tetapi persekutuan ini tiadak dapat mengalahkan Jepang. Pada 8 Maret 1942, ditandantangani penyerahan pemerintah kepada Jepang. Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang ini membuktikan betapa lemahnya pasukan pasukan Belanda.
B. Runtuhnya Hindia Belanda
Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang Pearl Harbour, pusat pertahanan Amerika Serikat di Pasifik. Selama enam bulan sejak jatuhnya Pearl Harbour itu Jepang melakukan gerakan ofensif. Sejak itu pula serangan diarahkan ke Indonesia untuk melumpuhkan pasukan Hindia Belanda sampai akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati ditandatangani penyerahan kekuasaan dari Jenderal Ter Poorten, panglima pasukan Hindia Belanda, kepada Jenderal Imamura. Sejak itu pula kekuasaan Jepang secara resmi berada di Indonesia. Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang tanpa sarat ini membuktikan betapa lemahnya pasukan Belanda yang tidak lebih dari beambtestaat atau negara yang diatur oleh pegawai-pegawai yang hanya mencari keuntungan saja sedangkan pertahanannya sama sekali tidak diperhatikan.
C. Partai Politik: Legal dan Ilegal
Pada masa pendudukan Jepang pergerakan politik dilarang dan dibubarkan. Oleh karenanya sebagian oragnisasi pergerakan melakukan gerakan bawah tanah (ilegal) dan ada juga yang bekerjasama dengan Jepang (legal). Adapun gerakan ilegal yang menolak bekerjasama dengan Jepang, diantaranya adalah gerakan yang dipimpin oleh syahrir dan Amir Syarifudin, akan tetapi Syahrir kemudian merubah haluan politiknya dan bekerjasama dengan Jepang. Untuk mengambil hati bangsa Indonesia, mula-mula
141
pemerintah Jepang bersifat lunak. Untuk merealisasikan kerjasama dengan bangsa Indonesia, Jepang mendirikan ―Gerakan Tiga A‖ pada bulan April 1942. untuk memimpin organisasi itu, R Syamsudin diangkat sebagai ketuanya. Pemerintah militer Jepang berusaha memobisasi rakyat Indonesia melalui organisasi yang disebut Gerakan Tiga A (Jepang pemimpin Asia, Pelindung Asia dan Pemimpin Asia)‖. Gerakan ini ternyata tidak menarik hati rakyat dan pada bulan September 1942v dibubarkan. Pemerintah pendudukan ini kemudian memunculkan organisasi baru yang dikenal dengan PUETRA pada tanggal 9 maret 1943 yang dipimpin oleh empat serangkai: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Kihadjar Dewantara dan KH. Mas Mansoer. PUTERA ini dimaksudkan untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perang Jepang. Kemudian pemerintah militer Jepang membentuk Chuo Sangi In, yang bertugas untuk mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah tentang soal-soal politik dan menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer. Keanggotaan Chuo Sang In terdiri dari mereka yang diangkat dan dipilih mewakili dearth masing masing.R.Oto termasuk anggota yang mewakili Jawa Barat bersama dengan tokoh Jawa Barat yang lain.Kemudian R.Oto Iskandar Dinata juga berperan dalam pembentukan PETA (pembela tanah air), peranannya itu tidak kecil. Gagasan awal tentang pembentukan PETA ini, baik yang bersumber dari pemimpin Indonesia yang sedang ke Tokyo maupun gagasan Gatot Mangkoepraja, dikomunikasikan melalui surat kabar yang dipimpin oleh R.Oto Iskandar Dinata yaitu Tjahaja. Selain itu juga R oto Iskandar Dinata banyak mengusulkan dalam siding-sidang yang diselenggarakan, R. Oto Iskandar Dinata juga pernah mengusulkan dibentuknya ―barisan pengangkut‖ yang dapat bergerak cepat untuk keperluan peran maupun untuk pengangkuta bahan pangan. Selain itu, diusulkan juga pembentukan ―Pasukan Palang Merah‖.
Gerakan Tiga A dapat dikatakan gagal karena sejak awal hanya sedikit bangsa Indonesia yang menaruh simpati terhadap tindakan pemerintah Jepang. Selain itu juga, kekalahan Jepang dalam berbagai perang menyebabakan menipisnya kepercayaan bangsa Indonesia. Sejak itu pula pemerintah mulai mendekati para nasionalis terkemuka, sebab tanpa adanya kerjasama dengan para nasionalis kemenangan perang Asia Timur Raya
142
tidak akan menjadi kenyataan. Pada tanggal 20 Desember 1942 untuk menghadapi serangan sekutu, Jepang memerintahkan kepada semua penduduk untuk membantu perang dan mematuhi perintah dengan tertib (kan Po, 10 Januari 1943:8-9). Pada tanggal 17 Juni 1943 pemerintah Jepang mengumumkan perubahan politik dengan mengundang ―Empat Serangkai‖ dan para pemimpin Indonesia lainnya yang berpengaruh. Akhirnya Saiko Sikkan menetapkan tiga rencana pokok yaitu (1) pembentukkan badan pertimbangan pemerintah pusat dan daerah (2) pengangkatan pejabat tinggi bangsa Indonesaia (3) pengangkatan bangsa Indonesai menjadi penasihat badan pemerintahan militer.
D. Terbentuknya Kekuatan Nasionalis
Beberapa hari setelah Jepang mendarat di Jawa, pemerintahanan fasis itu segera mengeluarkan peraturan peraturan dan undang-undang yang membatasi setiap gerakan nasionalis yang mencoba menentang kekuasaannya. Tujuan utama undang-undang itu tidak lain adalah untuk memecah kekuatan kaum nasionalis agar tidak terbentuk kekuatan tunggal yang mampu menentang pemerintahan Jepang. Memang sangat ideal jika kekuatan nasionalis itu dilumpuhkan, tetapi sebagian kekuatan nasionalis tersebut bergerak secara ilegal, sedangkan untuk sementara kekuatan nasionalis yang utama belum mendapat iklim yang baik untuk bergerak secara bebas. Baru setelah pemerintah Jepang memberikan memberikan kesempatan para nasionalis diajak bekerjasama maka mereka menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya guna menggalang kesatuan dan semangat nasionalisme.
E. Organisasi Semimiliter dan Organisasi Militer
Perang Dunia II menguras tenaga dan kekayaan Indonesia. Karena itu Jepang sejak awal perang sudah merencanakan untuk mengerahkan pemuda dan pelajar dalam organisasi semimiliter, lebih-lebioh nsetelah Jepang menghadapi periode defensif. Organisasi pemuda yang kemudian didirikan adalah Seinendan dan Keibodan. Untuk mengerahkan tenaga wanita Jepang membentuk Fujinkai. Sementara itu, kebutuhan untuk melatih perwira di kalangan bangsa Indonesia timbul dengan dibentuknya Tentara Pembela Tanah Air (PETA.)
F. Represi dan Resistensi
143
Salah satu bentuk represi yang dilakukan oleh pemerintah Jepang yaitu pengurasan tenaga kerja dengan menciptakan Romusha sebagai tenaga kerja paksa. Hampir semua pemuda desa dijadikan Romusha untuk dipekerjakan membuat lapangan terbang, tempat pertahanan, jalan, gudang, dll. Di sisi lain dengan dihapuskannya pengaruh budaya Barat seperti penggunaan istilah bahasa Belanda yang digantikan dengan bahasa Melayu jelas memperkuat dukungannya terhadap perluasan nasionalisme. g. BPUPKI dan PPKI Dibentuknya BPUPKI merupakan langkah kongkrit pertama bagi pelaksanaan janji perdana mentri Kosio tentang ―kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari‖. Maksud didirikannya badan ini adalah untuk menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan pembentukan Negara Indonesia merdeka. Badan ini diresmikan pada tanggal 28 mei 1945 bertempat di Gedung Chuo Sang In, di Pejambon. Sebelumnya dibentuk suatu panitia kecil berjumlah delapan orang dibawah pimpinan Ir. Soekarno,R.Oto Iskandar Dinata menjadi anggota panitia kecil ini bersama-sama dengan Drs. Moh Hatta, Soetardjo Hadikoesoemo, Moeh. Jamin, dan A.A Maramis.Kemudian panitia kecil ini melakukan pertemuan dengan anggota-anggota BPUPKI yang kemudian melahirkan panitia sembilan. Panitia ini merumuskan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia merdeka dalam rumusan yang dinamakan Piagam Jakarta. Dalam persidamngan kedua, 10 juli 1945, dibahas rencana UUD, R.Oto menjadi anggota panitia perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 7 agustus 1945, ketika perjuangan menuju kemerdekaan semakin memuncak, didirikanlah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Linkai sebagai ganti BPUPKI. Ketuanya adalah Ir. Soekarno dengan wakil ketua Moh. Hatta. Anggotanya berjumlah 21 orang yang dipilih sendiri oleh Jenderal Besar Terauchi, dimana R.Oto Iskandar Dinata menjadi salah satu dari anggotanya. Jadi jelaslah bahwa peranan R.Oto iskandar Dinata ini sangat banyak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
SEKITAR PROKLAMASI
A. Kekuatan dan Solidaritas Pemuda
Angkatan Muda Indonesia (AMI) menyelenggarakan kongres pemuda yang dihasiri utisan pemuda, pelajar dan mahasiswa dari seluruh Jawa. Mereka sependapat untuk bersatu menyiapkan proklamasi. Di dalm kongres tersebut diajukan resolusi
144
persatuan di bawah pimpinan nasional dan mempercepat pelaksanaan kemerdekaan. Sebagian kelompok pemuda tidak puas, antara lain Sukarni, Anwar Cokroaminoto dan Chaerul Saleh karen amereka menganggap kongres itu dibawah pengaruh Jepang. Di dalam menciptakan proklamasi kemerdekaan kelompok Sukarni menjadi penggabung gerakan pelajar-mahasiswa.
B. Rengasdengklok
Perbedaan pendapat terjadi antara golongan tua dan golongan terjadi sebelum dan mejelang proklamasi. Golongan muda, menginginkan proklamasi dilaksanakan secara revolusioner. Oleh karenanya, mereka membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdenngklok untuk menandatangai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.memang kelompok Sukarni berhasil mengkoordinasikan kelompok Syahrir dan kelompok pelajar mahasiswa, tetapi Syahrir bersikap apatis terhadap proklamasi karena menganggap gerakan Sukarni menuju ke arah anarkis. Penculikan Sukarno-Hatta itu merupakan realitas dan kesalahan perhitungan politik yang hanya berdasar sentimen.
C. Proklamasi Berkumandang
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang mengalami pemboman di Hirosima dan Nagasaki, tak ada pilihan lain selain menyerah ke Sekutu. Karena Sekutu belum datang menerima penyerahan itu, terjadi kevakuman kekuasaan di Indonesia. Inilah kesempatan yang dimanfaatkan oleh pejuang kita, akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 Negara Indonesia merdeka diproklamasikan. Sebuah pemerintahan yang baru itu memerlukan seorang presiden sebagai pemimpin negara ini. Untuk itu PPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945, dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dalam sidang ini diputuskan hal penting, yaitu pengesahan UUD 45, pemilihan presiden dan wakil presiden. Pengusulan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden
Sidang PPKI yang pertama dilangsungkan pada hari Sabtu, 19 Agustus 1945, di Gedung Chuo-Sangi-in, pukul 11.30 waktu Nippon (pukul 10.00 waktu Jawa). Anggota yang hadir 21 orang. Pembahasan rancangan pembukaan dan Undang-Undang Dasar yang telah disiapkan oleh BPUPKI diselesaikan dalam tempo kurang dari dua jam. Selanjutnya sidang hari pertama sesi kedua dimulai lagi pukul 13.45 waktu Jawa. Pada akhir sidang ditutup pukul 14.42 itu Presiden Soekarno mengangkat suatu panitia kecil. Hasil rancangannya dilaporkan pada sidang kedua PPKI, hari minggu tanggal 19 Agustus 1945
145
pukul 10.00 pagi. Hasilnya dilaporkan oleh Oto Iskandar di Nata. R. Oto Iskandar di Nata sebagai menteri Negara mengurus masalah keamanan yang merupakan masalah krusial dalam awal kemerdekaan itu. Puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia merupakan kerjasama kelompok tua dan kelompok muda. Setelah Soekarno-Hatta sampai di Jakarta menuju rumah laksamana Maeda. Pertermuan dinihari itu mengahsilkan naskah proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuainya, Sukarni mengusulkan agar naskah itu dibacakan di Lapangan Ikada. Akan tetapi, usulan itu ditolak karena tempat itu merupakan tempat umu yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Akhinya disetujui, bahwa pembacaan teks proklamasi itu akan dibacakan di rumah Ir.Sukarno di Jl. Pengangsaan Timur no.56 dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB.
146
BAB IV KESIMPULAN Sejarah Pergerakan Nasional merupakan bagian akhir dari Sejarah Indonesia yang berhasil mencapai klimaks dan membentuk Indonesia setelah melalui suatu kontinuum yang panjang. Puncak pembentukan Indonesia bukan semata-mata datang dari sendirinya atau jatuh dari langit tapi semuanya itu harus diusahakan dan diperjuangkan demi cita-cita akhir pemerintah kolonial Belanda telah melakukan eksploitasi di berbagai bidang atau dengan kata lain bersifat plural yang semuanya itu menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tak kunjung selesai. Berbagai janji perbaikan kesejahteraan diberikan tetapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan rakyat. Karena itu wajar juka kaum pergerakan memberikan respon di berbagai bidang pula. Dalam perjuangan kaum pergerakan sejak awal sudah ditandai perbedaan pandangan dalam menghadapi pemerintah. Di satu pihak ingin bergerak secara moderat sedangkan di pihak lain ingin secara radikal, di satu sisi ingin bekerja sama dengan pemerintah dan di sisi lain bergerak secara swasta. Ada pula kelompok yang ingin bergerak secara koperasi dan kelompok yang bergerak nonkoperasi. Pada akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya terdapat perbedaan yang di satu bagian ingin melaksanakan diplomatic power dan di bagian lain ingin menonjolkan physical power yang lebih dominan. Buku ini menelaah perkembangan Sejarah Pergerakan Nasional secara kronologis dan tematik. Sebagai kajian awal maka telaah kronologis harus dilalui lebih dulu sebelum sampai pada telaah yang fundamental. Hal yang paling menonjol dalam Sejarah Pergerakan Nasional buku ini ialah diupayakan agar pembaca dapat mengetahui kejadian secara urut dan menguasai parate kennis. Tahapan ini dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman lanjutan yang lebih kompleks seperti dalam buku Sejarah Pergerakan Nasionalisme Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (1992) karya Sartono Kartodirdjo. Buku ini berusaha mengungkapkan kombinasi antara sejarah prosesual dan sejarah struktural. Dengan dilengkapinya sejarah struktural maka perkembangan sejarah menjadi lebih terurai, lebih-lebih aspeknya multidimensional akan makin jelas.
147
Karya lain yang sejalan dengan buku ini antara lain ―Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia” karya A.K Pringgodigdo yang berisi tentang ikhtisar timbul dan hidup-tumbuhnya pergerakan Indonesia di Pulau Jawa tahun 1908-1942, agar bisa mengetahui benar prinsip-prinsip umum dari masing-masing pergerakan yang berpengaruh tidak begitu besar dan cara-cara aksi yang dilakukannya. Buku ini menceritakan Sejarah Pergerakan Nasional secara krologis dengan menggunakan tahun-tahun yang membatasinya. Sejarah Pergerakan Indonesia ini di bahas juga dalam bukunya M.C Ricklefs yang berjudul ― Sejarah Indonesia Modern 1200-2004‖ dan karyanya Marwati Djoened. P dalam ― Sejarah Nasional Indonesia jilid V‖ Langkah-langkah baru dalam pergerakan nasional perlu dilakukan karena terjadinya perubahan situasi. Gerakan-gerakan non-kooperatif jelas tidak mendapat jalan, sedang gerakan kooperatif pun harus ada di bawah persetujuan pemerintah Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda. Pergerakan Nasional rakyat Indonesia memberikan warna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap bangsa sendiri. Nasionalisme Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan nasionalisme mana pun di penjuru dunia ini. Nasionalisme Indonesia murni merupakan bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Sudah selayaknya kalau dominasi sosio-politik kolonialisme Belanda itu membangkitkan perlawanan melalui organisasi yang diatur secara modern. Kebangkitan nasional adalah dampak yang tidak disadari oleh pemerintah, dan lahirnya Budi Utomo merupakan adaptasi dan inovasi yang dilakukan bangsa Indonesia untuk menyesuaikan dengan politik kolonial. Berbagai bentuk organisasi Indonesia timbul setelah Budi Utomo lahir. Kehadiran berbagai organisasi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor pendorong, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia. Faktor-faktor itu berupa penindasan, pelangggaran hak azasi, pendidikan, Islam sebagai pemersatu, dan sebagainya. Sikap anti penjajah, semangat patriotisme, jiwa kebangsaan yang berciri nonkooperatif dan berhaluan extrim kiri dan radikal merupakan ciri-ciri utama pergerakan nasional bangsa Indonesia. Kehadiran organisasi perjuangan bangsa Indonesia berkembang dari masa ke masa sampai mencapai kematangan menjelang Jepang menduduki wilayah Indonesia pada bulan Maret 1942.
148
Menjelang adanya berbagai reaksi dari rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah, proklamasi kemerdekaan pun mulai dipersiapkan. Dengan proklamasi itu bangsa Indonesia yang selama berabad-berabad dijajah telah berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan. Bangsa Indonesia sudah siap untuk membangun pondasi baru, yaitu Negara Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik. Indonesia. DAFTAR PUTAKA Dimjati, M. (1951). Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Djakarta: Widjaja. Duijs, J.E.W. (1985). Membela Mahasiswa Indonesia di Depan Pengadilan Belanda. Terj. K.L.M. Tobing. Jakarta: Gunung Agung. Frederick, W.H. dan Soeri Soeroto. (1991). Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES. Hatta, M. (1981). Memoirs. Penders, C.L.M. (ed.). Singapore: Gunung Agung. Koch, D.M.G. (1951). Menudju Kemerdekaan. Terdj. Abdoel Moeis. Djakarta: Pembangunan. KORVER , A. P. E. Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? Noer, D. (1996). Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900 – 1942. Jakarta: LP3ES. Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1981). Sejarah Nasional Indonesia . Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka. Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia Modern. Terj. Dharmono Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sjahrir, S. (1947). Fikiran dan Perdjuangan. Djakarta: Dian Rakjat. Sjamsuddin, H. (1994). ―Pola Tarik Ulur Daya Sentripetal dan Daya Sentrifugal Dalam Sejarah Indonesia‖. Makalah. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP Bandung. Slametmuljana. (1968). Nasionalisme Sebagai Modal Perdjuangan Bangsa Indonesia. Djakarta: Balai Pustaka.
149
Surat Kabar /Majalah: Penjedar, no.9, 27 Februari 1941. Sinar Pasoendan, 26 Mei 1939. Tjahya Timoer, 22 Mei 1939